HEADLINE
Aktivis Pembebasan Papua: Negara Jangan Kriminalisasi Kami
"Polres Jayawijaya tengah mengusut dugaan makar dalam pendirian kantor ULMWP"
KBR, Jakarta- Salah seorang anggota Gerakan Pembebasan Papua Barat ULMWP, Markus Haluk merasa dirinya dan rekannya, Edison Waromi dikriminalisasi. Ini berkaitan polisi yang menuduh keduanya telah melakukan makar, lantaran dituding sebagai aktor intelektual dalam pendirian kantor organisasi ULMWP di Wamena, awal Februari lalu.
Markus menyebut, cara-cara seperti ini kerap dilakukan aparat kepolisian terhadap para aktivis-aktivis di Papua. "Kami berdua disebut sebagai aktor intelektual dengan menyebutkan inisial nama-nama kami (MH dan EW-red). Tapi kalau benar Indonesia negara hukum, seharusnya proses itu dilakukan melalui koridor yang ada," ujarnya kepada wartawan dalam seminar di Komnas HAM, Jakarta, Jumat (03/04).
"Kami sudah
disebut sebagai tersangka, ada juga yang bilang kami sudah ditangkap.
Tapi anehnya, hingga saat ini surat pemanggilan untuk memeriksa belum
ada," ujarnya lagi.
Selain itu ia juga menambahkan, dirinya siap menghadapi segala tuduhan yang dialamatkan padanya.
"Saya tidak akan melawan, dan saya juga tidak akan melarikan diri. Mereka menuduh kami makar. Apa barang buktinya?" tanyanya.
Hingga kini, Kepolisian Daerah Jayawijaya masih menyelidiki peristiwa
pendirian kantor ULMWP di Wamena beberapa
waktu lalu. Polisi menganggap pendirian kantor itu merupakan salah satu
bentuk makar.
Dalam prosesnya, polisi telah memeriksa sebanyak lima orang tersangka. Gelar perkara yang sedianya akan dilakukan hari ini, urung
dilaksanakan. Hal tersebut lantaran pihak kejaksaan, yang akan membantu
polisi untuk menggelar perkara, sibuk dengan agendanya.
Komnas HAM Desak Jokowi Laksanakan Dialog
Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai Presiden Jokowi salah menerapkan pola pendekatan di Papua. Hal tersebut berakibat kian maraknya pelanggaran hak asasi yang kerap dilakukan aparat keamanan. Anggota Komnas HAM asal Papua, Natalius Pigai mengatakan, seharusnya Pemerintahan Joko Widodo melakukan pola pendekatan dialog, bukan lagi mengedepankan unsur militer untuk menyelesaikan berbagai persoalan di Papua.
"Presiden
sudah silih berganti. Tapi pendekatan pertahanan dan keamanan tidak
pernah diubah. Penetrasi negara, penetrasi militer tetap saja dilakukan.
Jadi siapapun presidennya, apabila dia tidak mengubah pola pendekatan
tersebut, maka Papua akan selalu penuh tragedi hak asasi manusia,"
tegasnya.
Komnas HAM mencatat, selama kepemimpinan Joko Widodo, sebanyak ribuan aktivis ditangkap dan digebuki oleh aparat.
"Data
itu menunjukkan bahwa upaya kunjungan yang dilakukan Jokowi ke Papua
tidak membuahkan hasil. Sebab, kunjungan itu tidak mengevaluasi aparat
keamanan di sana," ujarnya.
Natalius pun
mengakui Komnas HAM tidak bisa berbuat banyak lantaran belum ada
kesadaran dari pemerintah pusat untuk menghentikan kekerasan ini.
Editor: Dimas Rizky
- Papua
- ULMWP
- Makar
- Polisi Papua
Komentar (0)
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!