CERITA

Film Asia di Festival Film Dokumenter Tempo Swedia

Pietra Bretkelly. (Foto: Ric Wasserman)

Merayakan tahun ke-17 nya, Festival Film Dokumenter Internasional Tempo memilih tema 'kekuatan'. 

Salah satu karya terbaik tahun ini berasal dari Tiongkok, lewat kaca mata seorang pemuda patriotik yang kini hidup dalam ketidakpastian. 

Kita juga melihat bagaimana harta karun berupa film-film lama Afghanistan yang berhasil diselamatkan dari Taliban, untuk dinikmati generasi masa kini.

Kita simak laporan yang disusun Ric Wasserman dari Swedia berikut ini.

Lima tempat penyelenggaraan Festival Film Dokumenter Tempo di Stockholm dipadati pengunjung. Ini bukti kalau kualitas cerita film dokumenter kini bisa bersaing dengan cerita-cerita fiksi.

Dari 130 film, ada beberapa film dari Asia dan dua diantaranya mendapat banyak perhatian.

Dalam film A Young Patriot kita mengikuti Zhao Chantong yang berusia 18 tahun. 

Dia menghabiskan waktunya berpawai di jalan-jalan kota di Provinsi Shanxi. Mengenakan seragam tentara merah dan topi Mao, dia melambai-lambaikan bendera Tiongkok. 

Dia adalah bagian dari apa yang disebut generasi pasca 1990an, yang tidak paham akan pemberontakan dan pembantaian para mahasiswa di Lapangan Tiananmen tahun 1989.

Ya, saya seorang patriot katanya. Kita harus mendukung negara, baik itu nilai-nilai dan para pemimpinnya.

Tapi kemudian kita akan melihat perubahan bertahap pemuda Zhao saat dia berubah dari seorang yang cinta tanah air menjadi seorang pengkritik keras kebijakan pemerintah. Seorang pemuda bermasalah yang mengalami pergolakan krisis identitas yang parah.

Untuk menangkap proses itu, sutradara Haibin Du, mengikuti Zhao selama lima tahun.

“Kami melihat seorang remaja yang menyebut dirinya patriot. Saya kira dia mulai berubah pikiran ketika melihat apa yang sebenarnya terjadi di sekelilingnya. Realitas itu lebih kuat dari retorika yang dia teriakkan. Dalam beberapa tahun, dia mulai kehilangan kepercayaan pada pemerintah,” kata Haibin Du.

Zhao makin marah ketika rumah orangtuanya dihancurkan dan diganti dengan gedung tinggi. Dia bahkan meminta pemerintah mundur.

Film Haibin Du A Young Patriot telah diputar di Hong Kong. Meski film sebelumnya berjudul Umbrella meraih penghargaan di Festival Cannes dan Venice, film itu dilarang beredar di Tiongkok.

Haibin Du mengatakan dia tidak berharap pemerintah akan mengizinkan A Young Patriot bisa diputar di bioskop-bioskop atau televisi di Tiongkok.

“Kita saat ini bisa membuat film dokumenter yang menunjukkan semua aspek masyarakat. Tapi kita perlu menjangkau masyarakat lokal jika ingin mempromosikan diskusi dan perubahan. Sayangnya kami kesulitan mendistribusikan film saya di Tiongkok.”

Sebuah tabung berdebu terbuka, memperlihatkan gulungan seluloid yang tersembunyi selama bertahun-tahun. Kita kini berada di pusat arsip film Afghanistan: harta karun sejarah, seni dan budaya Afghanistan.

Pietra Brettkelly membuat sebuah film yang indah dan puitis soal orang-orang yang mempertaruhkan nyawa mereka untuk menyelamatkan arsip film Afghanistan dari Taliban. Pekerjaan ini dimulai di sebuah garasi berdebu.

Seorang tukang kebun membungkus beberapa film lama di lehernya:

Setelah membakar dua truk yang berisi film, Taliban mengatakan pada saya jika mereka menemukan film lain, mereka akan menaruhnya di leher saya dan menggantung saya.

Sutradara Pietra Brettkelly mengatakan dia berkunjung ke Afghanistan pada 2012 untuk mencari sebuah cerita.

”Saya mendengar ada tempat penyimpanan film-film lama Afghanistan ini. Orang-orang bilang pada saya, ‘Anda tidak akan pernah bisa masuk. Anda bahkan tidak tahu apa yang ada di sana.’ Pintu-pintunya tertutup dan dijaga orang bersenjata. Kemudian saya bilang ‘Saya datang jauh-jauh dari Selandia Baru’, dan akhirnya seseorang keluar dan berkata: ’Mari masuk dan bertemu dengan sutradara yang baru.” Kata Pietra.

Sutradara film Afghanistan, Ibrahim Arify, adalah tokoh utama yang memimpin upaya pemulihan arsip-arsip itu.

Dokumenter ini menunjukkan kebulatan tekad Arafy dan 60 pekerja film Afghanistan untuk merebut kembali sejarah mereka yang diawetkan dalam film.

Setelah diperbaiki, tujuaan berikutnya adalah membawa film itu keluar dan memutarkannya di seluruh negeri. Tapi Taliban tetap mengawasi.

Dokumenter ini mengikuti usaha yang berbahaya ini. Menangkap kegembiraan wajah orang-orang di pedesaan, yang sebagian besar belum pernah melihat film, tampaknya membuat semua resiko berat yang ditempuh, terbayar. 

Penonton Richard Remberg melihat film A Flickering Truth ini sebagai sebuah catatan sejarah Afghanistan modern.

“Monarki, invasi Soviet, era Taliban dan pemerintahan saat ini. Anda melihat kilasan-kilasan itu dan ini hal yang terpenting.” 

Film ini punya begitu banyak komponen, yang dikumpulkan dari tujuh perjalanan dan tiga tahun proses syuting. Ini adalah sebuah kolase menakjubkan yang masih berlangsung saat kita bicara saat ini, kata sutradara Pietra Brettkelly.

“Ada drama, dokumenter, rekaman mentah, rekaman yang belum diproses dan seperti yang Anda lihat di film, ini ditemukan dalam  praktik sehari-hari,” tutup Pietra.

 

  • Ric Wasserman
  • Festival film dokumenter internasional Tempo
  • film Asia di festival Tempo
  • sineas asia

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!