KBR, Jakarta- Pusat Studi dan Dokumentasi Agraria Indonesia, Sayogjo Institute mempertanyakan keseriusan pemerintah mengakui keberadaan masyarakat adat. Sayogjo Institute mengungkap hasil kajian 40 kasus di beberapa daerah di Indonesia sebagai representasi masalah-masalah yang dihadapi masyarakat adat belakangan ini. Dari kajian tersebut, Direktur Sayogjo Institute Eko Cahyono menyebut salah satu masalah mendasar adalah belum adanya pengakuan sebagai masyarakat hukum adat berimplikasi pada ketidakjelasan status masyarakat adat menurut hukum.
"Ini serius nggak sih sebenarnya negara ini karena sudah banyak instrumen hukum yang didorong terbaru putusan MK nomor 35 tetapi mengapa masih ada saja halangan-halangan politik yang tidak mau melaksanakan itu sehingga tidak heran kalau tidak ada pengakuan masyarakat adat dianggap bukan sebagai warga negara karena belum dianggap sebagai warga negara yang sama dengan yang lain" papar Eko, Senin (7/3/2016)
Eko menambahkan, permasalahan lainnya adalah penyederhanaan masalah keberadaan Masyarakat Hukum Adat dan hak-haknya atas wilayah adat serta Sumber Daya Hutan menjadi masalah administrasi dan legalitas semata. Padahal kata Eko, hubungan masyarakat adat dengan lingkungannya merupakan hubungan yang kompleks meliputi hubungan teologis, sosiologis maupun spiritual. Jadi memisahkan masyarakat adat dengan tanah dan sumber dayanya lalu diganti sebagai masalah administrasi, menurut Eko merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang serius.
Masalah yang dihadapi masyarakat adat, kata Eko, tak hanya sampai di situ. “Masih kuatnya kebijakan pembangunan yang mengorientasikan pertumbuhan ekonomi mengabaikan kebijakan yang memberikan prioritas pada masyarakat hukum adat” ujarnya.
Sayogjo Institute juga menilai beban ganda yang dialami perempuan adat dalam patriarki negara serta kekosongan lembaga penyelesaian konflik agraria menambah daftar permasalahan masyarakat adat.
Editor: Malika