BERITA

4 Fraksi Ajukan Angket Penonaktifan Ahok

4 Fraksi Ajukan Angket Penonaktifan Ahok


KBR, Jakarta- Sembilan puluh anggota DPR dari 4 fraksi mengajukan hak angket atas status jabatan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Mereka menilai pemerintah sudah melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Pemerintah Daerah karena tidak memberhentikan Ahok. Selain itu, pemerintah juga dinilai melalukan pelanggaran karena acara serah terina jabatan dilakukan masih pada masa kampanye yakni Sabtu (11/2).

Juru bicara pengaju hak angket dari Fraksi Demokrat, Fandi Utomo, mengatakan pengajuan ini sudah disetujui mayoritas anggota DPR. Namun karena keterbatasan waktu, baru sebagian tandatangan yang berhasil dikumpulkan.


"Fraksi Partai Gerindra ditandatangani oleh 22 anggota, fraksi Partai Demokrat ditandatangni oleh 42 anggota, fraksi PAN ditandatangani  10 anggota, dan PKS ditandatangani 16 anggota," ujar Fandi saat menyerahkan pengajuan ke pemimpin DPR, Senin (13/2).


Yandri Susanto dari fraksi PAN mengklaim  dukungan juga datang di luar anggota yang sudah tandatangan. PAN  menjadi satu-satunya partai koalisi pemerintah yang menandatantangani pengajuan hak angket itu.


"Bukan berarti yang tidak menandatangani mereka tidak mendukung. Saya kira semua juga mendukung supaya terang bahwa pemerintah telah melanggar UU Nomor 10 Tahun 2016 yang telah disepakati antara pemerintah dan DPR."


Pengajuan hak angket ini selanjutnya akan dibawa ke rapat paripurna untuk diputuskan. Pengambilan keputusan akan dilakukan melalui pemungutan suara. Pengajuan ini harus didukung 2/3 dari 560 anggota DPR, artinya 374 suara.


Jika dihitung berdasarkan jumlah perolehan kursi, pengajuan hak angket ini masih butuh dukungan 150 anggota. Ini jika seluruh anggota dari keempat fraksi pengaju mendukung hak angket. Total perolehan kursi mereka saat ini sebesar 223 suara.


Sementara itu sejauh ini baru PDIP dan Nasdem yang menyatakan penolakannya dengan tegas.

Gugatan PTUN

Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) menggugat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta Timur. Wakil Ketua ACTA, Ali Lubis mengatakan, gugatan tersebut meminta Majelis Hakim mewajibkan pemerintah menerbitkan SK pemberhentian sementara Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.

"Kita meminta supaya pemerintah mengeluarkan SK   pemberhentian saudara Ahok. Intinya gitu. Kita sudah mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta Timur. Pendaftaran sudah selesai," kata Ali di Bareskirm Polri, Jakarta Pusat, Senin (13/02/17).


Ali menjelaskan, dasar gugatan PTUN ini adalah pasal 83 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Aturan tersebut mengatur bahwa Kepala Daerah yang menjadi terdakwa harus diberhentikan sementara. Tindakan pidana yang dimaksud ialah yang ancaman hukuman maksimalnya lima tahun penjara.


"Meskipun dakwaan bersifat alternatif, tetap saja Basuki Tjahaja Purnama adalah terdakwa dugaan pelanggaran Pasal 156a," ujarnya.


Ia mencontohkan kasus pemberhentian sementara Bupati Ogan Ilir, Ahmad Wizar Noviadi, yang didakwa dua pasal yang ancamannya lebih dari lima tahun penjara. Ali mengatakan, Mendagri langsung memberhentikan sementara semenjak Ahmad Wizar berstatus tersangka.


"Kita bisa merujuk pada kasus pemberhentian tersebut," kata Dia.


Pasal 83 ayat 1 UU Pemerintahan daerah berbunyi;

"Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia"

Pasal itulah salah satu yang menjadi dasar Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk tak memberhentikan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok seusai cuti kampanye pilkada Jakarta.

Baca: Alasan Menteri Tjahjo tak Berhentikan Ahok


Editor: Rony Sitanggang



 

  • Anggota Fraksi Demokrat Fandi Utomo
  • Hak Angket Pemberhentian Ahok
  • Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo
  • Gubernur Basuki Tjahaja Purnama

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!