BERITA

Teroris Tak Harus Ditembak Mati, Bisa Diajak Dialog

Teroris Tak Harus Ditembak Mati, Bisa Diajak Dialog

KBR68H, Jakarta - Ditemukannya daftar nama sejumlah Vihara dalam lokasi penggerebakan terduga teroris di Ciputat, Tangerang Selatan, kemarin, diduga merupakan sebuah pergeseran pola teroris yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu. Juru Bicara Kepolisian Indonesia Boy Rafli Amar, pergeseran pola teroris dari rumah peribadatan, yang target semula gereja, kini menjadi Vihara. Hal ini terlihat dari ledakan di Vihara Ekayana pada beberapa waktu lalu yang dilakukan oleh kelompok teroris.

Pengamat teroris menduga jaringan teroris yang ditembak mati Densus Anti Teror di Banyumas dan Tangerang Selatan merupakan jaringan dari Nurul Haq. Jaringan Nurul Haq merupakan buron teroris yang terlibat penembakan kepolisian di Pondok Aren, Tangerang Selatan. Seperti apa sebenarnya kelompok Nurul Hidayat ini? Simak perbincangan penyiar KBR68H Agus Luqman dan Rumondang Nainggolan dengan pengamat teroris Noor Huda Ismail dalam program Sarapan Pagi.

Apa yang Anda ketahui dari kelompok Nurul Hidayat dan juga Nurul Haq?

Saya kira 2013 ini kita ada dua kelompok besar yang bermain. Kelompok pertama itu kelompok Abu Roban adalah yang membentuk MIB (Mujahidin Indonesia Barat) yang fungsi utamanya adalah fundraising, sehingga kalau kita lihat kasus-kasus fa’i itu dilakukan oleh faksi ini. Kemudian faksi kedua ini dilakukan adalah jaringannya Abu Umar yang ditangkap di wilayah Bandung dan seluruh persenjataannya. Kemudian ada pecahan kelompok kecil yaitu kelompok Sigit yang tujuannya menghantam vihara dan diantara itu kemudian bekerjasama maka muncul sempalan-sempalan kelompok kecil ini. Sasarannya ada tiga, satu untuk fundraising dengan mengambil uang-uang di perbankan dan emas, kedua menyerang aparat karena mandatnya dari kelompok Santoso itu jelas membalas serangan kepada polisi, kemudian terakhir kelompok vihara yang menariknya adalah proses rekrutmennya melalui Facebook. Ketika melalui Facebook inilah kemudian mendapat kritikan, tapi bukan ketika si Sigit ditangkap kemudian perencanaan mundur tapi kemudian dikembangkan lebih lanjut lagi dengan bersinergi tiga kelompok ini. Ketika penggerebekan itu yang ditemukan ada uang dan juga persenjataan, ini menunjukkan ada semacam konsorsium tiga kelompok ini.
 
Jadi ada keterkaitan tiga kelompok ini untuk saling menyokong ya?

Betul. Ini bukan pola baru proses menyokong antarkelompok, misalnya peristiwa Cirebon dan ada hubungannya dengan jaringan yang ada di Solo. Dulu ketika pelarian Cirebon ke Solo kemudian dia dititipkan kepada jaringannya Sigit Qardhawi, ketika melarikan diri malah diajari bikin bom maka kelompoknya Sigit yang dulunya laskar maka naik kasta menjadi kelompok teroris ini. Juga pelatihan militer yang ada di Aceh dulu awalnya mereka hanya bikin pelatihan dalam bentuk sel-sel saja, tetapi kemudian bersinergi dengan Dulmatin, Dulmatin bilang bantuin kelompok kami maka kelompok ini membantu. Jadi memang sinergi itu selalu muncul dalam kelompok-kelompok ini karena dua hal, yaitu kasus pertemanan cuma beda visi dan juga karena persaudaraan.

Di Ciputat ini apakah didikan dari Sigit Indrajit?

Bukan. Sigit Indrajit itu justru rekrutan awal yang dari Darul Islam, tapi kemudian di Darul Islam dia kecewa karena kelompoknya yang tidak cukup progresif maka dia membentuk sendiri.

Apakah pola serangannya masih dengan cara-cara lama?

Saya kira mereka ini pada taraf penggalangan dana dan menyerang kepentingan-kepentingan Budha, terutama dengan vihara yang ada hubungannya bagaimana peristiwa yang terjadi di Myanmar. Jadi memahami konteks terorisme yang ada di Indonesia tidak bisa lepas dari geopolitik regional maupun internasional. Apapun yang terjadi di internasional pasti akan berpengaruh terhadap dinamika di sini, misalnya dulu kalau kita merujuk pada 25 tahun yang lalu misalnya Afghanistan ada 350 orang Indonesia ke sana, ada konflik Mindanau ada ratusan orang Indonesia ke sana, dan seterusnya. Dengan adanya internet ini komunikasi sangat cepat, mobilisasi massa juga lebih egaliter, dan ada dukungan grup maka jadilah kelompok ini.

Apa lagi menurut Anda tempat yang paling memungkinkan untuk dijadikan sasaran?

Sebetulnya mereka ada namanya common enemy, musuh bersama. Kalau hari ini yang sangat mengkhawatirkan akan menjadi sasaran adalah kepentingan umat Syiah, umat Islam yang bermazhab Syiah karena ada hubungannya dengan apa yang terjadi di Syiria. Karena rezim Syiria hari ini rezimnya Syiah kemudian berhadapan dengan kelompok Sunni dan kelompok Syiah ini jumlahnya jutaan. Kelompok Sunni ini mulai khawatir, sudah mulai ada diskusi-diskusi terutama kalau kita mengikuti perdebatan di internet Syiah ini yang kemudian menjadi tujuan selanjutnya dalam aksi-aksi mereka.

Kelompok Sigit, kelompok Abu Roban, dan sebagainya akan mengarahkan pada kelompok Syiah?

Kalau dari kelompok kecil ini saya kira belum ya. Yang ketangkap kemarin lebih fokusnya kepada membalas aparat, fa’i, dan kepentingan umat Budha di sini karena ada hubungannya dengan kasus Myanmar. Ini sama ketika kita membaca konflik Ambon, Poso itu kemudian melahirkan pengeboman yang ada di Atrium itu. Jadi ketika saya silaturahmi dengan yang terlibat pengeboman di Atrium itu saya tanya kenapa pilih Atrium, dia bilang kalau saya mau meledakkan gereja saya bisa tetapi ketika memasang di Atrium saya ingin berpesan bahwa kita bisa membalas Anda, kamu jangan main-main. Sama saja dengan di sini, maka nanti yang diserang itu bukan vihara yang besar dan dijaga tapi vihara yang tidak cukup penjagaan supaya pesannya itu sampai bahwa umat Islam yang ada di Myanmar itu sekarang mengalami penindasan dari kaum Budha. Kalau kalian tidak melakukan tindakan yang signifikan kita di sini juga bisa membalas dengan cara begitu, kira-kira pesan yang ingin disampaikan begitu.

Di lokasi penggerebekan ada 30 daftar nama-nama vihara yang kemungkinan dijadikan sasaran, dengan kekuatan dari kelompok Sigit ini apakah daftar nama itu jadi sasaran semuanya atau sebagian?

Kira-kira kalau kita melihat dari BAP yang terdahulu memang mereka prediksinya survei. Tetapi ketika survei tidak semuanya dilakukan tapi yang paling mungkin dilakukan, ya tidak mungkin 30 itu dilakukan. 


Dalam penggerebekan teroris pasti banyak teroris yang tewas ditembak polisi. Apakah ini bisa juga menjadi pemicu balas dendam munculnya teroris-teroris baru?


Saya kira jawabannya pasti. Kalau misalnya setiap ada acara pemakaman para tersangka teroris itu dia disambut bak pahlawan, spanduk dimana-mana “selamat datang syuhada” dan ada pesan yang penting “lanjutkan perjuangan”. Itu sangat inspiratif dan kalau Anda datang ke pemakaman mereka ini sebuah proses spriritual bagi mereka. Jadi yang kita khawatirkan sejak tahun 2002 sampai hari ini adalah ada 80 tersangka teroris yang tewas, dari pihak kepolisian kalau tidak salah sekitar 30 personel.

Kemudian yang jadi pertanyaan seringkali dalam penggerebekan ini selalu ada yang tewas, apakah tidak ada cara lain melumpuhkan dengan tidak menembak mati?

Kalau saya tanya teman-teman di kepolisian, "loh mas saya ini diserang dan mau mati, gimana saya nggak mbales?" memang jawaban itu bisa diterima karena di lapangan. Coba kalau kita merujuk, praktik penangkapan teroris yang ada di Israel, ketika terorisnya disangka ada di gedung, mereka menggunakan mikorofon besar, diminta keluar untuk menyerahkan diri kalau tidak gedungnya dihancurkan dengan buldozer. Itu salah satu cara, cara kedua adalah kita tidak hanya bagaimana sebetulnya kita melihat ulang kenapa polisi bertindak seperti itu, saya kira adalah kegagalan sistem keamanan di Indonesia pasca reformasi dimana antarelemen yang menopang keamanan kita tidak berjalan dengan baik. Karena kalau misalnya penyerangan di Ciputat itu ada kepala desanya, ada struktur pemerintahan. Itu yang belum dimaksimalkan sehingga ketika polisi berjalan malam hari ya dia dibiarkan sendiri saja. Bayangkan kalau itu kemudian dikepung oleh masyarakat atau fungsi intelijen diperkuat sehingga kemudian ketika ada informasi itu kerja intelijen lebih cepat.

Ini menunggu dulu ya?

Iya. Ini menurut saya itu kemungkinan tapi mengintai bukan keahlian saya tapi paling tidak itu pola yang memungkinkan. Karena kita suka atau tidak suka kenapa polisi menjadi sasaran ya karena kemudian tindakan yang dianggap eksesif itu.
 
Jadi kalau polisi tidak mau dijadikan sasaran selanjutnya maka upayakan melumpuhkan teroris tanpa membunuh ya?
 
Sebetulnya pola itu sudah dikembangkan zaman dahulu. Ada seorang tokoh yang namanya Pak Surya Dharma, itu kalau dengan para teroris ya sholat berjamaah, diajak makan bersama, dialog. Sehingga informasi yang didapat diorangkan, bukan dimanja tapi dipahami proses orang menjadinya. Tapi permasalahan di Indonesia birokrasi itu kalau orang selesai masa jabatannya walaupun punya kemampuan ya sudah pensiun. Banyak orang yang bergabung di kelompok ini anggota baru, anggota baru yang mungkin ada keinginan ada prestasi baru lagi, pemahaman baru lagi sementara kita sama terus tidak pernah maju. 
 

  • teroris
  • dialog
  • densus 88

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!