ARTIKEL PODCAST
Diskriminasi Polri Terhadap LGBTIQ+
Eks Brigadir Teguh Berbicara Perkara Diskriminasi Polri Terhadap LGBTIQ+
AUTHOR / Aika Renata
KBR, Jakarta - Bisa jadi ini bukan kasus pertama yang terjadi. Tapi pemecatan Eks Brigadir Tri Teguh dari Kepolisian, bisa jadi kasus pertama yang dapat eksposure media secara besar. Tahun 2018 lalu, institusinya menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat atau PDTH. Alasannya, orientasi seksualnya. Padahal, dia termasuk polisi yang punya prestasi.
Nah ini kali saya ngobrol bareng Eks Brigadir Tri Teguh perkara pemecatannya jadi anggota kepolisian dengan orientasi seksual minoritas, aktifitasnya setelah tidak lagi jadi anggota kepolisian, percintaan, dan makna cinta tentunya.
Anda mendengarkan Love Buzz bersama Saya Asrul Dwi.
QnA
Asrul : “Soal aktifitas sehari-hari sekarang apa?”
Teguh : “Saat ini karena pandemi ya, yang pertama sih sering-sering olahraga di rumah. Terus control barber shop saya, keliling ke outlet-outletnya Mas,”
Asrul : “Itu dari kapan punya barber shop, Mas?”
Teguh : “Saya punya barber shop sejak 2013,”
Asrul : “Kenapa barber shop? Apa karena demen cukuran atau nggak cocok dengan barber shop lain, atau gimana?”
Teguh : “Awal mulanya itu karena saya ingin ngasi kesempatan ke mereka yang putus sekolah. Saya mengadakan pelatihan, yang belum punya keterampilan untuk potong (rambut), saya ada guru pendidiknya, jadi bisa kapster dan kerja di tempat kami,”
Asrul : “Sekarang ada berapa barber shop?”
Teguh : “Sekarang ada 9 cabang. Semarang sama kota lainnya. Ada di Kudus, Salatiga juga,”
Asrul : “Sejak pandemi, terpengaruh nggak?”
Teguh : “Awalnya iya, karena orang banyak yang takut ada Covid. Sekarang alhamdullillah udah lumayan berangsur baik,”
Asrul : “Bisnis ini dijalani berarti sejak masih jadi polisi ya?”
Teguh : “Iya, ini kerja sampingan saya sejak masih aktif (di kepolisian) nah 2013 itu saya buka barber shop,”
Asrul : “Masuk pertama kali jadi polisi lulus sekolah kapan, Mas?”
Teguh : “Saya lulus SMA 2007, terus 2008 saya daftar masuk kepolisian,”
Asrul : “Kenapa tertarik untuk jadi polisi?”
Teguh : “Saya suka mengabdi Mas awalnya itu, suka melayani. Ndak tau kenapa, saya suka bantu orang,”
Asrul : “Tapi secara spesifik kenapa polisi, nggak yang lain kayak PNS, atau tantara?”
Teguh : “Dulu ada kenangan yang lumayan…apa ya. Di kampung itu kan banyak oknum (polisi) nakal. Jadi bikin saya pengen masuk dan ngerti gimana sih di polisi itu. Di kampung itu banyak konotasi jelek oknum yang nggak beres itu,”
Asrul : “Ada pengalaman nggak di kepolisian yang mungkin nggak dilupain?”
Teguh : “Banyak sih. Suka dukanya juga. Ramenya bareng-bareng. Kumpul sama temen-temen,”
Asrul : “Berapa tahun total di kepolisian itu?”
Teguh : “12 tahun,”
Asrul : “Lama juga ya. Tapi waktu itu sudah punya kesadaran bahwa Mas termasuk dalam kelompok minoritas seksual atau LGBT?”
Teguh : “Saya sudah mengerti dan paham ya dengan kondisi saya ini minoritas,”
Asrul : “Tapi waktu itu terbuka tentang seksualitas Mas ketika berada di kepolisian?”
Teguh : “Oh, ndak. Saya tidak terbuka. Selama ini saya jaga privasi saya karena saya menganggap orientasi seksual saya itu privasi saya dan tidak perlu saya buka ke orang lain. Jadi selama kurang lebih 10 tahun saya bertugas itu tidak ada satu orang pun teman deket atau satu angkatan di Polri, atau komandan-komandan ndak tau tentang saya yang tergolong minoritas orientasi seks tadi,”
Asrul : “Sampai kemudian terjadi pemecatan, itu gimana kronologinya?”
Teguh : “Awal mula tahun 2017, berakhir di 2018 akhir itu. Awal mula kan tepatnya 2017 hari Valentine, saya rayakan dengan pasangan saya. Pasangan saya waktu itu dokter spesialis di Kudus. Nah, sekitar jam 11 malam ada orang yang ngaku dari Polres Kudus dan minta saya ikut ke Polres. Saya tanya keperluannya, mereka ndak bisa jawab. Dan surat tugasnya juga nggak ada. Terus sempet saya tolak karena itu udah larut malam sekitar setengah 12-an dan esoknya saya harus ngawal ke Borobudur waktu itu. Tapi mereka bersikukuh.
Untuk menghindari cekcok, saya ikut ke Polres Kudus. Sampe polres, saya dites urine cek pake narkoba ato ndak. Yang kedua, hp saya disita dan diinterogasi sampe jam 2 dini hari disana,”
Asrul : “Tapi mereka juga tahu kalo Mas anggota kepolisian juga?”
Teguh : “Tahu. Dan mereka tahu juga saya anggota Polda Jateng. Setelah diinterogasi sekitar jam setengah 3 dini hari itu saya dilimpahkan ke Paminal (Pengamanan Internal Polri) Polda Jateng. Interogasi ulang lagi sampai kisaran jam setengah 6 pagi. Jadi nggak tidur.
Beberapa hari kemudian saya diwajibkan tes psikologi kisaran 3 hari setelah diinterogasi itu. Dan diminta ikut program rehabilitasi selama 6 bulan,”
Asrul : “Prosedur itu memang ada di kepolisian?”
Teguh : “Itu dari fungsi Paminal-nya, ya saya ikuti aja apa maunya. Berlanjut ke sidang kode etik Polri. Waktu sidang pertama itulah muncul rekomendasi PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat).” Nah di hari yang sama saya mengajukan banding karena saya kurang puas aja kok langsung rekomendasi PTDH. Banding saya ditolak tujuh bulan kemudian, tetapi anehnya selama itu saya masih bertugas rutin seperti biasa dan bahkan saya kena sprint (surat perintah) jelang lebaran di tol Boyolali waktu itu. Mereka tugaskan saya disana selama dua minggu. Kok banding ditolak tapi mereka masih mengaktifkan saya membantu Polres Boyolali,”
Asrul : “Itu berarti belum secara efektif pemecatan itu dilakukan?”
Teguh : “Pemecatan itu efektif sejak keputusan keluar, Mas dari Polda Jateng. Seingat saya operasi Ketupat itu Oktober 2018, muncul surat keputusan itu Desember 2018. Itu pun saya dapat kabar dari teman seangkatan saya lho. Pagi-pagi dia telpon, ngasitau kalau saya di PTDH saat upacara, itu bareng sama upacara kenaikan pangkat dan pensiun. Jadi digabung ada 3 item. Saat itu pun saya kaget karena nggak ada pemberitahuan sama sekali dari atasan atau surat tertulis dari mereka. Sepengetahuan saya, orang yang di-PTDH itu ada pemberitahuan entah itu tertulis atau lisan,”
Asrul : “Artinya alasan pemecatan waktu itu tidak disampaikan atau sudah ada di rekomendasi PTDH?”
Teguh : “Iya, kalau alasan sih versi mereka, saya dianggap melanggar norma dan merusak citra Polri. Menurunkan citra Polri,”
Asrul : “Secara spesifik soal orientasi seksual nggak disebut ya?”
Teguh : “Ndak. Nggak nyebutin. Ini kan melanggar norma kan kayak pasal karet ya. Banyak hal kan yang dianggap melanggar norma. Kayak ya beginilah endingnya,”
Asrul : “Sedikit balik lagi soal rehabilitasi tadi boleh diceritakan kah di rehabilitasi itu prosesnya apa saja yang dilewati?”
Teguh : “Kita dikelompokkan dengan yang kasus-kasus narkoba, kasus lainnya. Kayak diberi arahan sama atasan,”
Asrul : “Materinya berarti nggak merujuk langsung pada orientasi seksual gitu? ”
Teguh : “Ndak. Jadi lebih seperti hal nya penugasan umum aja, Mas. Selama rehabilitasi ini mereka nggak pernah bahas tentang orientasi seksual. Ya kayak SOP di kepolisian, gitu aja sih. Soal orientasi seksual sama sekali tidak ada,”
Asrul : “Waktu upacara kan ada diumumkan. Apa yang ada di pikiran Mas waktu itu?”
Teguh : “Saat itu, karena saya tidak ditugaskan untuk upacara ya saya di rumah aja. Temen telpon itu ya karena saya nggak ada tugas upacara. Jadi upacara itu nggak diwajibkan, ada surat perintahnya, jadi ndak semua anggota ikut. Kalau semua upacara ikut ya penuh lapangan Mas, ndak muat. Makanya ada surat perintah kan, biar gantian,”
Asrul : “Nah kejadian yang kemarin ini kan mau nggak mau bikin Mas coming out atau melela. Waktu itu gimana Mas ngadepinnya mungkin ke kolega, keluarga, rekan kerja?”
Teguh : “Sehari dua hari saya berpikir ya, yang dulu ndak tau sekarang jadi tahu. Tetapi wajar aja sih, ternyata sebagian besar dari mereka pun tidak mempermasalahkan orientasi seksual saya. Mereka nganggap saya teman mereka, seperti anggota (Polri) yang lain. Kemungkinan mereka sadar juga ini bukan ranah mereka untuk dibahas. Pernah ada sih yang bahas, ya perlakuan mereka sama aja. Patroli ya bareng, sarapan apel pagi ya bareng, seperti biasa aja,”
Asrul : “Tapi kalo di kepolisian sendiri kira-kira orang yang kemudian termasuk dalam minoritas orientasi seksual, interaksinya kayak gimana? Hati-hati kah atau biasa aja, karena kan nggak banyak orang yang membuka diri gitu?”
Teguh : “Saya pun selama ini, kami ndak tau ya Mas kalau ada teman yang seperti itu (LGBT) atau nggak. Saya pun kan mereka ndak tau jadi ya biasa aja, ndak ada yang janggal dalam bergaul. Bertugas ya bertugas, ndak ada pengaruhnya,”
Asrul : “Pemecatan sudah terjadi, proses hukum masih berjalan. Kalau dari cerita Mas tadi kayaknya cinta mati banget sama institusi kepolisian. Apa masih punya perasaan atau rasa cinta yang sama ke institusi kepolisian?”
Teguh : “Saya masih cinta ya. Karena sampai sekarang pun masih kontak-kontakan, masih ada di grup intern Polri, jadi satu angkatan saya masih menganggap saya bagian mereka jadi mereka ndak menjauh dari saya. Pribadi saya masih ada jiwa bhayangkara,”
Asrul : “Dan itu nggak akan pernah hilang?”
Teguh : “Ya mudah-mudahan. Karena ini merupakan cita-cita saya sejak SMA dan banyak perjuangan kan menjadi Polri. Akhirnya kok karena masalah minoritas ini jadi dipermasalahkan mereka. Pengabdian saya selama kurang lebih 10 rahun itu kok kayak ndak ada artinya. Tetapi satu hal, atasan pun mereka menilai ada pro kontra juga di instansi itu. Menilai orientasi itu ada yang anggap hal yang biasa, ada hal yang perlu diperdebatkan. Nah kemarin juga kok pas sidang saya, mereka kontra,”
Asrul : “Artinya nggak ada aturan khusus yang melarang orang-orang dengan orientasi seksual minoritas atau LGBT untuk jadi polisi, katakan lah begitu,”
Teguh : “Ndak ada. Persyaratan polisi ndak ada seperti itu. Mereka ndak bisa menunjukkan poin mana sih orientasi seksual ini yang masuk kategori pelanggaran. Saya berharap sih atasan bisa bijak dalam hal memutuskan masalah, kemudian dalam memberi sanksi, harusnya lebih bijak. Karena itu jadi panutan ke bawahan toh, Mas,”
Asrul : “Baru kepikiran satu pertanyaan yang mungkin banyak orang denger cerita aja tanpa tau bener ato nggak. Kalo masuk kepolisian, salah satu tesnya adalah soal tes keperjakaan, keperawanan gitu katanya kan ada, terus tes untuk mengetahui calon polisi ini gay atau nggak. Ini beneran ada nggak sih?”
Teguh : “Ndak ada. Tentang psikologi itu lebih ke sifat ya, kalau orientasi ini kan nggak mengarah ke tes tersebut. Macam pengendalian diri, emosi, itu bisa dicek di tes prikologi itu,”
Asrul : “Dan itu ndak ada hubungannya dengan seksualitas sama sekali ya?”
Teguh : “Ndak ada. Bahkan kemarin pas sidang di PTUN Semarang ada ahli psikolog UNIKA Soegijapranata dia berkata ndak ada tes yang bisa menjurus ke sana yang menyatakan orang ini gay atau lesbi, itu ndak ada,”
Asrul : “Bahkan normal atau nggaknya, maksudnya bukan satu hal yang abnormal gitu ketika orang punya seksualitas yang berbeda atau lainnya selain heteroseksual?”
Teguh : “Iya, ini kan banyak penelitian. Orang minoritas seperti kami ini kan tidak berpengaruh ke kinerja atau profesionalitas kita dalam hal penugasan. Tergantung masing-masing lah kayak macam hetero. Ada kok yang hetero pas kerja nggak beres juga. Jadi, ndak karena minoritas orientasi seksualnya tapi pribadi masing-masing itu, kepribadiannya,”
Asrul : “Tadi kita bahas soal cinta kepolisian sebagai institusi. Tapi kalau kehidupan percintaan Mas gimana. Kabarnya sudah ber-partner 12 tahun lamanya.”
Teguh : “Ya betul. Kami udah 12 tahun hubungan,”
Asrul : “Awalnya gimana, Mas?”
Teguh : “Awalnya ketemu di mal waktu itu pas saya main sama temen, ketemu dan bertukar nomor HP dan selanjutnya makan malam. Ya seperti PDKT,”
Asrul : “Kenalnya di mal random aja atau ketemuan sebelumnya?”
Teguh : “Iya random, nggak sengaja ketemu. Saya niatnya jalan-jalan seperti biasa, ndak ada niatan bertemu sama pasangan say aini. Akhirnya berlanjut ngobrol-ngobrol, ketemu berikutnya hari kedua, makan malam,”
Asrul : “Kenapa tertarik dengan satu orang ini? Apa ketertarikan awalnya?”
Teguh : “Awalnya sreg aja, kita sama-sama komitmen akhirnya jadian,”
Asrul : “Berapa lama dari awal kenal sampai jadian?”
Teguh : “Kurang lebih tiga mingguan,”
Asrul : “Cepet juga ya, patas. Langsung sreg dan bertahan sampai 12 tahun tuh gila juga sebenernya?”
Teguh : “Ya, kurang lebih 12 tahun. Kami serumah,”
Asrul : “Berapa lama tinggal serumah?”
Teguh : “Tinggal bareng udah 10 tahun,”
Asrul : “Awet banget itu gimana caranya?”
Teguh : “Asal nggak di-formalin aja hehe…Yang pertama, kami saling komitmen saling mengerti, dan saling mengalah.”
Asrul : “Komunikasi gimana Mas, tad ikan cerita awal ada Valentine, yang jadi mula juga pemecatan. Ritual-ritual romantis kayak gitu teteup dilakukan gitu ya?”
Teguh : “Kan momen ya, ya seperti orang-orang pacaran aja, kadang ya ngambekan. Ada suka dukanya juga. Banyak hal pokoknya,”
Asrul : “Menghadapi kasus ini, sama pasangan juga waktu itu. Kayak gimana menghadapinya biar hubungan nggak terpengaruh?”
Teguh : “Saya maju ini kan karena dukungan dari keluarga, pasangan, teman-teman di kepolisian juga. Mereka juga berharap saya bisa masuk lagi di Polri,”
Asrul : “Masih berharap masuk Polri lagi?”
Teguh : “Masih, sampai sekarang,”
Asrul : “Masih mungkin kah, Mas?”
Teguh : “Ya kalau Tuhan berkehendak, pasti mungkin kan. Meskipun halangan terberat pun kalau Tuhan berkehendak iya teteup iya kan. Makanya saya masih memperjuangkan hak saya di PTUN Semarang. Harapan saya masih bisa kembali bekerja, karena saya buktikan selama 10 tahun bertugas saya mendapatkan penghargaan dari Presiden Jokowi menjadi anggota Polri yang konsisten tidak pernah melakukan pelanggaran sehingga saya dianggap polisi teladan. Artinya, ini bukti lho orientasi seksual itu tidak mempengaruhi kinerja seseorang,”
Asrul : “Iya, nggak masuk akal sih itu kalo orientasi seksual dijadikan alasan pemecatan,”
Teguh : “Mereka menganggap saya menurunkan citra Polri, kan itu hal yang aneh. Karena selama saya bertugas saya selalu menjaga privasi, keluarga besar saya pun ndak ada yang tahu tentang orientasi seksual saya. Bahkan temen satu angkatan aja ndak tau. Mereka tahunya itu dari fungsi Paminal yang koar-koar ke anggota lain. Nah, kok saya yang dituduh menurunkan citra Polri? Wong yang koar-koar mereka. Harusnya malah mereka yang menurunkan citra Polri,”
Asrul : “Kalo pun itu ndak dibuka ya ndak ada yang tahu ya. Kasus ini ndak akan berkembang ya sebetulnya,”
Teguh : “Iya. Dan mereka tahu pun dari HP saya lho, Mas,”
Asrul : “Maksudnya?”
Teguh : “Waktu kejadian 2017 itu kan hari Valentine. Mereka sita HP saya selama 2 minggu-an,”
Asrul : “Untuk buka HP gitu harusnya ada surat khusus kan?”
Teguh : “Nggak ada. Di intern Polri itu, atasan sangat berkuasa lah. Atasan kan ada yang baik, ada yang ndak juga. Semoga atasan lebih bijak untuk beri sanksi ke anak buahnya,”
Asrul : “Kayak gimana reaksi keluarga waktu itu?”
Teguh : “Keluarga tahu karena saya yang beri tahu. Lebih baik saya yang jujur ke mereka daripada mereka tahu dari orang lain yang bisa ditambah-tambahi versinya. Saya terbuka. Mereka awalnya kaget sih,”
Asrul : “Tapi akhirnya mereka menerima?”
Teguh : “Iya,”
Asrul : “Uda dikenalin sama pasangan juga berarti?”
Teguh : “Udah. Sejak saya kenal dia, udah kenal sama keluarga juga tapi statusnya ndak pasangan. Bapak angkat, seperti itu. Kami pun ndak koar sana sini tentang hubungan kami. Kami jaga privasi, kecuali saya yang koar-koar saya anggota Polri, pacari ini itu, nah itu pantes mereka bilang saya menurunkan citra Polri,”
Asrul : “Keluarga berarti komunikasi juga dengan pasangan, ndak ada masalah ya?”
Teguh : “Iya, ndak ada masalah,”
Asrul : “Ada pemecatan tapi sisi lainnya mungkin hubungan jadi lebih kuat dengan pasangan? Bahagia kah sekarang?”
Teguh : “Kehidupan saya itu berbedanya cuma satu. Karena yang dulunya bertugas, sekarang nggak. Kalo soal keharmonisan sih ndak ada perubahan. Saya juga beruntung punya pasangan yang nggak melihat saya dari cuman seragam,”
Asrul : “Nggak ada rencana adopsi anak, Mas? Mungkin anaknya dah harusnya dua, haha,”
Teguh : “Saya ada anak 9 lho. Ada burung, macem-macem. Kalo yang kerja tempat saya ini, anak barber shop ada 16. Terus, saya sering pulang kampung bantu orang tua juga,”
Asrul : “Prestasi lainnya yang Mas dapat selain dari Presiden, ada lagi kah?”
Teguh : “Selama bertugas, saya ndak pernah dapet teguran lisan atau tertulis,”
Asrul : “Artinya sebenarnya ndak ada masalah ya?”
Teguh : “Ndak ada. Kenaikan pangkat itu pun saya wajar. Saya bintara ini kan tiap 4 tahun sekali naik. Ndak ada hambatan, karena faktanya ndak ada masalah,”
Asrul : “Kira-kira apa yang pengen disampaikan ke orang-orang diluar sana. Banyak berita muncul ketika kejadian ini mengemuka. Dan kalo baca itu, kadang ada yang menyudutkan,”
Teguh : “Orientasi seksual itu tidak mempengaruhi kinerja atau profesionalitasnya. Ini terbukti dari secara keilmuan psikologi. Banyak pakar yang mengatakan hal yang sama. Minoritas seperti ini harusnya tidak dianggap abnormal atau tidak normal. Harusnya normal-normal aja. Harapan saya, tentang pemahaman seperti ini harusnya lebih bijak menyikapi,”
Asrul : “Menurut Mas, makna atau arti cinta itu apa?”
Teguh : “Pribadi saya, cinta itu pengorbanan. Orang yang dikatakan mencintai, itu orang yang mau berkorban. Entah itu berkorban waktu, tenaga, pikiran, pokoke segalanya deh Mas. Tapi kalau orang yang ngomong mencintai tapi ndak mau berkorban, ya berarti omong kosong dong,”
Baca juga : Matthew Girsang, Laki-Laki Penyintas Kekerasan Seksual
Kalau kamu punya saran, komentar, atau ingin berbagi cerita boleh banget email ke podcast@kbrprime.id dan tulis ‘Love Buzz’ untuk subject email-nya.
Katanya setiap anggota Polri harus tunduk terhadap norma hukum, mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Lalu kalau ada pemecatan anggota kepolisian lantaran orientasi seksualnya dianggap merusak citra Polri, apakah itu sama dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia?
Kunjungi kbrprime.id untuk menyimak beragam podcast lainnya dari KBR.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!