HEADLINE

Ketua Tim KLHS: Kawasan CAT Watuputih Tidak Layak Ditambang!

" Jika dilakukan penambangan, hasilnya, interval air menjadi besar. Hal ini menandakan keberlanjutan ketersediaan air menjadi rendah."

Ria Apriyani

Ketua Tim KLHS: Kawasan CAT Watuputih Tidak Layak Ditambang!
Kawasan perbukitan karst kapur di Pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah, (3/12/2015). (Foto: Agung W)


KBR, Jakarta - Ketua Tim Kajian Lingkungna Hidup Strategis (KLHS) Pegunungan Kendeng, San Afri Awang mengatakan kawasan Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih di Rembang Jawa Tengah tidak layak tambang.

San Afri mengatakan ada indikasi kuat keberadaan aliran sungai di bawah tanah di kawasan CAT Watuputih.


"Kalau cekungan bukit ini diganggu, ditambang, ada kemungkinan jumlah air maksimum dan minimum intervalnya tinggi. Kalau intervalnya tinggi airnya tidak sustain," kata San Afri Awang, Jumat (24/3/2017).


Profesor yang juga menjabat Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan di Kementerian Lingkungan Hidup ini mengatakan tim KLHS sudah melakukan simulasi cadangan air tanah hingga tahun 2050.


Jika dilakukan penambangan, hasilnya, interval air menjadi besar. Hal ini menandakan keberlanjutan ketersediaan air menjadi rendah.


"Ada penelitian mahasiawa, dia taburkan garam di sisi yang satu. Kemudian dia tes apakah kadarnya sama antara muara dan ujungnya ini. Ternyata sama. Itu sudah cukup buktikan bahwa ada jaring-jaring air di bawah. Kalau ini ditambang interval air akan tinggi," tambah San Afri.


Baca juga:


Ia mengatakan tim berpegangan pada kaidah kehati-hatian dalam pengambilan keputusan, sesuai yang diatur dalam UU Lingkungan Hidup. San Afri mengakui butuh waktu lama untuk meneliti jaringan air bawah tanah di Watuputih.


Penelitian ini nantinya akan dilakukan oleh Badan Geologi Kementerian ESDM.


"Indikasi bahwa itu ada jaring-jaring ada. Kan sudah cukup untuk kita mengatakan lebih baik Anda tidak menambang di situ. (Itu yang akan direkomendasikan pada PT Semen Indonesia?) Wait and see (tunggu saja)," katanya.


Saat ini tim ahli sedang menulis seluruh hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kawasan Watuputih. KLHS itu ditargetkan rampung pada 1 April.


KLHS akan dibuat dua tahap, dimana tahap pertama mengenai CAT Watuputih akan diselesaikan akhir Maret, dan tahap kedua yang merupakan kajian keseluruhan Kendeng diselesaikan April mendatang.

Kajian ESDM

Pada Januari lalu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya meminta Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengkaji Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih di Rembang, Jawa Tengah. CAT Watuputih ini masuk dalam rencana penambangan PT Semen Indonesia.

Siti Nurbaya mengatakan kajian ESDM diperlukan untuk melengkapi data guna menentukan status CAT tersebut apakah termasuk kawasan karst yang dilindungi. Siti berharap kajian dari ESDM rampung sekitar satu bulan.


"Saya juga sudah telpon Pak (Ignasius) Jonan untuk minta tolong, bisa dilakukan studi, kan ini otoritasnya Pak Jonan, karena kita pakai juga Permen ESDM sebagai pijakan. Jadi saya minta tolong Pak Jonan untuk bisa dilakukan studi mendalam itu secepatnya, saya sudah tanya ahlinya, sebulan cukup nggak? Cukup katanya antara sebulan, sebulan lebihlah. Di dalam Peraturan Menteri ESDM itu kan dikatakan apabila kita ragu-ragu untuk menetapkan jadi kita harus prudent, lebih baik datanya dilengkapi dulu," kata Siti Nurbaya di Kemenkopolhukam,  Kamis (19/1/2017).


Kantor Staf Presiden (KSP) menyatakan Presiden Joko Widodo tetap meminta semua perizinan pertambangan di Kendeng, Jawa Tengah merujuk pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), yang saat ini masih digarap bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).


Deputi II KSP, Yanuar Nugroho memastikan keseluruhan KLHS akan rampung April 2017 mendatang.


"Saya kira arahan Presiden ke KSP mengenai konflik di Kendeng cukup jelas. Presiden tetap meminta KSP menyelesaikan KLHS bersama KLHK. KLHS ini akan jadi rujukan mengenai pembangunan, termasuk rezim perizinan pertambangan di kawasan pegunungan kendeng," ungkapnya kepada KBR, Senin (23/1/2017)

 

Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • CAT Watuputih Kendeng
  • pegunungan kendeng
  • pegunungan karst kendeng
  • KLHS Pegunungan Kendeng
  • San Afri Awang
  • PT Semen Indonesia
  • pabrik semen

Komentar (3)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

  • Budi sulistijo7 years ago

    Ada yv perlu diluruskan pak san afri: 1. Tidak mungki kandungan garam sama antara awal dan akhir untuk menunjukan adanya d bawah tanah 2. Saya meragukan ada penelitian mahasiswa krn alatnya canggih 3. Lokasi pegunungan kendeng bukan dirembang dan juga disepakati geolog team klhs

  • Budi sulistijo7 years ago

    Pak san afri Tidak mungkin air berkurang kalau menambang dengan konsep zero runoff krn konsep ini mendukung sumur resapan dari klhk. Pada saat ini sdh ada 18 tambang aktif padahal semen indonesia blm menambang. Jadi perlu dijelaskan modeliing dari team klhs. Dari penelitian Badan geologi 1998 air brubulan bukan saja dari watu putih saja dan team bapak juga sdh tahu

  • Ayu Setaya Ningrum7 years ago

    Berdasarkan surat yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM dengan nomor 2537/42/MEM-S/2017, memperlihatkan bahwa di kawasan pertambagan PT Semen Indonesia tidak terindikasi adanya aliran air tanah. Fakta yang dihimpun di lapangan hanya terdapat gua kering tanpa adanya aliran ‎sungai bawah tanah dan tidak dijumpai sumber mata air. Selain itu juga, lokasi pegunungan kendeng bukan di Rembang dan jika kawasan CAT tidak boleh ditambang, seharusnya semua penambangan di Indonesia semua dihentikan. Contohlah MRT di Jakarta harusnya juga dilarang karena berada di atas CAT Jakarta, atau migas dan batubara yang juga berada di atas CAT. Video ini dapat meluruskan bahwa rembang bukan kendeng https://www.youtube.com/watch?v=Xh89MDhK2Js