BERITA

Direktur PT Borneo Lumbung Energi dan Metal Bantah Beri Uang ke Eni Saragih

Direktur PT Borneo Lumbung Energi dan Metal Bantah Beri Uang ke Eni Saragih

KBR, Jakarta - Direktur PT Borneo Lumbung Energi dan Metal, Nenie Afwani menampik pernah memberikan sejumlah uang kepada Eni Maulani Saragih, terdakwa kasus suap proyek PLTU Riau-1, melalui tenaga ahlinya, Tahta Maharaya.

"Mohon maaf, Pak. Saya tidak pernah memberikan uang," katanya dalam sidang lanjutan proyek PLTU Riau-1 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (2/1/2018).


"Mungkin bukan saksi yang memberikan, mungkin melalui misalnya resepsioniskah atau satpamkah. Pernah ga? Tanya Jaksa KPK.


"Tidak," tegas Nenie.


Dalam dakwaan Eni Maulani Saragih, politikus partai Golkar itu diketahui menerima gratifikasi dari bos-bos perusahaan yang bergerak di minyak dan gas, salah satunya dari PT Borneo Lumbung Energi dan Metal, Samin Tan.


Perusahaan itu memiliki anak perusahaan PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) yang bergerak di pertambangan batubara.


Samin Tan meminta bantuan Eni perihal permasalahan pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT AKT dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM).

Eni diketahui menyanggupi itu dengan memfasilitasi pertemuan antara Kementerian ESDM dengan PT AKT.


Sekitar Juni 2018, Eni meminta sejumlah uang kepada Samin Tan untuk keperluan pilkada suaminya, Muhammad Al Khadziq.


Samin Tan kemudian merespon dengan memberikan uang melalui Direktur PT Borneo Lumbung Energi dan Metal, Nenie Afwani sejumlah Rp4 miliar secara tunai, lewat tenaga ahlinya Tahta Maharaya.


Berikutnya, Eni kembali meminta tambahan uang kepada Samin Tan dan pengusaha batubara itu pun kembali memberikan Rp1 miliar pada bulan Juni 2018.


Selain itu, penerimaan gratifikasi lainnya berasal dari Direktur PT Smelting, Prihadi Santoso.


Eni, kata Jaksa KPK, menerima uang Rp250 juta secara bertahap karena telah memfasilitasi pertemuan Prihadi dengan Kementerian Lingkungan Hidup, yaitu Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 KLHK, Rosa Vivien Ratnawati.


Pertemuan itu dimaksudkan agar PT Smelting diizinkan mengimpor limbah peleburan tembaga yang tergolong Bahan Berbahaya Beracun (B3).


Kemudian, penerimaan gratifikasi selanjutnya berasal dari Direktur PT One Connect Indonesia, Herwin Tanuwidjaja.


Eni meminta uang kepada Herwin karena telah memfasilitasi pertemuan antara perusahaan itu dengan pihak KLHK supaya bisa mengimpor Bahan Berbahaya Beracun, yaitu limbah tembaga untuk diolah menjadi copper slag.


Copper sag merupakan bahan campuran produksi semen yang diperoleh dari olahan limbah industri peleburan tembaga.


Atas bantuannya itu, Eni meminta uang 40.000 dollar Singapura dan Rp100 juta kepada Herwin guna keperluan pilkada suaminya yang terpilih sebagai Bupati Temanggung.


Kemudian, penerimaan gratifikasi keempat terjadi pada bulan Mei 2018, yaitu datang dari Presiden Direktur PT Isargas, Iswan Ibrahim.


Eni meminta uang sejumlah Rp250 juta dalam pertemuannya di Gedung DPR dan uang tersebut juga untuk keperluan pilkada suaminya.

Dalam persidangan, Eni bahkan keberatan dengan kehadiran suaminya, Muhammad Al Khadziq sebagai saksi dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta.

"Saya keberatan, Yang Mulia. Karena saksi, Bapak yang hadir merupakan suami saya," kata Eni.

Atas keberatan tersebut, majelis hakim kemudian mempersilakan Al Khadziq meninggalkan ruang sidang.

Al Khadziq yang merupakan Bupati Temanggung itu sejatinya dijadwalkan menjadi saksi dalam sidang lanjutan dengan terdakwa bekas Wakil Ketua Komisi VII DPR tersebut. Selain dia, sidang kali ini juga akan menghadirkan enam orang saksi lainnya, di antaranya bekas Sekjen Partai Golkar, Idrus Marham, Pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal, Samin Tan, Direktur PT Borneo Lumbung Energi dan Metal, Nenie Afwani, Direktur PT One Connect Indonesia, Herwin Tanuwidjaja, Wasekjen Golkar, Sarmuji, Presiden Direktur PT Isargas, Iswan Ibrahim. 

Eni didakwa melanggar Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang‎ Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Editor: Kurniati 

  • PLTU Riau-1
  • jaksa KPK
  • Eni Saragih
  • Partai Golkar
  • Pengadilan Tipikor

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!