AGAMA DAN MASYARAKAT

Berkenalan dengan Sapta Darma

"Sapta Darma tidak bertentangan dengan agama lain dan juga bukan sempalan agama tertentu"

Wydia Angga

Berkenalan dengan Sapta Darma
Lambang Sapta Darma

KBR, Jakarta - Beberapa hari lalu ada kabar penganut agama lokal Sapta Darma di Kabupaten Rembang Jawa Tengah mendapat ancaman dan intimidasi dari kelompok anti-keberagaman. Kelompok yang mengatasnamakan Forum Umat Islam (FUI) itu memaksa umat Sapta Darma menghentikan kegiatan renovasi pembangunan sanggar atau tempat ibadah mereka.

Para penganut kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa di Indonesia ini masih belum bisa merasakan kebebasan beribadah dan berkeyakinan. Mereka mengalami berbagai intimidasi mulai dari dituduh sesat sampai perusakan tempat ibadah. Bahkan jenazah para penganut kepercayaan ini pun dilarang dimakamkan di tempat pemakaman umum.

Meski begitu, Bambang Subagyo, Sekretaris Tuntunan Agung KSD (Kerohanian Sapta Darma) masih percaya keberadaan agama di Indonesia dilindungi konstitusi. Oleh karenanya menurut Bambang, masyarakat berhak melaksanakan agama dan kepercayaan masing-masing.

Kata Bambang penganut Sapta Darma diajarkan untuk taat hukum. Semangat patriotisme ditanamkan kepada penganut Sapta Darma dalam hidup bermasyarakat, selain juga sikap budi pekerti yang mereka junjung tinggi.

“Sapta Darma tidak bertentangan dengan agama lain dan juga bukan sempalan agama tertentu”, jelas Bambang dalam program perbincangan Agama dan Masyarakat di KBR

Kepercayaan Sapta Darma diturunkan berdasar wahyu yang diterima Harjo Sapuro yang kemudian disebut sebagai panuntun. Hari raya dari kepercayaan ini diperingati setiap tanggal 1 Suro. Semboyan penganut Sapta Darma adalah menjadi penerang kepada siapa saja dimanapun mereka berada. Tempat ibadah mereka di sebut sanggar.

Ketua Persatuan Sapta Darma Jakarta, Heru Purnomo mengungkap bahwa Sanggar Sapta Darma di DKI ada beberapa lokasi di Jakarta dengan jumlah penganut sekira satu juta orang yang tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia.

“Sayangnya, selama ini, kata Heru, anak-anak penganut Sapta Darma harus mengikut pelajaran agama yang ada” ujar Heru.

Soal ini, Direktur Pembinaan Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa dan Tradisi, Sri Hartini mengatakan bahwa implementasi aturan pelayanan lembaga adat di lapangan selama ini memang belum sesuai dengan Peraturan Menteri yang ada. Inilah yang membuat kelompok masyarakat seperti mereka rentan menghadapi tindak kekerasan dari kelompok intoleran. Dalam situasi seperti ini mestinya negara hadir untuk menindak ormas-ormas intoleran. 

Edtor: Malika

  • Agama dan masyarakat
  • Toleransi
  • sapta darma
  • rembang
  • petatoleransi_09Jawa Tengah_biru

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!