HEADLINE

Tanggapi Revisi UU MD3, Pimpinan KPK: Indonesia Akan Menuju Zaman Jahiliyah

Tanggapi Revisi UU MD3, Pimpinan KPK: Indonesia Akan Menuju Zaman Jahiliyah

KBR, Jakarta - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkritik hasil revisi Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) yang dianggap mencampuri urusan penegakan hukum.

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menyatakan proses penegakan hukum semestinya independen dan tidak boleh diintervensi secara politik.

Dalam revisi UU MD3 terdapat perubahan dua pasal, salah satunya pasal 245. Pasal itu mengatur bahwa pemeriksaan anggota DPR untuk kasus pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden dan pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). 

"Indonesia akan menuju ke arah jahiliyah dan kegelapan, jika proses hukum pidana diintervensi politik dan parlemen. Penegakan hukum harus diuji di pengadilan, bukan di gedung DPR," kata Laode M Syarif melalui pesan pendek kepada KBR, Kamis (8/2/2018).

Kendati poin kedua dari pasal itu menyatakan, hal tersebut tak berlaku ketika anggota DPR tertangkap tangan atau disangka dalam kasus tindak pidana khusus. Namun, Laode menilai, hal tersebut bertentangan dengan prinsip persamaan kedudukan di depan hukum.

"Rumusan pasal seperti itu bertentangan dengan prinsip hukum hakiki equality before the law," lanjut Laode.

Pada 22 September 2015, Mahkamah Konstitusi memutuskan gugatan mengenai pemberian izin pemeriksaan untuk anggota dewan yang diduga melakukan tindak pidana. MK mengabulkan sebagian dari gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3), Pasal 245 ayat (1). 

Putusan MK menyatakan penyidikan anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana tidak perlu seizin Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), namun harus dengan izin tertulis dari Presiden dalam kedudukannya sebagai kepala negara.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/nasional/09-2015/dpr_terima_putusan_mk_soal_pemeriksaan_anggota_dewan/76141.html">DPR Terima Putusan MK soal Pemeriksaan Anggota Dewan</a>&nbsp;&nbsp;</b><br>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/02-2018/revisi_uu_md3___polisi_wajib_penuhi_permintaan_panggil_paksa_dari_dpr/94952.html">Revisi UU MD3, Polisi Wajib Penuhi Permintaan Panggil Paksa dari DPR</a>&nbsp;&nbsp;</b><br>
    

Sementara itu, Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan meski ada pengecualian untuk tindak pidana khusus, Presiden Joko Widodo perlu memastikan tak ada prosedur formal yang menghambat proses hukum kasus korupsi.

"Ini kan undang-undang yang disusun Presiden (pemerintah) bersama DPR. Semestinya Presiden Joko Widodo clear soal ini. Jangan sampai kemudian seolah-olah sepakat dua lembaga atau institusi itu bahwa ada proses-proses yang lebih sulit dalam menangani korupsi,"  kata Febri saat dihubungi KBR.

"Ini agak sensitif, jadi perlu perhatian serius dari Presiden," tambah Febri.

Dalam revisi UU MD3 pasal 245, DPR dan pemerintah sepakat bahwa pemeriksaan anggota parlemen harus berdasar pertimbangan MKD. Baru setelahnya, proses persetujuan tertulis dari presiden. 

Padahal sebelumnya, Mahkamah Konstitusi membatalkan frasa "atas izin MKD" sehingga hanya perlu persetujuan Presiden.

Menurut Febri, selama ini pimpinan KPK belum pernah diajak bicara mengenai pengubahan proses penegakan hukum dalam UU MD3 tersebut, baik oleh pemerintah maupun DPR. 

Febri mengatakan untuk menunjukkan keseriusan DPR dan pemerintah dalam pemberantasan korupsi, seharusnya pengubahan UU MD3 itu perlu dikaji ulang. Kata Febri, proses penyusunan regulasi juga semestinya melibatkan dan mempertimbangkan masukan publik.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/nasional/09-2015/mkd__surat_dari_fahri_hamzah_bukan_intervensi/76143.html">MKD: Surat dari Fahri Hamzah Bukan Intervensi</a>&nbsp;&nbsp;</b><br>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/nasional/09-2017/soal_konflik_internal_kpk__presiden__nanti_ada_yang_ngomong_intervensi/92140.html">Soal Konflik Internal KPK, Presiden: Nanti Ada yang Ngomong Intervensi</a>&nbsp;&nbsp;</b><br>
    

Editor: Agus Luqman 

  • revisi UU MD3
  • UU MD3
  • intervensi penegakan hukum
  • MKD

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!