BERITA

Ditjen Pajak: Denda Dibayar, Aset Asian Agri Tak Akan Disita

"KBR68H, Jakarta - Kejaksaan Agung menagih Asian Agri Group untuk membayar denda ke negara sebesar Rp 2,5 triliun."

Doddy Rosadi

Ditjen Pajak: Denda Dibayar, Aset Asian Agri Tak Akan Disita
ditjen pajak, asian agri, denda

KBR68H, Jakarta - Kejaksaan Agung menagih Asian Agri Group untuk membayar denda ke negara sebesar Rp 2,5 triliun. Jaksa Agung Pidana Khusus Kejaksaan Agung Widyo Pramono mengatakan, intitusinya bakal menyita sejumlah aset perusahaan kelapa sawit itu bila tidak segera membayar lunas.

Diantaranya menyita tanah seluas 30-an juta hektar di Riau dan Jambi, serta 19 pabrik pengelolaan sawit di 3 provinsi, dan 14 bangunan kantor perusahaan tersebut. Apakah aset Asian Agri akan disita oleh Ditjen Pajak apabila perusahaan itu tidak juga membayar denda? Simak perbincangan penyiar KBR68H Irvan Imamsyah dan Sutami dengan juru bicara Ditjen Pajak Chandra Budi dalam program Sarapan Pagi.

Total yang harus dibayar Asian Agri ini cukup besar sampai Rp 2,5 triliun yang harus dibayar ya?

Jadi yang Rp 2,5 triliun itu sebenarnya adalah denda pidananya. Sebenarnya ada satu lagi yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak sendiri, kalau yang Rp 2,5 triliun itu domainnya kejaksaan untuk mengeksekusi karena itu putusan MA. Sedangkan yang Rp 1,9 triliun adalah Surat Ketetapan Pajak yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak berdasarkan putusan MA tersebut.
 
Itu pajak terutang?

Iya itu pajak terutang kira-kira jumlahnya Rp 4,4 triliun sebenarnya. Sedangkan asetnya menurut hasil penelusuran kejaksaan itu Rp 5,2 triliun, kalau dieksekusi itu semua bisa menutupi utang atau denda, termasuk pidana dan pajak.

Sisanya bagaimana?

Kalau penyitaan yang sesuai utangnya atau denda pidananya.

Targetnya kalau untuk utang pajaknya sama seperti pidananya 1 Februari mendatang atau ada target sendiri?

Berbeda ya. Jadi kalau denda pidana tentunya ada putusan MA yang mengatur bahwa setahun dia harus lunasi. Kalau di pajak kita menganut pada Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) itu memang ada tata caranya, termasuk batasan waktu untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak. Kemudian apabila utang pajak itu tidak dibayar kita melakukan tindakan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Sampai saat ini yang sudah dibayarkan utang pajaknya baru sekitar Rp 996 miliar atau separuh dari total utang pajaknya. Sisanya belum, makanya kemarin kita himbau kepada pihak Asian Agri Group agar sisanya segera dibayar. Agar nanti tindakan mungkin surat paksa, penyitaan itu bisa dihindarkan.

Itu sampai kapan batas waktunya?

Itu lagi proses sekarang. Kalau proses ada tahapannya, saat ini pada tahapan penyampaian surat paksa.

Sudah ada tanggapan di awal dari Asian Agri soal itu?
 
Belum. Makanya kita sekarang mengimbau, meminta Asian Agri agar segera melunasi sehingga tindakan lebih lanjut termasuk penyitaan segala macam bisa dihindarkan. 


Itu belum ditentukan kapan tindakan paksa ini? 


Belum. Karena menurut Undang-undang kita melihat kondisi dan situasi di lapangan, misalnya ada itikad baik dari wajib pajak atau penanggung pajak mungkin dia mau mengaburkan usahanya atau memindahtangankan usahanya itu bisa langsung kita lakukan penyitaan. Tapi kalau belum tentunya kita lebih menghimbau agar mereka juga memenuhi kewajiban sisanya tersebut.
 
Ada indikasi mereka bakal memindahtangankan perusahaan-perusahaan yang bakal disita negara?

Kalau menurut kejaksaan kemarin sudah dibilang bahwa dari tim satgas aset bahwa sebenarnya mereka sudah melakukan tindakan preventif. Termasuk misalnya untuk tanah dan perkebunan sudah minta ke BPN agar tidak bisa dipindahkan, kemudian kalau perusahaan meminta ke Menkumham agar ini juga tidak dipindahkan. Jadi tindakan preventif telah dilakukan oleh pihak kejaksaan, tentunya bagi mereka untuk pindah tangan lebih susah ya atau mungkin tidak bisa dilakukan lagi karena memang ada preventif dari pihak kejaksaan.
 
Selama ini Asian Agri selalu melimpahkan bahwa ini murni kesalahan Suwir Laut bahwa ada garis batas antara perusahaan dan Suwir Laut. Bagaimana sebetulnya menegaskan kembali apa saja kesalahan-kesalahan Asian Agri dalam urusan pajak ini?

Karena ini sudah putusan MA dan berkekuatan hukum tetap tentunya pertimbangan Mahkamah Agung yang utama. Jadi tentunya Mahkamah Agung mendengarkan saksi-saksi ahli kemudian dia berkesimpulan bahwa ini adalah bukan saja kesalahan individu Suwir Laut tapi ada juga kesalahan perusahaan. Karena Suwir Laut tentunya bekerja bagi perusahaan dan keuntungan pasti di perusahaan. Tapi ini keputusan pengadilan dan kita hormati, kalau merujuk lagi apa yang dilakukan Asian Agri tentunya dari kasus pajak ya intinya adalah penggelapan pajak. Misalnya melakukan biaya fiktif atau rekayasa penjualan dan itu semuanya telah terbukti di tingkat Mahkamah Agung. Artinya apa yang dituntut atau diduga oleh penyidik kita memang terbukti di Mahkamah Agung. Kalau kita lihat lagi tentunya sudah putusan Mahkamah Agung dan jadi ranahnya Mahkamah Agung dalam menganalisa, tahapan selanjutnya kita minta Asian Agri agar patuh pada putusan Mahkamah Agung.

Ini kasus terbesar untuk masalah pajak dan pertama. Apakah ada satu tim khusus yang memang dibentuk untuk memantau perkembangan ini?


Kalau tim khusus saya pikir tidak ada ya. Tapi di unit kita memang ada tim penyidik pajak, kemudian ada humasnya yang memantau dari perkembangan dari berita-berita. Juga pegawai kita itu masuk dalam tim penelusuran aset yang dibentuk oleh kejaksaan agung. Salah satunya adalah dari Dirjen Pajak ada BPN, macam-macam. Tentunya dengan masuk  tim itu makanya informasi dari kejaksaan itu bisa di-update ke kita juga.

Selain Asian Agri ada juga kasus-kasus besar di sektor pajak yang harus dapat sorotan misalnya dari kelompok usaha Bakrie yang nilainya triliunan rupiah. Apakah sudah jelas posisinya?

Kalau itu kita tidak bisa memberikan pendapat saat ini. Karena memang kita harus lihat dulu kondisinya, kalau tiap pegawai pajak terikat Pasal 34 itu kerahasiaan jabatan. Jadi kalau dia belum masuk ranah pengadilan tentunya informasi penyidikan pajak, penyelidikan pajak itu tidak bisa diungkapkan ke publik. 



  • ditjen pajak
  • asian agri
  • denda

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!