ARTIKEL PODCAST
"Di tengah ekonomi sulit instrumen emas masih jadi primadona untuk diversifikasi investasi, nilainya yang stabil diminati masyarakat."
KBR, Jakarta – Harga emas dalam sebulan terakhir terpantau meningkat. Melesatnya harga logam mulia tak lepas dari ketidakpastian ekonomi global yang memengaruhi kondisi di tanah air. Meningkatnya permintaan emas membuktikan instrumen ini masih jadi favorit orang-orang sebagai safe haven.
Hal itu diamini Certified Financial Planner, Dian Savitri. Kata dia, emas merupakan instrumen yang cenderung stabil, sehingga banyak masyarakat yang berminat pada logam mulia ini.
Bahkan, di kondisi ekonomi yang sulit seperti sekarang, membeli emas untuk investasi masih relevan dilakukan.
“Emas itu kan instrumen buat nilai lindung uang ya, yang tahan sama inflasi gitu ya. Emas ini sangat-sangat bisa banget sebagai safe haven,” kata Dian Savitri pada KBR.
Antrean membeli emas yang sempat viral beberapa waktu lalu, menjadi bukti kepekaan terhadap investasi mulai meningkat di masyarakat. Dalam jangka panjang, nilai emas juga cenderung naik.
Menurut Dian, instrumen ini cocok digunakan untuk investasi jangka panjang.
“Misalkan 5 tahun atau 10 tahun lagi itu cocok banget buat bekal pensiun, jadi gak semuanya nih di pasar modal misalkan, tapi diversifikasi sebagian di emas,” ujarnya.
Akses pembelian emas makin terbuka lebar karena sekarang juga dijual logam mulia dalam gramasi (ukuran) kecil, yang memudahkan investor untuk membeli emas sesuai dengan keinginan.
Bagi orang yang lebih nyaman bertansaksi secara virtual, bisa membeli emas digital.
“Dengan nominal yang sangat terjangkau minimal Rp50 ribu, kayak ibu-ibu mungkin sisa belanja atau ya sisa uang THR gitu bisa ya dibeliin emas digital,” tutur Dian.
Dulu, emas sering diasosiasikan sebagai instrumen investasi orang-orang tua. Sekarang peminat logam mulia datang dari berbagai kalangan.
Certified Financial Planner, Dian Savitri menyebut faktor tekanan ekonomi dari eksternal dan internal memengaruhi kenaikan harga emas. (Foto: Dok pribadi)
Kepekaan Anak Muda Terhadap Emas
Salah satu generasi Z yang melek investasi adalah Kevin (24). Ia sudah menjadi investor sejak lima tahun lalu.
Berdasarkan analisis profil risikonya yang moderat cenderung konservatif, karyawan swasta ini memilih instrumen obligasi.
“Obligasi yang sifatnya SBN itu jadi passive income. Jadi memang saya compound di obligasi untuk nanti return-nya buat beli investasi yang lain," jelas Kevin.
Namun, mengamati kondisi ekonomi sekarang, Kevin tahun ini memutuskan melakukan diversifikasi instrumen investasi di emas.
“Melihat keputusan pemerintah ataupun Trump terutama yang juga memengaruhi ekonomi global, udah beberapa kali ngobrol juga sama temen-temen, dan lihat harganya masih stabil," katanya.
Demi kemudahan, Kevin memilih instrumen emas berbentuk digital.
"Tinggal beli di aplikasi digital, tinggal transfer, gak terlalu mikirin penyimpanan fisik, secara likuiditas juga bisa dijual kapan aja dan di mana saja," tuturnya.
Salah satu yang ia perhatikan juga adalah keamanan platform, jangan sampai aplikasi emas yang dipilihnya tidak memiliki keamanan digital.
Baca Juga:
Antrean membeli emas di salah satu kantor Butik Emas PT Antam pada 10 April. (Foto: Bloomberg Technoz)
Dilarang FOMO
Certified Financial Planner, Dian Savitri, mengatakan setiap orang dengan berbagai profil risiko investasi bisa membeli emas, namun alokasinya disesuaikan dengan tujuan keuangannya.
Emas, menurut Dian, lebih baik digunakan untuk investasi jangka panjang karena nilainya yang tidak tergerus inflasi.
“Minimal 3 tahun sih, menengah ke panjang gitu,” kata Dian.
Dian menyarankan untuk tidak membeli emas karena FOMO atau ikut-ikutan. Setiap investor harus mengetahui risiko dari instrumen yang dibelinya.
"Untuk jangka pendek kalau kita all in semuanya di emas itu risikonya cukup tinggi, karena emasnya lagi naik tinggi banget. Dan kalau mau cetak ada spread juga, pastiin itu juga," jelasnya.
Sama seperti instrumen investasi lainnya, investor juga harus tau kapan menjual asetnya. Dian menyarankan untuk menjual emas bila time frame tujuan keuangannya sudah dekat. Misalnya untuk biaya sekolah anak atau pensiun.
"Untuk jangka panjang dan memang untuk akumulasi aset buat pensiun gitu bisa jual emas gitu ya, boleh aja dilakukan take profit karena harganya lagi tinggi," tutupnya.