CERITA

Warga Myanmar Antusias Mengikuti Pemilu Bersejarah

"Untuk pertama kali pemerintah mengundang jurnalis dan ribuan pemantau asing. "

Para pendukung NLD dalam kampanye menyambut Pemilu 8 November 2015. (Foto: Phyu Zin Poe)
Para pendukung NLD dalam kampanye menyambut Pemilu 8 November 2015. (Foto: Phyu Zin Poe)

Pemilu bersejarah Myanmar diadakan 8 November ini dan merupakan pemilu terpenting dalam beberapa dekade. 

Untuk pertama kali pemerintah mengundang jurnalis dan ribuan pemantau asing. 

Dan di seluruh negeri, warga Myanmar berharap pemilu ini akan membawa perubahan positif.

Dari Yangon, bekas ibukota Myanmar, kita simak laporan koresponden Asia Calling KBR Phyu Zin Poe.

Lebih dari 90 partai politik berkampanye di setiap ruas jalan di kota ini. 

Warga Yangon yang berprofesi sebagai pedagang, Zaw Win berusia 44 tahun, mengaku pemilu ini sangat berarti buatnya. “Kali ini masyarakat Burma bisa memilih seorang pemimpin, yang sesuai dengan kepentingannya.”

Lin Lat Aung, yang berusia 22 tahun, sedang memotong ikan untuk pelanggannya. Dia sudah berjualan ikan di pasar yang terletak di pusat kota Yangon ini sejak muda.

Dia putus sekolah saat duduk di kelas delapan karena keluarganya tidak mampu membayar uang sekolah. Harapannya pemilu tahun ini bisa membantu masyarakat seperti dirinya.

“Sekarang ini kami harus bekerja keras agar bisa bertahan hidup. Kami tidak ingin generasi mendatang bernasib sama seperti kami. Kami ingin perubahan yang sebenarnya,” KATA Lin Lat Aung.

Lin tidak peduli siapa yang terpilih. Yang penting orang itu bisa membawa perubahan positif bagi masyarakat.

“Kami ingin melihat pemerintah yang benar-benar mengubah hidup rakyat. Negeri kita ini kaya dengan mineral tapi rakyatnya yang paling miskin dibanding negara lain. Ini karena para pemimpin yang buruk,” tambahnya. 

Pemilu kali ini diperkirakan akan menjadi pemilu paling kompetitif di Myanmar sejak militer mengambil alih kekuasaan pada 1962.

Empat tahun lalu pemerintah memulai langkah reformasi dan negara mulai membuka diri setelah puluhan tahun terisolasi. 

Dan kini situasinya berbeda.

Pekan lalu tokoh opisisi dan ketua Liga Nasional untuk Demokrasi, NLD, Aung San Suu Kyi, melakukan kampanye besar-besaran di Yangon.

Ribuan orang hadir dalam acara yang dianggap kampanye terbesar yang penah diadakan di sana. Mereka melambai-lambaikan bendera dan bersorak-sorai.  

Saat pemerintahan militer Burma, pemimpin oposisi ternama ini menjadi tahanan rumah selama 15 tahun. Tapi sekarang dia menghidupkan dukungan kepada partainya.

“Pemilu ini merupakan kesempatan besar bagi perubahan. Kesempatan seperti ini jarang terjadi dalam sejarah. Seluruh warga negara wajib menggunakan kesempatan ini. Dengan menggunakannya dengan baik, kita akan punya kesempatan untuk membangun negara federal yang demokratis,” kata Suu Kyi.

Suu Kyi dianugerahi hadiah Nobel Perdamaian tahun 1991 karena perjuangannya tanpa kekerasan demi demokrasi.

Pengamat politik, Sithu Aung Myint mengatakan tokoh oposisi itu adalah pilihan terbaik untuk memenangkan suara mayoritas dan membawa NLD berkuasa. 

“Kita melihat banyak orang mendukungnya. Masyarakat sudah berada di bawah pemerintah militer selama lebih dari 60 tahun. Dan hidup mereka tidak berubah. Masyarakat berharap dia bisa membuat perubahan.”

Tapi partai berkuasa bentukan junta militer Partai Pembangunan dan Solidaritas Bersatu juga berupaya memenangkan pemilu kali ini. 

Partai itu memenangkan pemilu 2010 saat Suu Kyi masih dalam tahanan rumah. Tapi banyak yang yakin kemenangan itu cacat.

Tin Naing Thein adalah sekjen partai dan calon untuk daerah pemilihan Nay Pyi Taw. Dia yakin partainya bisa menang. “Ketua partai yang sekaligus Presiden Myanmar sudah melakukan perubahan menuju demokrasi. Pendekatannya sangat lembut dan kita sudah memperbaiki hubungan dengan negara-negara lain.”

Konstitusi Burma yang dibuat oleh militer melarang Suu Kyi untuk menjadi presiden.

25 persen kursi parlemen diperuntukkan bagi pejabat militer. Dan konstitusi hanya bisa diamandemen dengan persetujuan militer. Pendukung oposisi mengatakan konstitusi itu cacat.

Tapi pengamat politik Sithu Aung Myint masih punya harapan.

“Saya menaruh banyak harapan pada pemilu kali ini, karena kita belum pernah punya pemilu seperti ini, selama bertahun-tahun. Meski ada pemilu tahun 1990 tapi hasilnya tidak bagus. Jadi saya berharap kali ini berbeda.”

Bagi Myanmar, ini adalah langkah menuju perubahan.

 

  • Phyu Zin Poe
  • Pemilu Burma
  • Pemilu Myanmar
  • Aung San Suu Kyi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!