BERITA

Bekas Napi Teroris Perlu Diberi Ketrampilan Khusus

"KBR68H, Jakarta - Awal tahun baru masyarakat dikejutkan dengan penggerebekan sejumlah terduga teroris di sejumlah tempat di Indonesia."

Wiwik Ermawatie

Bekas Napi Teroris Perlu Diberi Ketrampilan Khusus
napi teroris, pelatihan khusus, wirausaha

KBR68H, Jakarta - Awal tahun baru masyarakat dikejutkan dengan penggerebekan sejumlah terduga teroris di sejumlah tempat di Indonesia. Di Ciputat Tangerang Banten, enam  terduga teroris tewas ditembak Detasemen Khusus Antiteror Mabes Polri. 

Kepolisian Indonesia mengatakan jika terduga teroris tersebut bakal merencanakan aksi pemboman pada pusat ibadah seperti vihara, gereja dan juga pusat kota pada perayaan malam tahun baru. Dalam aksinya para teroris tersebut tak segan untuk merampok untuk mendanai aksinya tersebut.

Kepolisian juga menyatakan buku Tadzkiroh yang ditulis terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir. Dalam buku tersebut aksi perampokan bank dan toko emas untuk mendanai gerakan terorisme dinilai tak melanggar hukum dan agama.

Atas hal itu, kepolisian berencana untuk melarang peredaran buku tersebut dan meminta pemerintah menutup situs-situs yang mengajarkan pembuatan bom. Namun, sebagian kalangan menilai pengelolaan penjara yang lemah membuat buku yang berisi paham  radikalisme dan menganjurkan kekerasan atas nama agama begitu mudah masuk dan dipelajari para terpidana terorisme.

Penahanan para teroris di penjara tidak langsung memutus hubungan para teroris. Menurut pengamat teroris, Taufik Andri pada saat teroris masuk ke dalam di penjara mereka memang berhenti beraksi tapi pemikiran dan paham mereka yang radikal tetap berkembang bagi teroris lainnya yang tidak berada di penjara. Hal ini ditambah dengan kurang maksimalnya pemerintah  untuk mengawasi para terpidana teroris di penjara.

"Ketika seorang terpidana teroris dipenjara, kalau dalam konteks saya cermati dalam penelitian yang saya cermati, mereka seperti sedang cuti. Mereka bertugas sebagai mujahidin ketika mereka ditangkap polisi mereka cuti dan kemudian mereka kembali beraksi" ujar Taufik, dalam program Reformasi Hukum dan HAM di KBR68H dan Tempo TV, Senin (6/1).

Kementrian Hukum dan HAM tidak menyangkal adanya keterbatasan dalam mengawasi para terpidana teroris. Dirjen lembaga Pemasyarakatn (Lapas) Handoyo Sudrajat mengatakan minimnya anggaran dan terbatasnya lapas membuat pihaknya kian terbatas dalam mengawasi terpidana teroris. Untuk itu pada pertengahan tahun nanti lapas khusus teroris di Sentul, Bogor sudah hampir 80 persen rampung dan telah siap ditempati oleh sekitar 500-san terpidana teroris.

“Kami sudah berkoordinasi untuk proses pengurusan satuan kerjanya. Kan berarti harus milih orangnya, merekrut orangnya, menyediakan sarana dan prasarana, “ tegas Handoyo

Pengamat teroris Taufik Andri mengatakan dirinya mendukung berbagai upaya pemerintah dalam pemisahan terpidana teroris tersebut. Namun pemerintah harus berhati-hati dengan rencana tersebut. pasalnya menurutnya menyatukan terpidana teroris dalam satu atap malahan dapat memberikan keleluasaan bagi mereka untuk makin memperluas jangkauan paham radikalnya tersebut.

Sementara itu, sebelum lapas khusus teroris dibangun, pemerintah terus melakukan upaya pencegahan terhadap berkembangnya paham radikalisme dengan adanya program "Deradikalisasi". Namun lagi-lagi pemerintah belum dapat maksimal dalam program tersebut. Handoyo mengatakan tidak adanya SDM yang kompeten dalam bidang tersebut membuat pemerintah belum dapat memutus rantai paham radikal tersebut.

"Harus diakui bahwa di kita tidak punya pengetahuan khusus tentang itu. Itu kan paham keyakinan agama, paling kita hanya bisa mengundang ulama yang memiliki paham moderat. Seperti kemarin misalnya, BNPT mengundang tiga ulama dari Timur Tenhah dan Amerika" kata Handoyo.
Tidak adanya aturan yang tegas terhadap narapidana teroris yang berada di penjara membuat mereka dengan leluasanya membuat buku dan mengedarkan kepada para anggotanya yang tidak dipenjara. Salah satu contohnya adalah buku Tadzkiroh yang ditulis terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir, yang kini menjadi buku pegangan teroris dalam melakukan aksinya mereka.
 
Banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah dalam memberantas terorisme ini. Namun yang terpenting juga, Taufik mengimbau agar pemerintah bisa memberikan perlakuan khusus bagi  teroris seusai mereka dipenjara. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan pelatihan khusus seperti ketrampilan atau berwirausaha  yang telah dilakukan oleh dirinya kepada beberapa bekas narapidana terorsi.

Namun yang terpenting saat ini adalah baik kepolisian Indonesia dan Kementrian Hukum dan HAM tidak bisa bekerja sendiri untuk memberantas teroris. Taufik Andri menegaskan perlu upaya bersama antar semua pihak untuk membantu pemerintah dan juga aturan yang tegas untuk menindak para pelaku.

Editor: Doddy Rosadi


  • napi teroris
  • pelatihan khusus
  • wirausaha

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!