AGAMA DAN MASYARAKAT

Toleransi Bentengi Umat dari Upaya Adu Domba

"Peresmian gereja dilaksanakan cukup unik karena diramaikan oleh kegiatan marawis oleh anak-anak pesantren Hurin’in."

Yudi Rachman

Toleransi Bentengi Umat dari Upaya Adu Domba
Ilustrasi foto: Antara

KBR, Meski berulang kali diuji, toleransi antar umat beragama di Indonesia terbukti tetap terjaga. Setidaknya dibeberapa tempat sejumlah orang tetap merawat kerukunan umat beragama. Hal ini terlihat pada acara peresmian gereja baru Paroki di Cilangkap, Jakarta Timur, Mei lalu.  Peresmian gereja dilaksanakan cukup unik karena diramaikan oleh kegiatan marawis oleh anak-anak pesantren Hurin’in. Gereja yang diresmikan itu bernama Anak Domba Santo Yohanes Maria Vianney. Ini adalah salah satu gereja terkenal di Jakarta, yang dahulu dikenal sebagai gereja tenda. Keunikan lain dari gereja ini adalah adanya patung Corpus Christi atau patung Yesus di altar gereja dibuat oleh seorang seniman muslim terkenal di negeri ini.

Kebersamaan antar umat beragama memang indah. Contoh lain bisa dilihat di Malang, Jawa Timur dimana pengurus gereja memberikan halamannya untuk digunakan salat Ied. Gereja Katolik Paroki Hati Kudus Malang, Jawa Timur selalu memberikan kesempatan umat muslim melakukan salat Ied di halaman gerejanya. Bahkan, di malam Idul Fitri, umat kristian juga ikut takbiran keliling bersama di kota Malang.

Dua contoh itu memberi kesejukan bagi kita di Indonesia, di tengah banyak berita yang menggambarkan intoleransi umat beragama. Pastor Kepala Paroki, Cilangkap, Jakarta Timur Rochadi Widagdo Projo punya pendapat menarik soal ini. 

“Kebersamaan kita berjihad dalam memerangi kemiskinan dan kebodohan. Kita bersaudara, kehadiran dari sodara kita yang muslim ke gereja tidak aneh. Kita belajar soal kehidupan. Saya juga diajak mengisi ceramah Ramadhan di pesantren,” katanya.

Sementara itu salah satu pengurus pesantren Hurin’in, Baihaqi menjelaskan hubungan dengan kelompok gereja merupakan bentuk toleransi berdasarkan kemanusiaan. Kata dia, toleransi yang diajarkan kepada anak-anak didik merupakan ajaran Rasullulah dan sahabat yang menjaga umat agama lain dan tidak menyakitinya.

“Kami membangun pesantren di Tanah Abang, kami menolong anak-anak tdk mampu. Kami membangun pesantren untuk menyatukan visi dan misi kemanusiaan. Kita bersaudara, kita sudah terbiasa. Anak-anak pesantren sudah terbiasa hidup toleransi,” ungkap Baihaqi.

Baihaqi mengaku tidak takut mendapat cibiran dari kelompok Islam radikal yang anti membangun kebersamaan dengan umat kristiani.

“ Kita semua harus menjaga toleransi. Kita jangan takut kehilangan iman jika hidup toleransi. Kita tidak mencampur adukkan aqidah. Kita tidak takut terganggunya iman. Kami tidak takut dicibir, karena kewajiban sebagai manusia saling membantu,” jelas pria yang membangun pesantren di kawasan padat penduduk Tanah Abang.

Rasa toleransi ini ditularkan juga kepada anak didiknya yang selalu diajak mengenal agama lain. Dia meyakini perbedaan itu sebagai kekayaan iman.  

“Kita bersaudara, kita sudah terbiasa. Anak-anak pesantren sudah terbiasa hidup toleransi. Marawis kita juga diajarkan kelompok gereja. Kita juga membawa romo ke pesantren,” jelas Baihaqi.

Toleransi, selain indah, dia juga menjadi benteng untuk melindungi dari upaya adu domba antar umat beragama.  

Editor: Malika

  • Agama dan masyarakat
  • Toleransi
  • petatoleransi_06DKI Jakarta_biru

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!