BERITA

Pemerintah Kosongkan Paksa Panti Wyata Guna, Forum Tunanetra: Ini Masih Sengketa

Pemerintah Kosongkan Paksa Panti Wyata Guna, Forum Tunanetra: Ini Masih Sengketa

KBR, Jakarta - Pemerintah mengeluarkan paksa puluhan pelajar tunanetra dari panti Wyata Guna, Bandung.

Menurut Dirjen Rehabilitasi Sosial di Kementerian Sosial (Kemensos) Edi Suharto, tindakan itu diambil karena pengubahan status bangunan dari 'panti' menjadi 'Balai Rehabilitasi Sosial Disabilitas Terpadu'.

"Salah satu konsekuensi dari transformasi tersebut, adanya batas waktu bagi para penerima manfaat sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan. Hal ini ditujukan agar mereka dapat berkumpul kembali dengan keluarganya, mandiri serta berkiprah di masyarakat. Ini yang kita sebut inklusi," jelas Edi di situs Kemensos, Kamis (16/1/2020).

Kepala Balai Wyata Guna Sudarsono juga mengklaim hal ini sudah dipersiapkan sejak lama.

"Pengelola balai bahkan telah memberikan toleransi kepada para penerima manfaat hingga bulan Juli 2019. Di mana mereka seharusnya meninggalkan balai sejak Juni 2019," jelas Sudarsono di situs Kemensos.

"Kami sudah secara persuasif meminta penerima manfaat untuk berinisiatif mematuhi ketentuan. Sebab, banyak penyandang disabilitas Sensorik Netra lainnya yang antre untuk masuk balai dan mendapatkan pelayanan," kata Sudarsono lagi.


Forum Tunanetra: Status Bangunan Masih Sengketa

Berbeda dengan klaim pemerintah, Forum Penyelamat Pendidikan Tunanetra (FPPT) justru menyebut status bangunan Wyata Guna masih sengketa.

Karena itu, FPPT menilai pemerintah tidak berhak melakukan pengosongan bangunan secara paksa, sebelum adanya putusan dan rekomendasi dari Ombudsman.

"Ombudsman juga sudah turun untuk menghampiri, karena ini (Wyata Guna) masih dalam sengketa, ya jangan dulu lakukan tindakan-tindakan. Sudah diminta oleh Ombudsman seperti itu. Ini kan masih dalam sengketa, belum jelas ada keputusannya. Di samping itu, kami tengah mengajukan ke pengadilan," kata Ketua FPPT Basri saat dihubungi KBR, Kamis (16/1/2020).

Menurut Basri, Pemda Jawa Barat sudah menawarkan agar pelajar Wyata Guna pindah ke UPTD Panti Sosial Rehabilitasi Dinsos yang berlokasi di Cibabat, Kota Cimahi. Namun, ada sebagian pelajar yang menolak dipindahkan ke sana.

"Mereka terpaksa, tidak punya tempat, belum punya kontrakan. Sekarang baru proses negosiasi jasa dari Pemda Jabar mau nampung di Cibabat, tapi ditolak, karena jauh, dan mereka ingin kembali ke sini (Wyata Guna) karena mereka masih merasa berhak," kata Basri.

Basri pun menuntut agar Peraturan Menteri Sosial (Permensos) yang mengubah panti Wyata Guna menjadi Balai Rehabilitasi Sosial itu dicabut. Masalahnya, dengan status balai, pelajar hanya bisa mendapatkan fasilitas di Wyata Guna selama maksimal enam bulan saja. 


KSP: Itu Sudah Sesuai Prosedur

Di kesempatan terpisah, Tenaga Ahli Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP) Sunarman Sukamto menyatakan pengalihan status panti menjadi balai itu sudah sesuai prosedur.

Ia menjelaskan, Balai Rehabilitasi Sosial Disabilitas Terpadu itu nantinya akan menampung penyandang disabilitas dari berbagai daerah di Indonesia.

"Balai itu nantinya bersifat nasional, bukan lagi panti yang bisa digunakan untuk tinggal selama bertahun-tahun," jelas Sunarman kepada KBR, Kamis (16/1/2020).

Meski begitu, Sunarman menyatakan bakal menemui pelajar disabilitas Wyata Guna yang 'terusir' itu pekan depan.

"Minggu depan saya rencana ke sana ketemu teman-teman, melihat situasinya di Wyata Guna seperti apa, dan solusi yang bisa diterima teman-teman difabel ini apa sebetulnya. Kalau misalnya hambatannya transportasi, ya nanti kita coba dorong bagaimana Pemprov (Jawa Barat) bisa menjawab kebutuhan itu. Kalau tidak, ya sampai kapanpun teman-teman akan susah menerima untuk pindah," kata Sunarman.

Editor: Agus Luqman

  • Balai Wyata Guna
  • wyata guna
  • tunanetra
  • disabilitas
  • kementerian sosial

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!