HEADLINE

Tanda Tangan Sudah Ada, Ini Penyebab Jemaat Gereja Filadelfia Medan Tak Boleh Beribadah

Tanda Tangan Sudah Ada, Ini Penyebab Jemaat Gereja Filadelfia Medan Tak Boleh Beribadah

KBR, Medan- Jemaat Gereja Bethel Indonesia (GBI) Filadelfia di  Griya Martubung, Medan Labuhan, Kota Medan, Sumatera Utara tak boleh lagi   menggelar kegiatan ibadah.  Menurut Camat Medan Labuhan, Arrahmaan Pane, salah seorang perwakilan GBI Philadelfia yaitu Pendeta Jans Fransman Saragih, sudah menandatangani surat perjanjian, untuk menghentikan kegiatan-kegiatan peribadatan, sampai seluruh dokumen persyaratan dipenuhi.

"Sampai sekarang kondisinya tidak ada masalah. Kapolsek Medan Labuhan menyatakan untuk minggu depan diyakini tidak ada ibadah di rumah tersebut sampai menunggu diurus izinnya," katanya di Medan, Senin (14/1/2019).

Selain membantah adanya aksi penggerudukan oleh sejumlah warga, Camat Medan Labuhan, Arrahmaan Pane mengatakan, aksi yang dilakukan warga perumahan Griya Martubung, hanya untuk meminta komitmen gereja supaya menaati hasil-hasil keputusan rapat bersama yang dilakukan pada 6 Desember. Dia mengklaim,  rapat memutuskan  rumah yang dialih-fungsikan sebagai tempat ibadah itu, hanya berlangsung selama Desember saja, atau untuk perayaan Natal dan Tahun Baru.

"Perlu diluruskan di situ tidak ada gereja. Jadi yang berkembang di media sosial ini warga atau ormas menggeruduk gereja. Sementara yang hadir di situ masyarakat tidak ada ormas jadi ini banyak dipolitisir. Tidak ada gereja yang ada rumah dijadikan tempat ibadah," ucap Arrahmaan.

Senada disampaikan Kepala Kantor Kemenag Kota Medan, Al Ahyu. Dia mengklaim tak ada warga yang menggeruduk.

"Informasi kami terima bahwa kekecewaan masyarakat, sehingga terjadi aksi ini karena jemaat GBI Filadelfia tidak mematuhi kesepakatan yang telah dicapai. Bahwa kegiatan ibadah tidak dilakukan sebelum ada izin dari pihak yang berwenang. Sedangkan pendeta dan jemaat berjanji akan mengurus izin itu. Dalam pertemuan beberapa waktu lalu diambil kesepakatan pihak jemaat diberi waktu hingga Desember 2018 selesai Natal untuk memperoleh izin," katanya di Medan, Senin (14/1/2019).

Izin untuk mengalihfungsikan bangunan rumah tinggal menjadi tempat ibadah belum diperoleh pihak jemaat GBI Filadelfia tapi masih berlangsung kegiatan-kegiatan ibadah. Hal tersebut yang diprotes masyarakat.

"Intinya tidak ada penyerangan dan penggerudukan. Hanya ada aksi protes. Di situ tidak ada gereja. Di situ hanya ada rumah tempat tinggal yang digunakan untuk kegiatan ibadah. Sepanjang persyaratan dipenuhi itu tidak ada masalah. Itu rumah tempat tinggal tapi dialihkan sebagai tempat ibadah. Itu yang tidak boleh. Kalau mendirikan rumah ibadah harus ada prosedurnya. Ini berlaku bukan hanya untuk gereja tapi semua rumah ibadah," jelasnya.

Tapi menurut  Pendeta  GBI Filadelfia Medan, Parulian Tampubolon ada intimidasi sekelompok orang terhadap jemaat. Dia  mengklaim sudah memenuhi dan menyelesaikan persyaratan yang diminta, namun  Kecamatan dan kelurahan tak kunjung mengeluarkan izin tersebut.

"Saat itu belum dikeluarkan, tetapi dalam proses pembangunan dan Pak Pendeta sudah memohonkan dan sudah berkoordinasi dengan pihak kelurahan serta kecamatan. Pihak kelurahan dan kecamatan itu menyarankan dikeluarkan rekomendasi, agar meminta tanda tangan dari 60 warga setempat dan 90 Jemaat gereja, tanda tangan itu sudah selesai prosesnya. Dilakukan oleh Pak Pendeta. Ketika Pak Pendeta sudah menyelesaikan tugasnya mengajukan permohonan kepada kecamatan dan kelurahan, justru pihak kelurahan dan kecamatan yang tidak mengeluarkannya atau alasan menundanya," klaim  Parulian saat dihubungi KBR, Senin (14/1/2019).

Parulian  menuturkan sekitar tiga bulan yang lalu,  sudah berkoordinasi dengan kecamatan dan kelurahan setempat. Namun, kata Parulian yang menjadi kendala belum turunnya perizinan itu lantaran tidak adanya sidik jari atau cap jempol dari masing-masing warga maupun jemaat yang dimintai tanda tangan.

"Kalau tanda tangan dan KTP kan sudah ada. Ketika di awal pemberitahuan, Camat tidak menyatakan harus   ada cap jempol atau sidik jari. Katanya, ini peraturan baru. Peraturan cap jempol dan sidik jari ini menurut kita mengada-ada," terang Parulian.

Parulian  meminta perhatian negara  untuk hadir dalam setiap permasalahan masyarakat, terutama yang berkaitan dengan hak dasar warga negara terhadap keyakinan dalam menjalankan ibadah.

"Negara harus berperan, dalam artian negara itu harus bisa memberikan fasilitasi dan juga memberikan melindungi masyarakat," pinta Parulian.

Aksi sekelompok orang yang melarang jemaat Gereja Filadelfia beribadah  itu menuai kecaman. Staf Advokasi ELSAM, Muhammad Fuad mengatakan kasus ini menambah  deret kasus pelanggaran Hak atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) yang telah dijamin dalam UUD 1945.

Kata dia, kasus pengadangan itu harus direspon dengan baik agar tidak menjadi gerbang dan kesempatan terjadinya kasus-kasus lain di Indonesia.

"Beberapa kasus yang ada, terkait dengan kasus kebebasan beragama yang kemudian sebelumnya terjadi di kasusnya Ibu Meliana kemudian kasus (GBI Filadelfia) di Medan ini. Sebenarnya kalau kemudian kasus seperti ini dibiarkan dan tidak direspon maka kemudian kasus ini akan  merambat kepada kasus-kasus lainnya. Dalam hal ini Pemerintah harus menjamin pilihan masyarakat, dalam menentukan agamanya masing-masing," kata Fuad saat dihubungi KBR, Senin (14/1/2019).

Dia  mendorong Walikota Medan, FKUB, Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkompimcam) untuk segera mencari solusi penyelesaian masalah untuk menjamin  pelaksanaan Ibadah bagi Jemaat Filadelfia. Dia juga meminta Wali Kota Medan untuk turun langsung, dan memecat  Camat dan Lurah jika terbukti menghambat proses pemberian izin.

"Intinya mendorong pemerintah daerah, dalam hal ini Wali Kota Medan untuk turun tangan langsung di kasus ini Intinya kalau kita lihat dari beberapa rilis bahwa ini kan persoalannya dikatakan bahwa pihak pemerintah di tataran Kecamatan dan kelurahan dalam tanda kutip mempersulit pengurusan Izin pengurusan Izin," ujar Fuad.

Editor: Rony Sitanggang

  • Gereja disegel
  • gereja filadelfia medan
  • Toleransi
  • Intoleransi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!