BERITA

Meski Dokumen TPF Masih Raib, Istana Klaim Komitmen Selesaikan Kasus Munir

Meski Dokumen TPF Masih Raib, Istana Klaim Komitmen Selesaikan Kasus Munir


KBR, Jakarta - Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyatakan pemerintah tetap berkomitmen menyelesaikan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib, meski dokumen asli Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Munir belum juga ditemukan.

Hal itu disampaikan Pratikno terkait putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur yang memenangkan Sekretariat Negara melawan putusan Komisi Informasi Pusat (KIP).


Sekretariat Negara keberatan dengan keputusan KIP yang mewajibkan pemerintah menyampaikan dokumen TPF kasus Munir kepada publik, dengan alasan Setneg tidak memiliki dokumen itu. PTUN Jakarta Timur memutuskan membatalkan putusan KIP itu.


Namun, terkait upaya pencarian dokumen, Pratikno enggan berkomentar. Ia menyerahkan masalah pencarian dokumen TPF itu kepada Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto.


"Kalau kita intinya pemerintah terus-menerus berupaya memperbaiki penegakan HAM, kemudian menyelesaikan permasalahan HAM masa lalu. Terlepas dari ada atau tidak adanya (dokumen) TPF, kan itu sudah jadi komitmen pemerintahan Jokowi. (Dokumen akan tetap dicari?) Nanti Pak Menkopolhukam (yang menjelaskan), biar nggak simpang siur," kata Pratikno, Senin (20/2/2017).


Baca:


Sebelumnya,  Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur menerima gugatan Kementerian Sekretariat Negara soal dokumen Tim Pencari Fakta Kasus Pembunuhan Pejuang Hak Asasi Manusia, Munir Said Thalib.


Ketua Majelis Hakim PTUN, Wenceslaus mengatakan, berdasarkan fakta persidangan yang berjalan tertutup, Kementerian Sekretariat Negara terbukti tidak memiliki dokumen tersebut. Dengan demikian, putusan KIP soal kewajiban Pemerintah mengumumkan secara resmi kepada publik dokumen TPF pembunuhan Munir batal demi hukum.


Kepala Bidang Pengelolaan Informasi Publik, Kementerian Sekretariat Negara, Faisal Fahmi menegaskan sejak semula mereka tidak pernah menguasai, tidak memiliki, dan juga tidak mengetahui keberadaan dokumen TPF Munir.


"Fakta-fakta persidangan juga telah menunjukkan bahwa Kementerian Sekretariat Negara tidak pernah memiliki atau menguasai dokumen tersebut," kata Faisal Fahmi seperti dikutip di situs resmi Setneg.go.id.


Putusan PTUN Jakarta Timur itu belum berkekuatan hukum tetap (incraht) karena masih dapat diajukan upaya hukum kasasi dalam jangka waktu sesuai undang-undang.


Atas putusan ini, Kontas dan LBH Jakarta bakal mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Kontras juga berencana melaporkan Majelis Hakim PTUN ke Komisi Yudisial lantaran melanggar aturan MA dengan menggelar persidangan secara tertutup.


Baca juga:


Putusan PTUN itu menuai protes dari sejumlah lembaga masyarakat sipil, seperti Kontras, LBH Jakarta, Omah Munir, Setara Institute, YLBHI, Imparsial dan Paham.


Dalam keterangan tertulis kepada pers pada 16 Februari lalu, mereka menyebut putusan PTUN itu bertentangan dengan fakta-fakta. Padahal, berdasarkan fakta yang sudah terang benderang, dokumen TPF itu diserahkan secara resmi oleh TPF kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 24 Juni 2005. Dokumen pun telah diserahkan kepada Kementerian Sekretaris Negara pada 26 Oktober 2016.


"Oleh karenanya, kami akan menempuh Kasasi, mendesak Presiden Joko Widodo bertanggungjawab atas dihilangkan atau disembunyikannya dokumen TPF oleh pihak istana negara, dan jangan terus menerus lari dari tanggungjawab atas masalah ini dengan bersembunyi dibalik perangkat kekuasaan negara. Kami juga mendesak Komisi Yudisial melakukan pemantauan dan pemeriksaan terhadap Majelis Hakim Jakarta Timur Hakim yang memutus perkara ini," begitu pernyataan mereka dalam keterangan tertulis seperti dimuat di situs kontras.org.


Editor: Agus Luqman 

  • TPF Munir
  • Munir Said Thalib
  • Kemensetneg
  • Putusan KIP soal Munir
  • dokumen TPF Munir
  • Kontras
  • LBH Jakarta
  • Omah Munir

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!