CERITA

Relawan Guru Mengubah Kondisi Sekolah Miskin di Nepal

Bhawana Shrestha sedang mengajar di kelas. (Foto: Sunil Neupane)

Di Nepal, hanya 30 persen pelajar di sekolah negeri yang lulus ujian untuk mendapatkan ijazah tahun lalu. Tapi di sekolah swasta, lulusannya mencapai 93 persen. 

Untuk mengatasi jurang besar antara kualitas pengajar, seorang bekas jurnalis membentuk program relawan yang menempatkan para profesional di sekolah-sekolah yang minim sumber daya di daerah terpencil.

Bhawana Shrestha adalah seorang pembaca berita yang biasa tampil di depan kamera. Tapi hari ini, penontonnya adalah 20 pelajar kelas 7 di sebuah sekolah komunitas kecil di luar Kathmandu. Di sini dia menjadi guru relawan.

Dinesh Khatri yang berusia 12 tahun mengatakan gaya mengajar Bhawana berbeda.

“Pelajarannya menggunakan praktek sehingga kami belajar dengan cepat. Dia menggunakan laptop, kamera, dan menunjukkan pada kami video, gambar dan lainnya. Ketika dia melihat kami bosan, dia mengajak kami bermain. Dia menceritakan kisah-kisah dan kami juga menulis puisi bersama. Kelasnya jadi menarik dan saya tidak pernah absen sekolah meski sedang sakit,” kata Dinesh salah satu murid Bhawana.

Bhawana adalah satu dari 49 relawan guru yang ditempatkan di 25 sekolah bagi orang miskin di Nepal oleh kelompok Teach Nepal atau Nepal Mengajar. 

Gajinya mengajar di Sekolah Menengah Jyotidaya di pinggiran Kathmandu ini sekitar Rp2 juta per bulan.  

“Mereka tahu bukan uang yang membuat saya  datang kemari tapi untuk mengubah masyarakat. Sehingga mereka sangat menghargai saya karena jadi relawan guru. Mereka juga mencintai saya. Dan lebih dari itu, alasan saya di sini adalah untuk mengubah perspekstif belajar,” kata Bhawana. 

Bhawana mengaku ingin tinggal lebih lama di sini.

“Saya ingin tingal lebih lama di sini, sekitar satu tahun lagi, karena saya suka dengan pekerjaan ini dan saya suka berada di sini. Menurut saya, dalam dua tahun ini mereka sudah berubah dan saya ingin mengubah lebih banyak lagi. Dan setelah ini, saya akan melanjutkan pekerjaan saya sebagai jurnalis tapi lebih fokus pada masalah anak-anak dan pendidikan,” tambahnya.

Nepal Mengajar dimulai oleh para jurnalis dan beberapa pendidik. \

“Kami sudah melihat hasil yang sangat menggembirakan. Hasil belajar anak-anak meningkat ketika kami bandingkan hasil ujian pertama dengan ujian akhir di tahun pertama. Kami melihat ada peningkatan nilai rata-rata sekitar 50-60 persen. Jadi aspek pertama pastinya akademik. Kedua yang lebih penting dari nilai menurut saya, adalah kehadiran siswa di sekolah yang lebih teratur. Mereka merasa bisa belajar lebih baik. Anak-anak pun merasa lebih termotivasi untuk belajar,” ujar Sishir Khanal, ketua kelompok ini.

Kepala Sekolah Menengah Jyotidaya mengatakan para relawan guru sudah memberikan bantuan yang sangat besar.

“Kami tidak mampu membayar guru yang berkualitas karena biasanya guru yang bagus punya gaji yang bagus juga. Tapi Nepal Mengajar memberi kami guru-guru bagus yang profesional, berdedikasi dan bersemangat. Para guru itu juga sangat membantu dalam kegiatan ekstra kulikuler terutama soal mengembangkan kepemimpinan,” jelas Rameshwor. 

Di kantor Nepal Mengajar, Priti Shrestha dan 60 orang lainnya siap menerima penempatan. 

Dia baru kembali ke Nepal setelah menyelesaikan pendidikan S2 di jurusan Sumber Daya Manusia di India. Bulan Mei nanti dia akan mulai mengajar.

“Saya selalu ingin melakukan sesuatu yang baik, yang bisa mensejahterakan anak-anak miskin. Dan akhirnya saya dapat kesempatan dari Nepal Mengajar dan melakukan sesuatu untuk mereka. Pendidikan adalah satu-satunya hal yang akan membawa Anda menuju kehidupan yang lebih baik dan menjadikan Anda orang yang lebih baik. Itulah alasan saya bergabung dengan Nepal Mengajar,” kata Priti. 

 

  • Sunil Neupane
  • Nepal Mengajar
  • Pendidikan bagi anak Nepal

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!