NUSANTARA

Sejauh Mata Memandang, Mode Lokal Peduli Lingkungan

Sejauh Mata Memandang, Mode Lokal Peduli Lingkungan

KBR, Yogyakarta- Industri mode berkembang begitu pesat. Di balik pesatnya perkembangan industri mode, ada beban tanggung jawab atas dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Sebab, aktivitas produksi dan konsumsi busana yang masif dan cepat, seringkali menggunakan bahan-bahan tak ramah alam, serta jejak karbon dari hulu ke hilir. Di tataran global, industri mode berkontribusi secara signifikan dalam merusak lingkungan.

Mengutip situs www.zerowaste.id, ada istilah fast fashion yang dikenal dalam industri fesyen. Fast fashion adalah kondisi di mana industri tekstil berupaya menciptakan aneka model fesyen, dalam waktu sangat singkat, dan memakai bahan baku berkualitas buruk, sehingga tidak tahan lama. Kini, dalam setahun fast fashion mampu memproduksi 42 model.

Kerap kali, fast fashion tak memerhatikan dampak negatif terhadap alam, dan mengorbankan keselamatan para pekerja. Itu karena mereka harus bekerja hingga 14 jam sehari, dengan upah rendah. Industri semacam ini kebanyakan berada di Asia dan negara berkembang, seperti India, Bangladesh, dan Indonesia.

Karena itu, sejumlah orang atau lembaga mencoba mengajak masyarakat meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga alam melalui industri mode. Salah satunya datang dari Sejauh Mata Memandang. Ini adalah label mode Indonesia, yang diklaim peduli kelestarian lingkungan.

Direktur Kreatif dan Pendiri Sejauh Mata Memandang, Chitra Subyakto mengaku, ia berupaya merevolusi dunia mode agar lebih ramah lingkungan, salah satunya melalui karya-karya yang ditampilkan di "Sejauh Rumah Kita".

"Kan, kita tinggal di bumi. Kita ambil makan dari bumi, ambil air dari bumi. Kita sepatutnya wajib menjaga bumi. Itu bisa macam-macam, bisa ikutan petisi, bisa ikutan memilih konsumi yang kita beli. Misal beli baju, kita bisa lihat bahannya apa," katanya di Rumah Simbah Studio, Yogyakarta, Senin, (11/7/2022).

Setiap Langkah Kecil Berpengaruh

Menurut Citra, konsep jenamanya tersebut sejalan dengan komitmen yang diusung sejak awal berdiri. Yakni, ia ingin menciptakan sandang dari bahan yang dapat terurai, dan memanfaatkan sisa kain produksi, serta melakukan program daur ulang dan modifikasi nilai guna dari kain.

"Memang kita ini lahir dan hidup di sistem yang sudah terjadi ini. Tidak banyak yang kita lakukan karena kita bukan pembuat keputusan. Tapi, kita sebagai individu bukan berarti kita harus diam saja. Setiap langkah kecil yang kita lakukan itu ada pengaruhnya," ujarnya.

Kisah Punah Kita

Pameran ‘Sejauh Rumah Kita’ dibuka untuk umum mulai 8 Juli hingga 4 September 2022. Ini adalah kelanjutan dari keterlibatan Sejauh Mata Memandang di ARTJOG 2022. Di samping itu, Sejauh Mata Memandang juga menghadirkan pameran instalasi bertajuk ‘Kisah Punah Kita’ di Jogja Nasional Museum (JNM) Yogyakarta.

"Dalam pameran itu, kita juga menampilkan tentang realita yang sedang terjadi di bumi, rumah kita saat ini. Kita, manusia mempunyai pilihan. Kita mau menjadi bagian dari solusi, atau kita mau menjadi bagian dari polusi," jelas Chitra.

Kisah Punah Kita adalah instalasi seni sebagai pengingat betapa dekatnya kita dengan kepunahan. Namun, hal tersebut sebenarnya bisa dicegah dengan langkah-langkah nyata. Pengunjung yang datang akan timbul kepedulian dan pada akhirnya menjadi sebuah tindakan nyata.

"Hal ini selaras dengan pilar utama Sejauh Mata Memandang yang terus berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, bahwa semakin gentingnya permasalahan lingkungan hidup. Ini perlu ditindak-lanjuti bersama, baik dari perubahan perilaku maupun tindakan nyata," paparnya.

Baca juga:

Editor: Sindu

  • fast fashion
  • fesyen
  • Sejauh Mata Memandang
  • Industri mode
  • Sejauh Rumah Kita
  • Kisah Punah Kita
  • Jogja Nasional Museum (JNM) Yogyakarta
  • ARTJOG 2022

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!