INDONESIA

Jurnalis Perempuan Peraih Penghargaan Asal Burma

"Aye Aye Win adalah satu dari sedikit jurnalis perempuan di Burma. Penghargaan itu dianggap salah satu yang paling bergengsi dalam bidang jurnalisme."

Jurnalis Perempuan Peraih Penghargaan Asal Burma
Burma, jurnalis, Aye Aye Win, kebebasan pers, Chaw Su Htwe dan Banyol Kong Janoi

Aye Aye Win adalah satu dari sedikit jurnalis perempuan di Burma.

Di rumahnya, Aye Aye Win sedang sibuk menelefon para nara sumbernya.

Di usianya yang ke-60 tahun, ia masih aktif bekerja sebagai jurnalis.

Ia mengaku saat masih kecil, dia tidak begitu pintar.

“Ayah saya dipenjara tahun 1965 setelah U Nay Win berkuasa di negara ini. Ia menulis surat ke saudara-saudara saya agar mereka rajin belajar. Sedangkan kepada saya ayah hanya berpesan agar menjaga kesehatan.”

Ayahnya Sein Wein adalah jurnalis terkemuka yang memperjuangkan kebebasan pers di Burma.

Kisahnya tentang murid-murid sekolah Jepang mengilhami Aye Aye Win untuk lebih rajin belajar.

“Ayah saya cerita kalau anak-anak Jepang belajar hingga jam 2 pagi. Itu karena mereka ingin mengejar ketinggalan dari negara lain. Karena itu tidak ada alasan saya tidak bisa melakukan banyak hal, sehingga saya bekerja dua kali lebih keras.”



Ayahnya dipenjara tiga kali dan dilarang bepergian ke luar negeri karena pekerjaannya.

Tapi darah jurnalisme mengalir dalam dirinya.

“Saya masih sangat muda saat membaca surat kabar soal Iran Selatan dan pembunuhan Martin Luther King. Saya gunting artikel itu dan menyimpannya. Saya tertarik dengan politik sejak masih muda. Saya selalu ingin menjadi seperti ayah saya.”

Awalnya sang ayah menentang keputusannya...

“Ayah saya tidak setuju karena pekerjaan ini berbahaya. Tapi kemudian dia minta saya bekerja dan membantunya. Saya menulis beberapa berita untuknya saat dia pergi. Butuh waktu 10 tahun untuk mendapat persetujuaan ayah. Kami selalu bilang kalau ini adalah kudeta keluarga.”

Aye Aye Win akhirnya mengambil alih pekerjaan ayahnya sebagai seorang koresponden yang bekerja di dalam Burma untuk sebuah perusahaan media Amerika.

Selama lebih dari 20 tahun, ia meliput banyak persidangan dan penderitaann di Burma – mulai dari protes yang dipimpin para biksu pada 2007, topan Nargis pada 2008 hingga munculnya pemerintahan sipil semu pada 2011. 

Ia masuk dalam daftar orang yang diawasi pemerintah karena dia bekerja bagi kantor berita asing.

“Kami mendapat ancaman dari intelijen militer setelah artikel-artikel saya diterbitkan. Tapi saya mengikuti prinsip jurnalisme. Saya menulis dan menghadapi konsekuensinya, apapun itu. Suami saya sering bertanya apakah saya lebih suka daging babi kering atau sapi untuk dikirimkan kalau saya tertangkap.”  

Pada 2007, ia meliput demonstrasi yang dipimpin para biksu untuk menentang pemerintah militer di Ranggon. Ia berjalan kaki di jalanan saat para prajurit menembaki para pengunjuk rasa.   

Baru-baru ini, ia mendapat penghargaan dari Sekolah Jurnalisme Missouri di Amerika Serikat karena ‘dedikasinya menjalankan jurnalisme yang jujur dan berani’.

“Bahkan pemerintahan demokratis tidak suka diawasi media. Tapi media dan pemerintah bisa bekerja sama untuk kebaikan masyarakat. Saat media menulis tentang korupsi, pemerintah bisa mencari tahu siapa yang melakukan kesalahan dan  memperbaikinya.”

Nyein Nyein Naing yang berusia 30 tahun adalah direktur eksekutif 7-day news, sebuah surat kabar lokal yang berpengaruh di Burma.

Bagi Nyein, Aye Aye Win adalah panutannya.

“Di antara para jurnalis senior yang lain, pertanyaan dia sangat tajam. Penampilan dan dan pertanyaannya juga cerdas. Saya terinspirasi dengan tata bahasa dan cara yang dia pakai untuk bertanya. Dia bukan hanya panutan para jurnalis perempuan muda tapi juga jurnalis pria.”

Kini Aye Aye Win ingin melanjutkan perjuangan sang ayah..

“Saya ingin melakukan sesuatu yang pernah ayah saya lakukan, yaitu memperjuangkan kebebasan pers dan membentuk Dewan Pers. Saya ingin memastikan warisan ayah saya terus dilanjutkan untuk kepentingan generasi mendatang.”


  • Burma
  • jurnalis
  • Aye Aye Win
  • kebebasan pers
  • Chaw Su Htwe dan Banyol Kong Janoi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!