AGAMA DAN MASYARAKAT

SuperQurban, Solusi Distribusi Daging Kurban

"Jika dikelola dengan benar, potensi daging kurban sangat besar bagi masyarakat miskin, atau mereka yang tengah dilanda bencana. "

SuperQurban, Solusi Distribusi Daging Kurban
Pedagang tengah memberi makan ternak sapi untuk kurban. Foto: KBR/Adhima Sukotjo

KBR, Jakarta – Ratusan tahun lamanya umat muslim dunia melaksanakan perayaan Hari Raya Iduladha dengan menyembelih hewan kurban. Entah itu sapi, kambing, domba, atau unta. Hal serupa juga terjadi di Indonesia. Di mana sering kita temui begitu banyak penjual hewan kurban menjajakan hewan manakala perayaan ini tiba.

Yang juga jamak kita temui juga adalah, para fakir miskin yang harus mengantre di masjid, atau di rumah-rumah mereka yang berkurban, untuk mendapatkan pembagian daging kurban.

Di satu sisi, ada daerah yang memang kekurangan daging kurban. Sementara di daerah lainnya, justru memiliki kelebihan daging kurban. Akibatnya, pembagian daging kurban kerapkali salah sasaran.

Selain itu, karena pengolahannya atau pemanfaatannya yang selama ini konvensional, membuat daging kurban hanya bisa bertahan atau dikonsumsi maksimal selama tiga hari. Padahal, jika dikelola dengan benar, potensi daging kurban sangat besar bagi masyarakat miskin, atau mereka yang tengah dilanda bencana. Terlebih Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi bencana yang besar.

Esensi Iduladha adalah berbagi, berkurban. Yang jadi masalah kemudian adalah pemerataan daging kurban itu bagi masyarakat yang membutuhkan, terutama fakir miskin yang sering kekurangan gizi. Inilah yang sedang diterobos oleh sejumlah pihak, termasuk lembaga Rumah Zakat, dengan mengelola hewan kurban secara lebih modern dan tepat sasaran, tanpa melanggar aturan syar’i.

Rumah Zakat, boleh dibilang lembaga zakat pertama di nusantara, yang membuat konsep beda dalam mengelola daging kurban saat Iduladha.

Kepala Divisi Jaringan Rumah Zakat, Irvan Nugraha mengatakan, sejak tahun 2000 lembaganya telah mengeluarkan program SuperQurban. Ini adalah cara baru mengelola daging kurban, yakni dengan dijadikan kornet dan dikemas dalam kaleng. Cara ini membuat daging bisa bertahan hingga tiga tahun.

“Kita punya dua sisi. Yakni, adanya potensi qurban umat Islam. Ada yang melimpah, ada yang tidak. Fenomena yang terjadi adalah daging terbuang percuma. Kita lihat Indonesia daerah rawan bencana. Nah, ini kita coba kemas daging hewan kurban dengan dikornetkan untuk membantu korban bencana dan kemiskinan,” ujarnya di KBR, Rabu malam, (23/9).

Pengkornetan ini kata dia, diawali dengan pelibatan unsur masyarakat. Saat ini, semua prosesnya terpusat di Probolinggo, Jawa Timur. Masyarakat di sana dilibatkan mulai sejak proses peternakan, hingga proses akhir pengkornetan. Hewan kurban yang akan disembelih pun, kata dia, sudah jauh-jauh hari sudah diperiksa kesehatannya, termasuk kelayakannya secara syariah. Saat masyarakat berkurban melalui Rumah Zakat, penyembelihan, pengkornetan akan dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Penyembelih hewan pun juga mendapatkan pelatihan bagaimana menyembelih yang benar dan sesuai syariah.

“Kita sudah lakukan terobosan. Awalnya kita membeli dari peternak lalu kita kornetkan. Lalu kita inovasi kembali dengan memberdayakan peternak. Sebelum kita sembelih, kita berdayakan petani, dengan konsep inti plasma. Kita berikan petani ternak untuk dirawat, dan kita bagi hasilnya dengan petani.”

Kornet yang sudah jadi, kata Irvan, tidak diperjualbelikan. Melainkan didistribusikan. Baik itu ke desa-desa binaan Rumah Zakat, kantor cabang, maupun ke daerah atau pulau terpencil, serta wilayah-wilayah yang dilanda bencana. Rumah Zakat bahkan telah mengirim kornet ini ke Nepal, yang beberapa waktu lalu dilanda gempa dahsyat.

“Pertama Desa Binaan, yang selama ini kita bina. Kedua ketika ada bencana. Biasanya ini dibutuhkan saat pengungsian bencana, karena praktis. Tidak boleh diperjualbelikan. Ini biasanya yang berkurban, menitipkan ke kita, untuk dikornetkan. Untuk jerohan, tetap kita bagikan. Karena tidak bisa dikornetkan,” tuturnya.

Diakuinya, cara pembagian daging kurban secara konvensional hingga kini masih berlangsung. Karena memang tak mudah memberi pemahaman ke publik. Tak jarang pula mereka yang mendapatkan kurban dalam bentuk kornet, bertanya kepada petugas Rumah Zakat. Tapi, tak dipungkiri juga banyak penerima yang senang dengan inovasi ini. Terlebih jelasnya, kornet ini bisa langsung dimakan, tanpa harus mengolahnya lagi.

Inovasi daging kurban dijadikan kornet mendapat apresiasi Kementerian Sosial. Dirjen Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan, Kementerian Sosial, Hartono Laras pun juga mengakui, distribusi yang tak merata kerap jadi kendala teknis. Untuk itu kata dia, perlu persiapan matang saat Iduladha.

Editor: Malika

  • Agama dan masyarakat
  • Toleransi
  • iduladha
  • kurban
  • Hari Raya Kurban

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!