NASIONAL

Kebijakan Mobil Listrik Menuai Banyak Kritik

"Pengamat sarankan penggunaan mobil listrik untuk pemerintah dilakukan bertahap, agar tidak membebani keuangan daerah"

Muthia Kusuma, Heru Haetami

Kebijakan Mobil Listrik Menuai Banyak Kritik
Petugas mengisi baterai pada mobil listrik saat rangkaian apel siaga pengamanan pasokan ketenagalistrikan KTT G20 di Bali, Selasa (1/11/22). Foto:ANTARA/Nyoman

KBR, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), menilai kebijakan percepatan penggunaan kendaraan listrik di instansi pemerintah pusat dan daerah merupakan pemborosan anggaran.

Anggota Komisi Perhubungan DPR, Syahrul Aidi Maazat mengatakan, kebijakan Presiden Joko Widodo seharusnya hanya diperuntukkan bagi pemerintah yang mobil dinasnya memasuki masa pensiun. Itu berarti, penggantian tidak harus dilakukan serentak.

"Nanti justru ada yang diuntungkan dengan gerakan mobil listrik jadinya gitu. Apalagi kan belum murni juga kan ada listrik kita ini berasal dari sumber yang ramah lingkungan, masih menggunakan batubara bahkan ada juga bahkan di beberapa wilayah menggunakan BBM itu sendiri," ucap Syahrul kepada KBR, Rabu, (2/11/2022).

Anggota Komisi Perhubungan DPR, Syahrul Aidi Maazat menyarankan pemerintah membangun infrastruktur ramah lingkungan terlibih dulu, dan memberi insentif sebelum kebijakan mobil listrik diwajibkan.

Apalagi menurutnya, alokasi anggaran dari kebijakan Inpres Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle), sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, belum dibahas bersama Komisi Perhubungan.

Baca juga:

OJK: Daya Beli Mobil Listrik Masih Rendah

Pemerintah Siapkan 1.259 Kendaraan Listrik untuk KKT G20

Usulan menunda penggunaan mobil listrik juga disuarakan pengamat ekonomi. Menurut Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, jika kebijakan ini diterapkan merata dan wajib, dikhawatirkan akan membebani anggaran daerah.

"Kalau misalnya ada prioritas untuk masyarakat dan sebagainya itu hak-hak mereka. Tapi mungkin saja kan ini bisa dilakukan secara bertahap tidak harus sekarang. Atau enggak bisa aja beberapa piloting kendaraan bertahap tadi dilakukan pada jumlah yang relatif terbatas. Tergantung daerahnya atau daerahnya katakanlah mampu melakukan itu semua akan sangat bagus. Tapi yang belum dilakukan secara bertahap. Kalau yang tidak mampu ya berikan suatu insentif atau diberikan insentif," kata Tauhid kepada KBR, Rabu (2/11/2022).

Tauhid menambahkan, saat ini, produksi kendaraan listrik di tanah air masih sangat bergantung pada impor. Kondisi ini juga menyebabkan biaya yang dikeluarkan akan lebih besar, sehingga daya beli untuk kendaraan jenis ini rendah.

Editor: Dwi Reinjani

  • mobil listrik
  • energi terbarukan
  • kendaraan listrik
  • ekosistem kendaraan listrik
  • daya beli kendaraan listrik

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!