NASIONAL

Mangkrak di DPR 18 Tahun, Pemerintah Segera Sinkronisasi RUU Perlindungan PRT

"RUU Perlindungan PRT ini sudah dibahas sejak 2004 atau 18 tahun lalu. Hingga kini DPR belum memutuskan RUU ini sebagai usul inisiatif legislatif."

PRT

KBR, Jakarta - Pemerintah bakal segera melakukan sinkronisasi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) untuk mengakomodasi hubungan pekerja industrial.

Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengatakan sinkronisasi diperlukan agar RUU Perlindungan PRT tidak tumpang tindih dengan UU lain.

"Karena ada UU Kekerasan Seksual, ada UU Perlindungan Anak, ada UU Perdagangan Orang, KDRT, dan seterusnya. Ini akan kita sinkronisasi sehingga nanti UU PPRT lebih mengakomodir hubungan pekerja industrial tadi," kata Moeldoko dalam keterangan pers usai rapat penyempurnaan RUU PRT di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (25/10/22).

Kepala KSP Moeldoko menambahkan, sangat diperlukan adanya pembeda antara rumusan pekerja yang berkenaan aspek sosiokultural dengan pekerja berdasarkan hubungan industrial dalam perlindungan PRT.

"Ini harus clear karena berkaitan dengan unsur-unsur bisnis yang sosiokultural berkaitan membantu kekerabatan. Nanti akan diatur dengan baik," ujarnya.

Baca juga:


Mangkrak 18 tahun

Sejauh ini RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga belum bisa ditindaklanjuti, meski masuk dalam program legislasi nasional. RUU ini sudah dibahas sejak 2004 atau 18 tahun lalu. Hingga kini DPR belum memutuskan RUU ini sebagai usul inisiatif legislatif.

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward OS Hiariej mengatakan pengesahan RUU PPRT di pemerintah bisa dilakukan cepat dalam waktu 2 pekan saja, jika urusan paripurna di legislatif selesai.

Menurut Edward Hiariej, pengesahan berlangsung kilat karena pemerintah memandang RUU ini sangat penting untuk perlindungan para PRT.

Jika pembahasan RUU PPRT selesai, kata Edward, para pekerja rumah tangga bakal mendapat jaminan keamanan hak kerja di dalam negeri.

Aturan ini juga menjadi nilai tambah pekerja domestik Indonesia yang menjadi asisten rumah tangga di luar negeri.

Edward mengatakan, selama ini pekerja informal Indonesia yang bekerja di luar negeri kerap mendapat tindak kekerasan dan ketidakadilan dalam bekerja.

Menurut Edward, pemerintah negara tujuan kerap tidak memberikan perlindungan kepada buruh migran, karena melihat di Indonesia tak ada aturan yang menjamin keamanan para ART.

"Jika memilki Undang-Undang ini, kita bisa menuntut negara lain untuk memperlakukan tenaga kerja kita seperti yang negara lakukan," kata Edward Hiariej.

Baca juga:


Editor: Agus Luqman

  • PRT
  • pekerja rumah tangga
  • KSP

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!