BERITA

Menkes: Saya Ajak Dewan Masjid untuk Kampanye Hentikan Merokok

Menkes: Saya Ajak Dewan Masjid untuk Kampanye Hentikan Merokok

KBR68H, Jakarta - 2014 Memberikan hadiah tahun baru paling istimewa bagi Menteri Kesehatan dr. Nafsiah Mboi. Hadiah itu Kartu Jaminan Kesehatan Nasional yang mulai berlaku  tepat 1 Januari.  Kata Nafsiah, asuransi sosial akan menjadi titik balik pengelolaan kesehatan, yang selama ini masih carut marut dan lebih bersifat pengobatan ketimbang pencegahan.  Nafsiah Mboi berbincang dengan Arin Swandari dalam Sarapan Bersama KBR68H, TempoTV  dan PortaKBR.

Bagaimana hasil pemantauan awal dari pelaksanaan BPJS?
 
Pada dasarnya yang kita antisipasi tadinya akan terjadi membludak dimana-mana ternyata tidak. Karena persiapan kita jauh lebih baik sekarang daripada misalnya waktu Jakarta dulu, kita belajar dari pengalaman dengan Kartu Jakarta Sehat itu sudah kita persiapkan semua provinsi. Jadi tiga minggu terakhir bulan Desember itu memang kami betul-betul di lapangan baik yang dari Jakarta tapi juga teman-teman di kabupaten/kota sudah lebih banyak ke lapangan. Memang bahwa tidak semua tersosialisasi sampai ke pelosok-pelosok, itu masih perlu tambahan. Soal kepesertaan saya tidak punya angkanya sekarang, tetapi memang cukup banyak animo untuk jadi peserta  terutama masyarakat yang sebelumnya ter-cover. Misalnya kemarin saya pulang lihat tukang kebun saya batuk-batuk, sudah tiga minggu ini tidak ke puskesmas katanya takut bayar, saya bayarkan iuran satu tahun untuk istri dan dua anak setelah itu dapat kartu boleh berobat kapan saja dimana saja. Kelihatan betul langsung mukanya bercahaya, sudah lama ditunggu-tunggu katanya. Sebab mereka yang selama ini berpikir untuk pergi berobat soal biaya, akhirnya mereka tunda-tunda itu pengobatannya makin mahal resiko meninggalnya besar nanti yang disalahkan dokter lagi.
 
Sudah ada SIM (Sistem Informasi Manajemen) nanti bisa dipantau dengan jelas bagaimana proses di lapangan terjadi ya?

Betul sekali. Saya kira di media center BPJS Kesehatan itu memang bisa dilihat masing-masing dimana kabupaten dan sebagainya sampai puskesmas. Kalau misalnya untuk Jakarta di kantornya wakil gubernur Pak Ahok itu ada, bisa dipantau.

Berarti nanti akan langsung sampai ke Anda laporannya?
 
Artinya sistem informasi kita juga link dengan BPJS Kesehatan sehingga kalau kita butuh tinggal akses saja.
 
Sistem informasi ini untuk menyampaikan keluhan dari publik atau layanan kesehatan juga?

Semua ada. Dari publik bisa menyampaikan ada posko 24 jam bisa terkait BPJS Kesehatan kepada mereka, terkait layanan kesehatan juga kepada kita melalui telepon, email, Twitter, macam-macam.

Anda kemarin minta kepada rumah tangga untuk mengikutsertakan PRT dan sopirnya. Bagaimana responnya?
 
Banyak saya mendapatkan respon yang sangat positif. Jadi hampir semua orang dengar itu iya ya daripada mengeluarkan biaya kalau mereka sakit lebih baik bayar, katakanlah pembantu rumah tangga kalau dia sendirian dengan Rp 25.500 per bulan maka satu tahun itu hanya Rp 306 ribu. Tetapi itu dia sudah ter-cover selama satu tahun, jadi untuk kita lebih tenang untuk dia pun bekerjanya lebih tenang. Untuk tukang kebun saya dia suami istri dengan anak dua cuma Rp 1,2 juta itu sudah satu tahun dia aman untuk suami istri dan anak dua. Jadi itu suatu hadiah tahun baru yang luar biasa untuk dia daripada saya kasih uang dia beli rokok saya makin marah, tapi kalau saya kasih kartu Jamkesmas untuk keluarganya itu luar biasa.

Berbicara soal rokok IDI pernah menyampaikan usulan bahwa yang merokok tidak perlu ditanggung oleh BPJS karena nanti negara akan bangkrut. Kalau Kementerian Kesehatan punya hitungan sendiri soal bangkrut tidaknya sakit akibat rokok?

Itu benar sekali dampaknya sangat besar. Namun ini adalah amanah Undang-undang berarti tidak boleh dibatasi seperti asuransi komersial, kalau asuransi komersial memang betul kalau saya perokok bayarannya lebih besar karena resiko penyakitnya lebih besar. Kalau kita beda, kita melihat ini asuransi dalam kegotongroyongan, kekeluargaan. Jadi waktu saya sehat saya menyumbang pada orang yang sakit, tetapi pada saat saya sakit orang lain menyumbang untuk biaya pengobatan saya. Itu prinsip yang sederhana sekali tetapi prinsipnya kekeluargaan, gotong royong.

Tapi kita juga siap untuk membayar orang yang sakit karena rokok?

Harus. Kita upayanya adalah makin menguatkan upaya-upaya preventif promotif, jadi terus menerus memberikan kesempatan untuk orang tidak merokok. Makanya nanti menjelang puasa kita tekankan lagi, kita ajak Dewan Masjid Indonesia menyampaikan berhenti merokok pada saat puasa.

Terakhir adalah memberi gambar dampak rokok di cover-nya dan ini ada kontroversi juga. Bagaimana kelanjutan soal ini?

Iya baru mulai 1 Juli menurut PP itu satu setengah tahun setelah PP keluar. Jadi mulai Juli, kontroversinya bagi yang setuju orang berhenti merokok tentu senang sekali, itu yang kita harapkan untuk kita yang ingin rakyat sehat. Untuk perusahaan rokok yang ingin rokoknya dibeli dia tidak suka.

Anda menyinggung soal pencegahan tetapi kebijakan kita dalam soal kesehatan lebih didominasi kuratif daripada pencegahan atau preventif. Apa  tantangan untuk membalikkan kondisi?

Sebenarnya sudah tidak ya. Misalnya Jaminan Kesehatan Nasional sekarang itu jelas jauh berpihak pada kesehatan, buktinya yang ditekankan adalah penguatan sistem layanan primer seperti puskesmas, bidan, peralatan, dan sebagainya itu diperkuat. Karena yang paling penting adalah preventif promotif dan pengobatan sedini mungkin, sedekat mungkin ke rumah rakyat. Jadi memudahkan rakyat untuk berobat sedini mungkin tetapi upaya preventifnya kencang. Begitu juga dengan biaya kapitasi dalam Jaminan Kesehatan Nasional ini. Kan untuk layanan kesehatan primer kita pakai kapitasi, artinya satu puskesmas dia bertanggung jawab untuk katakanlah 10 ribu sampai 20 ribu penduduk maka kita berikan kapitasi Rp 5 ribu per orang per bulan. Berarti kalau 20 ribu penduduk dia dapat Rp 100 juta per bulan, disamping itu obat-obatan dan sebagainya dari kita. Berarti dengan Rp 100 juta ini kalau dia pintar maka dia kencangkan upaya preventif promotif imunisasinya jalan, posyandu jalan, dan sebagainya orang yang sakit lebih sedikit.

Sedang menuju kesana ya?

Iya betul dan itu sudah mulai kita lihat. Dokter keluarga bertanggung jawab untuk sekian banyak keluarga misalnya, dia berkepentingan bahwa keluarga yang dia bina sesehat mungkin.

Penyakit tidak menular yang paling banyak saat ini obesitas, apa yang boleh kita jadikan satu terobosan untuk mencegah ini?

Memang itu menjadi program unggulan kita sekarang. Karena dalam penelitian kita bahwa ada suatu pergeseran pola makan, kita melihat sampai ke desa-desa makanan instant ini sudah masuk. Akibatnya bahwa ibu-ibu tidak masak lagi dia tidak masak sayur, buah, dan sebagainya akan tetapi anaknya ini pulang dikasih mi instant. Karena gampang, mudah, cepat, dan rasanya macam-macam tetapi dia hanya karbohidrat plus pengawet, tidak ada vitamin, mineral, dan proteinnya kurang semua. Apa yang kita lihat di dalam penelitian kita adalah anak-anak banyak yang kurang gizi atau gizi buruk, badannya besar tapi kurang vitamin dan mineral. Sedangkan ibu-ibunya juga tidak masak lagi, dia cuma makan mi instant habis itu duduk di depan TV. Oleh karena itu kita punya gerakan sekarang adalah pertama kembali ke dulu dan saya senang sekali kalau KBR bisa bantu. Pertama tanam yang dulu kita bilang tanam sayur di kebun, tidak usah masak berjam-jam tetapi kita bisa contoh orang Jawa Barat dengan lalap dan sebagainya itu sangat bermanfaat. Dulu kita ajar di PKK pelihara ayam telurnya untuk anak, sekarang mereka bilang tidak sanggup beli telur cuma bisa beli rokok. Jadi memang ada pergeseran kita harus mulai lagi, begitu juga gerak badan anak-anak cuma duduk main game. Kalau dulu kita ada sebelum mulai sekolah kita ada senam, ada pertandingan dua kali seminggu. Gerak badan sekarang sudah tidak ada lagi.

Mau diadakan lagi?


Saya mengharapkan demikian. Kita sudah mengadvokasi ke Ditjen Dikdas supaya UKS lebih banyak gerak, begitu juga ibu-ibu. Sekarang ke pasar saja naik ojek, naik motor, jadi memang kita harus ada perubahan besar pada bangsa ini harus banyak gerak. Kemudian pola makan harus berubah, kalau mi instant dan sebagainya itu bahaya sekali untuk masyarakat karena itu hanya karbohidrat.

Anda dulu sebelum berada di sini menjadi aktivis. Ketika menjadi aktivis pasti banyak cita-cita, idealisme. Ketika sudah duduk di sini banyak tidak yang dulu Anda impikan tapi sekarang sulit karena harus berhadapan dengan kepentingan, diskusi panjang lebar yang tidak jelas. Ada yang bisa dibawa banyak dari ketika Anda menjadi aktivis dan bisa diwujudkan?

Pertama saya tidak pernah mimpi jadi menteri. Waktu saya kembali dari luar negeri saya pensiun, maka saya dapat tugas untuk HIV/AIDS dan itu memang berat sekali perjuangannya. Karena itu saya sangat fokus betul untuk bagaimana kita bisa mencegah, jangan sampai penyakit ini merajalela seperti di Afrika. Jadi lima tahun saya di sana itu fokus saya, memang tidak mudah kalian banyak bantu saya kita banyak ini dengan KBR. Tetapi alhamdulillah pada saat ini kita lihat perubahannya, orang mengerti soal penyakit kelamin, orang mengerti tentang HIV/AIDS, orang mengerti tentang pencegahan. Di sini lebih luas dan lebih kompleks, namun saya punya tim yang kuat di Kementerian Kesehatan. Ini kementerian yang punya banyak orang pintar dan juga lebih banyak yang menguasai mulai dari kebijakan maupun sampai pada pada perencanaan, juga anggaran jauh lebih besar. Saya pikir tidak bisa kita bandingkan, saya pikir tidak bisa kita bandingkan apel dan pir.

Apa yang Anda inginkan ketika masih di KPA kemudian bisa Anda wujudkan melalui kebijakan di Kemenkes?

Itu pertanyaan berat. Waktu saya jadi menteri ya saya tanda tangan kontrak, saya menteri antarwaktu menggantikan kontraknya Ibu Endang dan ada beberapa hal yang sangat penting waktu itu itulah prioritasnya. Kita lanjutkan tingkatkan apa yang sudah ada di dalam itu, namun ada tambahan yang surprising adalah kondom, kesehatan reproduksi, rokok. Namun sekali lagi saya harus katakan betul tantangan besar tapi teman-teman banyak yang tadinya saya tidak tahu. Bahwa ternyata begitu banyak orang merindukan kepemimpinan melawan rokok ini yang luar biasa seperti LSM, Komnas HAM, IDI, dan sebagainya saya dapat dukungan luar biasa. Teman-teman media yang terkenal perokok-perokok berat ya dan iklannya, namun ternyata boleh dikatakan saya bangga bahwa aktivis antirokok itu ternyata luar biasa.
 
Soal kondom katanya cuma salah gambar saja ya?

Saya juga heran, saya tidak tahu apa-apa saya ada di luar negeri. Katanya menteri bejat, merusak bangsa segala macam. Saya pikir ada apa ya tanya teman-teman ternyata ini, ini perusahaan swasta yang ingin mendukung program pemerintah dengan memberikan informasi tentang kondom. Kesalahan mereka adalah pakai mobil merah, pakai Jupe yang seksi ya jelas saja menimbulkan reaksi begitu luar biasa. Tapi setelah kita jelaskan bahwa pertama ini bukan pemerintah bagi-bagi kondom, sama sekali tidak bahkan kita terlibat pun tidak. Tetapi ini swasta yang ingin membantu program pemerintah mencegah penyakit.

Kalau sudah selesai Pemilu 2014 mau jadi aktivis lagi atau bagaimana?

Kata Pak Jokowi “nggak mikir”. Saya tidak pikir pokoknya saya fokus kerja sebaik-baiknya sampai detik terakhir.

Karena Anda tidak mikir ini apa itu yang menjadi rahasia Anda tetap bugar?

Saya kira itulah fokus laksanakan apa yang dilakukan pada sekarang ini, tanggung jawabnya ini masih banyak yang harus dikerjakan. Kita sadar betul bahwa belum semua bisa diselesaikan, apa yang diharapkan dari kita kita sadar betul bahwa banyak hal yang bisa diperbaiki kita lakukan.

Komunitas yang Anda dulu bangun ada komunitas Sentani, itu masih aktif sekarang?

Lumayan. Saya bangga sekali melihat mereka, setelah saya tinggal kepemimpinan serahkan pada orang lain tetapi mereka tetap berjalan dengan bagus.
   
Editor: Doddy Rosadi 


  • menteri kesehatan
  • nafsiah mboi
  • kampanye rokok

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!