RUANG_PUBLIK

Debat Capres, Apakah Pengaruhi Pilihan? Ini Hasil Riset Peneliti

Debat Capres, Apakah Pengaruhi Pilihan? Ini Hasil Riset Peneliti

Menuju Pemilu 2019, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menggelar acara debat Capres-Cawapres sebanyak lima kali, dimulai dari bulan Januari sampai Maret 2019. Tema debatnya terbentang luas mulai dari soal korupsi, pangan, energi, pendidikan, sampai soal ideologi dan ekonomi.

Di momen inilah para calon pemimpin bisa memperkenalkan visi-misi dan berbagai program kerjanya kepada publik. Di momen ini juga mereka bisa adu kebolehan silat lidah dengan lawan politiknya secara langsung.

Sebagai tontonan, acara debat Capres tentu sangat menarik untuk diikuti. Tapi, apakah debat ini benar-benar mampu mempengaruhi hasil Pemilu mendatang?

Studi Kasus: Debat Capres di AS

Sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, Amerika Serikat (AS) sudah jauh lebih akrab dengan tradisi debat Pemilu dibanding Indonesia.

Sejak  1960 AS sudah menyelenggarakan debat Capres yang disiarkan secara nasional. Setiap kali debat digelar, animo masyarakatnya juga selalu tinggi.

Saking meriahnya respon publik terhadap debat Capres di AS, Denise-Marie Ordway, seorang jurnalis Amerika yang pernah masuk dalam nominasi Pulitzer, pernah menyebut acara politik ini mirip seperti Super Bowl (acara pertandingan sepak bola Amerika yang sangat digemari dan ditunggu-tunggu).

Apakah itu artinya debat Capres merupakan kampanye politik yang efektif? Ternyata tidak juga. Menurut temuan sejumlah peneliti, kendati selalu menarik perhatian publik, nyatanya acara debat Capres kerap tidak berpengaruh pada penentuan pemenang Pemilu.

Debat Capres Tidak Mempengaruhi Hasil Pemilu AS

Robert Erikson dan Christopher Wlezien, ilmuwan politik yang menulis buku The Timeline of Presidential Elections (2012), pernah membahas fenomena ini secara mendalam. Dalam bukunya, mereka menjelaskan bahwa selama lima puluh tahun terakhir acara debat tidak memberi pengaruh signifikan pada hasil Pemilu AS.

Robert Erikson dan Christopher Wlezien sampai pada kesimpulan itu setelah memeriksa berbagai hasil jajak pendapat dari Pemilu 1952 sampai 2008. Berbagai survey itu memperlihatkan bahwa Capres pilihan masyarakat sebelum dan sesudah debat umumnya tetap sama. Kalaupun ada yang berubah, jumlahnya cenderung kecil dan tidak berdampak signifikan pada hasil pemilihan.

Hal serupa juga terlihat dalam data yang dilansir NBC News. Menurut hasil poling mereka, dalam enam kali Pemilu AS (tahun 1992 sampai 2012) acara debat politik tidak mampu mengubah posisi para kandidat. Pasangan Capres-Cawapres yang sudah memiliki banyak dukungan sebelum debat, umumnya akan tetap kuat sampai periode debat berakhir. Begitupun sebaliknya, Capres-Cawapres yang sejak awal pendukungnya sedikit, akan tetap kalah di akhir pemilihan.

Catatan dari Debat Capres Indonesia 2014

Tidak jauh berbeda dengan di AS, ternyata debat Capres di Indonesia juga tidak berpengaruh besar pada hasil Pemilu.

Hal ini pernah disampaikan oleh The Indonesian Institute, badan riset politik yang berbasis di Jakarta. Menurut catatan mereka, survei semasa Pemilu 2014 menunjukkan bahwa sejumlah responden tetap memilih capres jagoannya, meskipun mengakui capres lawan lebih unggul dalam debat.

Debat Capres: Ajakan Memilih Secara Rasional

Sampai saat ini memang belum ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa debat Capres bisa berdampak besar bagi hasil akhir Pemilu.

Meski demikian, acara debat Capres sudah selayaknya kita lihat sebagai ajakan KPU kepada masyarakat Indonesia untuk ikut memilih secara rasional. Acara ini juga menjadi salah satu media pendidikan politik yang membantu masyarakat untuk mengenal calon pemimpinnya.

Jadi, keunggulan apa yang membuat mereka pantas terpilih menjadi pemimpin? Apa cita-cita mereka untuk Indonesia? Pasangan Capres-Cawapres mana yang bisa membawa lebih banyak kebaikan untuk kehidupan bersama?

Mari cari jawabannya dalam rangkaian debat mendatang.


(Dari berbagai sumber)

  • debat capres
  • pemilu
  • Pemilu 2019

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!