BERITA

Reklamasi Teluk Jakarta, Kemendagri Persilakan Koalisi Adukan Pergub Panduan Rancang Kota

""Plt Gubernur saya kira mau dialog. harusnya duduk bareng terus dialog, mana yang tepat dan strategis,""

Reklamasi Teluk Jakarta, Kemendagri Persilakan Koalisi Adukan Pergub Panduan Rancang Kota
Ilustrasi: Reklamasi teluk Jakarta. (Foto: Antara)


KBR, Jakarta- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mempersilakan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta jika ingin melaporkan Peraturan Gubernur Nomor 206 tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, D dan E hasil reklamasi pantai utara Jakarta.  Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri, Widodo Sigit Pujianto mengatakan, jika memang ada aduan soal itu, dia  akan memanggil Gubernur DKI atau Pltnya soal pertimbangan menerbitkan Pergub.

Meski begitu Widodo  menyakini sudah ada pertimbangan hukum yang diambil Gubernur dalam menerbitkan satu aturan. Seperti adanya proses partisipasi dan konsultasi publik di masyarakat. Meski, hal itu dituding koalisi tidak dilaksanakan Gubernur. Hal itu, kata dia akan dibuktikan dengan dialog dengan Pemprov.

"Jadi kalau warga masyarakat Jakarta yang tidak cocok, tidak pas, tidak setuju, silakan gugat. Sebelum gugat cek dulu, untung ruginya, kenapa ini keluar. Plt Gubernur saya kira mau dialog. harusnya duduk bareng terus dialog, mana yang tepat dan strategis," ujarnya kepada KBR, Senin (16/1/2017).


"Pasti Plt punya justifikasi. Kan pemerintah juga tidak akan sewenang-wenang sebelum mengeluarkan aturan,"ungkapnya lagi.


Sebelumnya, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta berencana melaporkan Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok, yang menerbitkan Pergub 206/ 2016, dua hari sebelum cuti. Pergub dinilai menyalahi hukum. Menurut anggota koalisi dari LBH Jakarta Tigor Hutapea, ada dua cara yang akan ditempuh koalisi. Di antaranya, eksekutif review dan legislatif review.


"Upaya yang akan dilakukan adalah legislatif review adalah melakukan jucial review kepada Mahkamah Agung atau eksekutif review, melaporkan ini ke Kemendagri. Bahwa ada satu peraturan yang secara substansi dan proseduralnya banyak bertentangan dengan peraturan lain, dan banyak bertentangan dengan aturan yang belum diatur," ungkapnya.


Koalisi juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) turun untuk mendesak Pergub dicabut. Koalisi menilai Pergub akan dijadikan landasan hukum bagi para pengembang di Pulau C dan D untuk terus membangun properti mereka.


""KLHK menjadi Second Line Enforcement, penegakan hukum lapis kedua. Loginya dia bisa melakukan upaya hukum yang merusak lingkungan. Ketika dia tidak mengindahkan kaidah-kaidah lingkungan, secara porsedur ya, dan pelanggaran lain sudah ada, dia harusnya bisa melakukan intervensi," kata Ketua Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Marthin Hadiwinata.


Martin menambahkan Penerbitan Peraturan Gubernur Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota (PRK) Pulau C, D dan E, oleh Basuki Tjahaja Punama dinilai melanggar aturan. Semisal Pergub tidak menyertakan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, padahal itu penting. Pergub yang terbit dua hari sebelum Ahok cuti pilkada itu, juga tidak berdasarkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis KLHS. Ditambah, status reklamasi  teluk Jakarta yang masih di moratorium. Seharusnya, tidak muncul aturan baru saat status masih dibekukan sementara.


"Karena ngga ada dasarnya. Peta indikatif yang mereka buat dasarnya apa. RTRW tidak membuat pembagian wilayah, arsiran wilayah. Itu harusnya diturunkan dalam rencana detail tata ruang, atau peraturan rencana zonasi, bentuknya Perda. Itu tidak ada, tetapi tiba-tiba mereka menerbitkan PRK, kalau itu kan tidak punya dasarnya," ungkap Martin di Kantor LBH Jakarta, Senin (16/1/2017).


Martin menambahkan Pergub juga diterbitkan sepihak. Artinya tanpa proses partisipasi warga maupun organisasi lingkungan.

"Sangat jelas tidak ada proses pelibatan masyarakat maupun konsultasi publik bahkan sosialisasi dalam perumusan hingga terbitnya beleid ini,"ujarnya.

Editor: Rony Sitanggang

  • Peraturan Gubernur Nomor 206 tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C
  • D dan E
  • Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri
  • Widodo Sigit Pujianto
  • Pengacara LBH Jakarta Tigor Hutapea
  • Ketua Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Marthin

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!