BERITA

Permendikbud Kekerasan Seksual, MUI: Cabut atau Revisi

""Meminta kepada pemerintah agar mencabut atau setidak-tidaknya merevisi Peraturan Menteri dengan mematuhi prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan,""

kekerasan seksual
Ketua Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh menyampaikan keterangan pers, hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI , Kamis (11/11). (MUI)

KBR, Jakarta-  Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi niat baik Mendikbud-Ristek untuk melakukan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan Perguruan Tinggi. Tapi, MUI menilai, Peraturan Mendikbudristek No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi justru menimbulkan kontroversi publik.

Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh mengatakan, prosedur pembentukan Peraturan Mendikbud-Ristek tentang PPKS tidak prosedural, dan tidak sesuai undang-undang.

Asrorun menyebut, MUI mempersoalan kalimat “tanpa persetujuan korban” dalam Peraturan PPKS. Kalimat itu dianggap bertentangan dengan syariat, Pancasila, Undang-Undang Dasar 45, Peraturan Perundangan-Undangan lainnya, dan nilai-nilai budaya bangsa.

"Karena itulah kemudian ijtima meminta kepada pemerintah agar mencabut atau setidak-tidaknya merevisi peraturan Menteri dengan mematuhi prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan, dan materi muatannya wajib selaras dengan syariah selaras dengan norma nilai agama, selaras dengan Pancasila, selaras dengan undang-undang negara Republik Indonesia, dan peraturan perundang-undangan serta nilai budaya di tengah masyarakat," ujar Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh saat menyampaikan keterangan pers, pada Kamis (11/11/2021), terkait pelaksanaan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ke-7 di Jakarta.

Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ke-7 di Jakarta, kemarin resmi ditutup Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Baca juga:


Ijtima Ulama menyepakati 12 poin bahasan, antara lain makna jihad dan khilafah dalam konteks NKRI, kriteria penodaan agama, tinjauan pajak bea cukai dan juga retribusi, panduan Pemilu dan Pemilukada, dan distribusi lahan. Bahasan lain yaitu hukum pinjaman online (Pinjol), transplantasi rahim, mata uang kripto, penyaluran dana zakat dan lainnya.

Pedoman Turunan

Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) Panut Mulyono mendorong agar perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia bisa segera merumuskan pedoman turunan, terkait Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) sesuai Permendikbud Nomor 30 tahun 2021.

Panut mengatakan, pedoman dibutuhkan guna menjamin kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi bisa diselesaikan.

"Jadi itu sebagai pedoman untuk membuat peraturan turunan supaya kita bisa menangani kasus-kasus jika ada. Kalaupun tidak membuat ya tinggal diikuti saja, mungkin bisa juga. Tetapi seyogyanya kan memang perguruan tinggi memiliki aturan yang dalam penyusunannya memedomani Permendikbud Ristek," ucap Panut saat dihubungi KBR, Kamis (11/11/2021).

Panut, yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Gadjah Mada menambahkan, arahan di dalam Permendikbud Nomor 30 sudah jelas dan tegas, terkait penanganan kasus pelecehan seksual.

Menurutnya, perguruan tinggi harus mempunyai perangkat atau regulasi untuk bisa mencegah dan menangani kekerasan seksual di kampusnya masing-masing.


Editor: Rony Sitanggang

  • kekerasan seksual
  • Permendikbud
  • Forum Rektor
  • Permendikbud Kekerasan Seksual

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!