ASIACALLING

Unjuk Rasa Memprotes Perusahaan Tiongkok Di Kota Pelabuhan Sri Lanka

"Sri Lanka banyak berhutang pada Tiongkok untuk pembangunan sebuah pelabuhan di kota Hambantota. "

Pengunjuk rasa proyek invetasi Tiongkok di kota pelabukan Hambantota. (Foto: Ric Wasserman)
Pengunjuk rasa proyek invetasi Tiongkok di kota pelabukan Hambantota. (Foto: Ric Wasserman)



Ketiga perang sipil tiga dekade Sri Lanka berakhir delapan tahun silam, ketakutan dan kecemasan warga pun surut dan mengalir pergi.

Tapi hari ini banyak yang merasakan ancaman lain yaitu kedaulatan bangsa. 

Sri Lanka banyak berhutang pada Tiongkok untuk pembangunan sebuah pelabuhan di kota Hambantota. Dan cara pemerintah membayar utang itu telah memicu aksi protes besar-besaran warga lokal.

Koresponden Asia Calling KBR, Ric Wasserman, menyusun laporannya dari kota pelabuhan di Sri Lanka.

Saya naik ke sebuah minibus bersama Saminda dan teman-temannya. Tujuan kami adalah Hambantota, sebuah pelabuhan di pantai selatan Sri Lanka.

Mereka sedang dalam perjalanan untuk ikut aksi protes terhadap pemerintah dan perusahaan Tiongkok. 

Hari ini kesepakatan antara pemerintah dan  perusahaan Tiongkok yang membangun pelabuhan akan ditandatangani. Perjanjian ini memberi Tiongkok masa sewa 198 tahun dan 80 persen dari pendapatan pelabuhan.

Ini hal yang tidak bisa diterima, kata anggota parlemen dan pemimpin oposisi, Udaya Gammanpila.

“Selama pemerintahan sebelumnya, kami membangun pelabuhan di sini. Karena kami tahu setelah proyek Kra Canal di Thailand, Singapura akan banyak ditinggalkan. Dan Hambantota akan menjadi pelabuhan terpenting di Asia. Karena kepentingan strategis ini, dengan bantuan dana Tiongkok, kami membangun pelabuhan di sini,” jelas Udaya.

Membangun pelabuhan adalah ide yang baik, kata Gammanpila.

Namun ini berarti Cina Merchant Holdings Company asal Hong Kong yang juga beroperasi secara luas di Tiongkok daratan, praktis akan memiliki pelabuhan ini selama 200 tahun ke depan.

“Setelah 198 tahun, Hambantota akan menjadi pelabuhan terpenting di Asia dan Tiongkok akan menjadi negara adidaya terbesar di dunia. Jadi kami tidak akan bisa meminta Tiongkok untuk pergi dan mereka juga tidak akan mau pergi. Kami tidak akan bisa memaksa mereka pergi,” kata Udaya.

Ini baru jam 9 pagi tapi sinar matahari sudah terasa menyengat. 

Para peserta unjuk rasa mulai berjalan menuju pelabuhan yang berjarak tujuh kilometer. 

Di perjalanan, kami berpapasan dengan bus yang membawa delegasi yang akan menghadiri upacara penandatanganan. Ketika mereka lewat, pengunjuk rasa yang jumlahnya mencapai 300 orang mengejek orang-orang dalam bus.

Samheera dan keluarganya punya sawah di desa yang tak jauh dari pelabuhan. 

Dia mendengar kalau pemerintah berencana memberi enam ribu hektar lahan pada perusahaan Tiongkok lainnya. Ini bagian dari perjanjian lain untuk membangun zona ekspor bebas pajak di pelabuhan itu. 

Inilah yang membuat Samheera khawatir.

“Perusahaan Tiongkok datang ke negara kami dan saya tidak menyukainya. Kita tidak bisa membiarkan pemerintah memberikan tanah dan negara. Saya bersama warga desa saya ada di sini untuk menghentikan mereka,” kata Samheera.

Masalahnya dimulai ketika pemerintahan sebelumnya yang dipimpin Mahindra Rajapakse berencana membangun proyek infrastruktur ambisius: rel kereta api, bandara baru, jalan bebas hambatan dan pelabuhan Hambantota.

Karena tidak mampu membiayai proyek-proyek ini, dia meminjam dari Tiongkok. 

Dan sekarang waktunya membayar utang. 

Oleh karena itu, kesepakatan yang akan ditandatangani memberikan Tiongkok pendapatan yang dihasilkan dari sewa jangka panjang pelabuhan.

Proyek pelabuhan itu merupakan bagian dari strategi dunia ‘untaian mutiara" Tiongkok. 

Ini seperti menggambarkan sejumlah pos angkatan laut di sepanjang jalur laut komersial utama di Asia.

Dan dengan oposisi yang memainkan kartu nasionalis, hasilnya adalah aksi protes. 

Peserta unjuk rasa sampai di barikade pertama polisi. Mereka menyingkirkannya lalu bergerak maju.

Seorang pria menghubungkan ponselnya ke pengeras suara dan terdengar siaran langsung upacara penandatanganan. Terdengar Duta Besar Tiongkok untuk Sri Lanka Yi Xianliang sedang berpidato. 

Dia mengatakan proyek ini nantinya bisa menciptakan lebih dari 100 ribu pekerjaan bagi rakyat Sri Lanka.

Namun, ada pihak-pihak yang menyambut perusahaan Tiongkok. 

Salah satunya adalah kontraktor konstruksi dan penasehat bekas Menteri Perumahan, Thilak Chandra Kumara.

“Jika banyak teknisi kami yang berkualitas bisa bekerja di zona ekspor, itu bagus. Saya ingin melihat mereka terlibat dalam pembangunan zona ini juga. Dalam banyak hal, saya yakin orang Tiongkok tetap akan berada di sini untuk waktu yang lama,” kata Thilak.

Dan saat Duta Besar sedang berpidato, para demonstran kembali dihadang barikade polisi.

Meriam air maju ke depan dan menembakkan air ke pengunjuk rasa. Disusul tembakan gas air mata yang berakibat mundurnya pengunjuk rasa.

Akibatnya satu orang tewas dan 40 lainnya luka-luka. 

Namun bisa dibilang untuk saat ini, aksi unjuk rasa itu berhasil karena penandatanganan kesepakatan itu ditunda.

 

  • Ric Wasserman
  • Investasi Tiongkok
  • Sri Lanka
  • Strategi Untaian Mutiara
  • Kota Hambantota
  • Pelabuhan Hambantota

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!