BERITA

Tolak RUU Cipta Kerja, Buruh Akan Gelar Aksi Besar Maret 2020

Tolak RUU Cipta Kerja, Buruh Akan Gelar Aksi Besar Maret 2020

KBR, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai RUU Cipta Kerja membuat buruh rentan dieksploitasi.

KSPI bersama kelompok buruh di puluhan provinsi berencana menggelar aksi unjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja.

"Buruh akan melakukan aksi besar-besar pada sidang paripurna untuk menyampaikan penolakan terhadap omnibus law pada saat Sidang Paripurna DPR RI, yang kemungkinan akan dilakukan pada 23 Maret 2020," ungkap Said di situs resmi KSPI, Senin (24/2/2020).

"Di Jakarta, aksi akan dipusatkan di DPR RI. Sementara di 22 provinsi yang lain, aksi akan dipusatkan di Kantor DPRD atau Kantor Provinsi masing-masing," lanjutnya.


RUU Cipta Kerja Hilangkan Kepastian Upah

Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan buruh menolak RUU Cipta Kerja karena menghilangkan kejelasan soal upah minimum.

"Contohnya, saat ini pekerja di Upah Minimum Kabupaten (UMK) adalah Rp4,59 juta. Sedangkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Barat Rp1,81 juta. Dalam omnibus law, UMK hilang dan yang berlaku adalah UMP. Maka buruh di Karawang yang upah minimumnya Rp4,59 juta, bisa dibayar hanya Rp1,81 juta,” kata Said.

"Dengan gaji Rp1,81 juta, sulit bagi buruh untuk hidup layak dan sejahtera," lanjutnya.


RUU Cipta Kerja Hilangkan Kepastian Kerja

Selain menghilangkan kepastian upah, Said menilai RUU Cipta Kerja juga menghilangkan kepastian kerja bagi buruh.

Ia menilai RUU Cipta Kerja akan memudahkan tenaga kerja asing (TKA) masuk ke Indonesia, sehingga berpotensi mempersempit kesempatan kerja buruh lokal.

"Contoh lain, dalam omnibus law berpotensi menyebabkan outsourcing dan kerja kontrak dibebaskan. Tanpa batasan waktu dan jenis pekerjaan," jelas Said.

“Apakah mau, orang tua Anda menyekolahkan sampai SMA, D3, atau S1 dengan biaya yang relatif mahal. Begitu mendapat pekerjaan, tidak pernah diangkat jadi karyawan. Tetapi bisa dikontrak atau di-outsourcing seumur hidup."

"Jika itu terjadi, tidak ada pekerja baru (fresh graduate) yang direkrut untuk masuk ke pasar kerja. Tetapi, ada kemungkinan, yang saat ini sudah berstatus karyawan tetap justru diubah menjadi tidak tetap,” tukasnya.

“Belum lagi kalau pengusaha menggunakan upah berdasarkan satuan waktu atau per jam. Di mana jam kerja bisa diatur, 4 jam pertama untuk karyawan baru dan 4 jam kedua menggunakan karyawan baru. Maka upah yang kita terima bisa jadi hanya setengah dari upah minimum,” ujar Said.

Editor: Agus Luqman

  • RUU Cipta Kerja
  • Omnibus Law
  • buruh
  • ketenagakerjaan
  • upah minimum

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!