HEADLINE

Kajian Pemprov Tak Detail Memotret Dampak Reklamasi, Ini Kata KKP

"Kendati pembangunan 17 pulau reklamasi itu sejauh 1-2 mil dari daratan, tetap akan mengganggu area tangkapan ikan nelayan."

Kajian Pemprov Tak Detail Memotret Dampak Reklamasi, Ini Kata KKP
Proyek pembangunan pulau reklamasi di Teluk Jakarta. (Foto: Antara)


KBR, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bakal memastikan poin-poin dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) terkait Rencana Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta mengakomodir kesejahteraan nelayan. Hasil kajian setebal ratusan halaman itu harus memaparkan dampak reklamasi sekaligus solusi bagi nelayan.

Sebab paparan Pemprov Jakarta saat konsultasi publik pada Jumat (10/3/2017) lalu, menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi, tak memerinci dampak buruk reklamasi bagi nelayan. Padahal menurutnya, pengurukan laut itu jelas berdampak terhadap penghidupan nelayan.


"Sudah sampaikan detailnya, tiga hal yang disampaikan presiden tidak boleh terlampaui, harus sesuai hukum, dan harus melihat ekosistem, nelayannya, dan saya pikir masih ada ikan di sana," tegas Brahmantya saat dihubungi KBR, Minggu (12/3/2017).


Apalagi, Brahmantya meyakini, ikan di laut Jakarta masih melimpah. Itu sebab kendati pembangunan 17 pulau reklamasi itu sejauh 1-2 mil dari daratan, menurutnya tetap akan mengganggu area tangkapan ikan nelayan.


"Masukan KKP adalah pendetailan semua rencana Pemprov DKI atas dampak reklamasi, utamanya nelayan kita minta, termasuk pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pelaksanaannya serta harus disosialisasikan dengan intensif kepada semua stakeholder."

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/terkini/03-2017/reklamasi_teluk_jakarta__pemprov_siapkan_integrasi_sosial__/89128.html">Reklamasi Teluk Jakarta, Pemprov Siapkan Integrasi Sosial</a></b> </li>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/terkini/03-2017/uji_publik_klhs_teluk_jakarta__kalangan_penolak_reklamasi_tak_hadir_dan_tak_diundang/89132.html">Kelompok Penolak Reklamasi Tak Hadir dan Tak Diundang Uji Publik Kajian</a></b> </li></ul>
    


    Catatan KKP

    Lebih lanjut Brahmantya pun mempertanyakan salah satu solusi pemerintah atas dampak reklamasi terhadap nelayan. Dalam KLHS Pantura Jakarta, Pemerintah DKI Jakarta berencana membangun area penangkapan ikan buatan (artificial fishing ground). Ini untuk mengatasi keluhan nelayan yang harus melaut lebih jauh apabila reklamasi berlanjut.

    Menurutnya, rencana tersebut tak mudah direalisasikan. Pasalnya, perlu ada area laut dengan habitat yang betul-betul prima. Sedangkan ia menyangsikan akan ada habitat yang baik, ketika ada pembangunan 17 pulau buatan yang berlangsung di wilayah itu.


    "Habitat disitunya mesti bagus. Kalau ngga meski dikasih ikan akan mati. Itu aja.Fishing Ground buatan kaya kolam pancing, yakin bisa seperti itu. Makanya saya perlu liat dulu detail teknisnya, itu yang perlu saya lihat dulu teknisnya dari DKI," ungkapnya


    Karenanya, KKP meminta seluruh rencana Pemprov Jakarta ini segera didiskusikan terlebih dulu dengan nelayan. Langkah ini penting, agar seluruh pihak tak lagi berbeda persepsi. Brahmantya pun menekankan, kehidupan nelayan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan proyek.


    "Pada prinsipnya KKP tetap pada posisi bahwa reklamasi tidak boleh melanggar hukum, tetap mengutamakan livelyhood kehidupan nelayan pantai utara jakarta dan tidak merusak ekosistem," tutur Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP, Brahmantya.

    Baca juga:

      <li><b><a href="http://kbr.id/terkini/03-2017/uji_publik_klhs_pantai_utara__alasan_pemprov_jakarta_minta_maaf/89124.html">Alasan Pemprov Jakarta Minta Maaf soal Uji Publik KLHS Pantura Jakarta</a></b> </li>
      
      <li><b><a href="http://kbr.id/berita/03-2017/tak_libatkan_nelayan_bahas_reklamasi__pemerintah_dituduh_abaikan_imbauan_pbb/89071.html">Tak Libatkan Nelayan Bahas Reklamasi, Pemerintah Dituduh Abaikan Imbauan PBB</a></b> </li></ul>
      

      Dia pun melanjutkan, KKP akan mempelajari lebih detail rencana Artificial Fishing Ground dalam KLHS Pantura Jakarta yang disusun Pemprov DKI Jakarta. "Itu harus dilihat detailnya, itu seperti apa, kan ngga gampang bikin itu," katanya.

      KLHS Pantura Jakarta yang disusun Pemprov ini nantinya bisa dijadikan sebagai acuan penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) pulau buatan. Termasuk misalnya, Amdal Pulau C, D dan G. Meski belum divalidasi oleh pemerintah pusat, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jakarta, Tuty Kusumawati mengklaim, kajian tersebut takkan banyak berubah dan layak untuk dijadikan rujukan.


      "Kalau kami lihat tadi bahwa, tingkat kelayakan dari KLHS yang ada ini ya sudah sangat layak untuk dijadikan rujukan, karena nggak akan berubah, paling ada tambahan di sana sini yang masih, ya mungkin ini belum lengkap sekian, sedikit lah," kata Tuty usai menggelar konsultasi publik KLHS Pantura Jakarta, Jumat (10/3/2017).


      Dalam uji publik KLHS Pantura Jakarta pada Jumat (10/3/2017) lalu, KKP sempat mengkritik Pemprov Jakarta lantaran belum memotret secara detail dampak reklamasi yang harus ditanggung nelayan. Pemprov, juga belum menjelaskan bagaimana mengkomunikasikan kebijakan reklamasi ke nelayan yang terdampak. (ika)

      Baca juga:

        <li><b><span id="pastemarkerend"><a href="http://kbr.id/berita/02-2017/pertengahan_maret__hakim_ptun_putuskan_gugatan_reklamasi_3_pulau_teluk_jakarta/88855.html">Pertengahan Maret, Hakim PTUN Putuskan Gugatan Reklamasi 3 Pulau</a> </span></b></li>
        
        <li><span id="pastemarkerend"><b><a href="http://kbr.id/berita/02-2017/kelanjutan_reklamasi__ini_kata_menteri_susi/88531.html">Kelanjutan Reklamasi, Ini Kata Menteri Susi</a></b> </span></li></ul>
        
  • reklamasi
  • reklamasi teluk jakarta
  • KLHS Pantura Jakarta
  • KKP
  • Brahmantya Satyamurti Poerwadi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!