BERITA

Hukuman bagi Koruptor Tak Beri Efek Jera, RUU Perampasan Aset Kembali Digaungkan

perampasan aset

KBR, Jakarta - Anggota Komisi bidang Hukum di DPR RI Johan Budi menilai penuntutan hukuman bagi koruptor baik oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Kejaksaan Agung masih belum memberikan efek jera.

Johan Budi mengatakan itu terlihat dari masih banyaknya pejabat publik yang ditangkap akibat terlibat korupsi.

"Kalau ditanya apakah sudah menimbulkan efek jera? Tidak juga. Buktinya apa? Buktinya masih banyak yang ditangkap kan. Berarti tidak menimbulkan efek jera. Apa karena hukumannya tidak berat? Kan sudah dituntut hukuman mati juga kan. Tapi menurut saya tidak cukup," kata Johan melalui sambungan telepon kepada KBR, Rabu (8/12/2021).

Johan Budi mengatakan, penegakan hukum pada tindak pidana korupsi seharusnya memberlakukan hukuman berat bagi siapapun pelakunya.

Kemudian, hukuman berat tidak akan menimbulkan efek jera jika tidak barengi upaya memiskinkan pelaku korupsi.

"Itu tidak akan menimbulkan efek jera kalau tidak dikuti oleh satu penegakan hukum harus diberlakukan sama, kedua pengembalian uang negara harus semaksimal mungkin. Jadi dimiskinkan pelaku korupsi itu," ujar Johan yang pernah menjabat juru bicara KPK.

Selain itu, para penegak hukum harus memiliki persepsi yang sama dalam menghadapi pelaku tindak pidana korupsi.

Menurut Johan, tuntutan hukuman mati pun tidak akan menimbulkan efek jera jika ketiga hal tersebut tidak dilakukan para penegak hukum terhadap koruptor.

"Sepanjang tiga itu tidak dilakukan menurut saya hukuman mati itu tidak akan menimbulkan efek jera," kata Johan.

Baca juga:

Perampasan aset

Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) juga menilai penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak ada yang istimewa.

Peneliti Pukat UGM, Yuris Rezha Kurniawan mengatakan langkah yang dilakukan cenderung belum memberikan efek jera pada koruptor. Ia menyarankan KPK memberi hukuman kepada pelaku korupsi berupa pemiskinan.

"Pemiskinan itu kan bahasa sederhana. Bahasa terminologi yang lebih baik perampasan aset. Jadi semestinya siapa pun yang melakukan korupsi, semestinya penegak hukum bisa mengejar seluruh aset hasil korupsinya. Baik itu melalui misalnya pidana uang pengganti, melalui perdata yang ada dalam Undang-Undang Tipikor, dan berbagai cara yang lain," kata Yuris saat dihubungi KBR (08/12/2021).

Menurut Yuris Rezha Kurniawan, sebetulnya ada Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Tetapi sayangnya, proses penyusunannya belum juga dilanjutkan oleh pemerintah.

"Kalau itu diusulkan, sebetulnya itu menjadi alat yang baik bagi penegak hukum untuk merampas kembali aset yang dibawa oleh koruptor. Menurut kami itu yang paling efektif untuk memberikan hukuman pada koruptor. Bukan hanya untuk memberikan efek jera, tapi mengembalikan keuangan negara dan memulihkan korban dari korupsi," katanya.

Penyusunan hingga pengesahan RUU Perampasan Aset seharusnya didorong oleh pemerintah dan DPR. Langkah ini merupakan komitmen para pengambil kebijakan untuk menghentikan korupsi.

Yuris juga menyoroti penegak hukum lain yaitu Kejaksaan Agung (Kejagung). Baru-baru ini Jaksa Agung menuntut hukuman mati bagi terdakwa kasus korupsi Asabri, Heru Hidayat.

Ia berpendapat yang dilakukan Kejagung cukup progresif, tetapi perlu ada pengkajian ulang.

"Kita juga harus mendeteksi apakah hukuman mati itu merupakan hukuman yang efektif untuk memberikan efek jera kepada pelaku korupsi. Sebetulnya hukuman mati kami pandang bukan hukuman yang efektif untuk pemidanaan kasus korupsi. Karena pelaku tindak pidana korupsi yang disasar keuangannya. Hukuman mati di berbagai negara lain juga tidak menerapkan itu," ucapnya.

Ia mencontohkan, Cina yang menerapkan hukuman mati bagi pelaku korupsi, tidak berpengaruh besar pada indeks persepsi korupsi negaranya.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman

  • korupsi
  • koruptor
  • KPK
  • perampasan aset

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!