ARTIKEL PODCAST
"Sistem Full Call Auction merugikan investor ritel, benarkah? "
<iframe style="border-radius:12px" src="https://open.spotify.com/embed/episode/2v6xawNwBzRTnpm8qgWQ1W?utm_source=generator" width="100%" height="152" frameborder="0" allowfullscreen="" allow="autoplay; clipboard-write; encrypted-media; fullscreen; picture-in-picture" loading="lazy"></iframe>
KBR, Jakarta – Praktisi pasar modal, Hans Kwee berpandangan, mekanisme full call auction (FCA) Papan Pemantauan Khusus (PPK) membuat investor lebih berhati-hati bertransaksi, sehingga tak terjebak di saham-saham berisiko tinggi.
"Ketika saham mendadak masuk FCA dan turun harganya, mereka tentu panik. Tentu yang seperti ini ada riak-riak karena mereka merasa 'oh kami enggak ngerti nih, kok kerugian meningkat'. Tapi di sisi lain, investor yang belum bertransaksi di saham-saham itu menjadi lebih aware," kata Hans.
Sistem FCA atau sistem lelang berkala di Papan Pemantauan Khusus Tahap II berlaku sejak Maret 2024. Berbeda dengan transaksi biasa, mekanisme FCA bukan berdasarkan permintaan dan penawaran, melainkan jumlah volume lot pada transaksi harga tertentu.
Saham seharga kurang dari Rp51 dan transaksi di bawah Rp5 juta perhari masuk dalam 11 kriteria papan pemantauan khusus. Ada pula kriteria perusahaan tercatat dalam kondisi dimohonkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), pailit, atau pembatalan perdamaian. Menurut Hans, kondisi saham seperti itu dinilai berisiko tinggi.
“Ketika investor membuka saham tadi, dia akan menemukan, ‘oh, saham ini mungkin ekuitas negatif’. Jadi saham-saham tadi ada PR-PR yang harus diselesaikan,” tutur Hans.
Baca juga:
Praktisi pasar modal, Hans Kwee. (Foto: dok pribadi)
Hans bilang, Bursa Efek Indonesia (BEI) memberlakukan FCA untuk memantau saham-saham bernotasi X.
"Bursa dan otoritas tampaknya melakukan riset ke luar negari dan menemukan untuk saham-saham yang likuiditas rendah itu menggunakan call auction untuk transaksinya," tutur dia.
Saham yang masuk papan pemantauan tidak sepenuhnya merugikan investor. Asalkan punya analisis yang tepat, investor bisa menemukan saham berlikuiditas rendah, tapi berfundamental baik. Selain itu, menurut Hans, FCA tidak membuat market sepi.
“Ada memang FCA, ada yang tetap biasa. Kemudian saham-saham yang sudah nempel di Rp50, tadinya enggak ada transaksi, tetapi sesudah masuk FCA, dia menuju ekuilibrium baru,” kata Hans.
Hans berpendapat FCA sangat bermanfaat bagi investor Indonesia yang kerap “terlalu berani”. Mekanisme ini membantu membatasi perilaku spekulatif.
“Yang paling penting itu adalah otoritas memastikan bahwa saham-saham ini sudah ditransaksikan dengan wajar, efisien, sesuai aturan,” tegas Hans.
Dengarkan Uang Bicara episode Full Call Auction BEI Rugikan Ritel? bersama Praktisi Pasar Modal, Hans Kwee di KBR Prime, Spotify, Noice, dan platform mendengarkan podcast lainnya.