NASIONAL

DPR: UU Narkotika Jadi Celah Lahan Bisnis Gelap

"Habiburokhman setuju diterapkannya hukuman tegas kepada pengedar dan bandar Narkoba. Bahkan bila perlu ditembak mati saja, bila mereka melawan saat hendak ditangkap petugas."

UU Narkotika

KBR, Jakarta - Kalangan DPR membenarkan adanya dugaan praktik pemerasan terhadap pengguna dan keluarga korban Narkoba.

Anggota Komisi bidang Hukum dan HAM di DPR, Habiburokhman mengungkapkan, sudah lama mendengar isu pengguna Narkoba diperas oleh oknum aparat penegak hukum agar tidak dijebloskan ke penjara dengan status hukum sebagai pengedar Narkoba.

Penyelewengan Undang-Undang Narkotika dengan menggunakan pasal-pasal karet seperti itu, menurut Habiburokhman, harus cepat dihentikan.

"Kita mau perbaiki undang-undangnya, harus ada demarkasi yang jelas antara pengguna dengan pengedar. Kalau pengguna enggak ada banyak basa-basi, enggak banyak tawar-menawar langsung proses rehabilitasi. Yang rehabilitasinya seharusnya dibiayai oleh negara. Jadi enggak pialh-pilih rehabilitasi di sana-sini, enggak ada. Rehabilitasi oleh negara. Enggak punya uang? Ya, enggak dipungut bayaran," tutur Anggota Komisi bidang Hukum dan HAM di DPR, Habiburokhman saat Komisi III DPR RI Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Persaudaraan Korban Napza Indonesia dalam rangka mendengarkan masukan dari PKNI dalam rangka pembahasan RUU tentang Perubahan Kedua RUU tentang Narkotika, Senin, 19 September 2022.

Anggota Komisi bidang Hukum dan HAM di DPR, Habiburokhman juga mengingatkan, pengguna Narkoba yang dinyatakan sudah sembuh, masih rentan kembali menjadi pengguna. Semua itu, akibat adanya tawaran yang selalu diberikan para pengedar dan bandar Narkoba. Karena itu, Habiburokhman setuju diterapkannya hukuman tegas kepada pengedar dan bandar Narkoba. Bahkan bila perlu ditembak mati saja, bila mereka melawan saat hendak ditangkap petugas.

Baca juga:

- UU Narkotika Diselewengkan, Korban Napza Tuntut Revisi

- RUU Narkotika Bisa Atasi Kelebihan Kapasitas Lapas, Ini Optimisme Kemenkumham

UU Narkotika Diselewengkan

Sebelumnya, para korban Narkoba se-Indonesia mendesak Undang-Undang Narkotika direvisi sesuai dengan perspektif korban. Aktivis Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI), Wan Traga Duvan Baros mengatakan, Undang-Undang Narkotika saat ini hanya mementingkan peningkatan pemenjaraan terhadap mereka yang terlibat Narkoba.

Selain itu, Undang-Undang Narkotika juga hanya melanggengkan praktik pemerasan terhadap pengguna dan keluarga korban Narkoba.

"Penegakan hukum dalam kasus Napza sudah semakin tidak berkeadilan. Memberikan dampak terburuk pada kelompok paling lemah. Terutama perempuan pengguna Napza. Ini adalah kelompok yang paling rentan menurut kami. Terus yang ketiga, dalam menjalani proses hukum perempuan pengguna Napza mengalami kekerasan fisik, psikis, maupun seksual oleh aparat penegak hukum. Yang keempat, pengguna Napza dijadikan target tangkapan oleh aparat penegak hukum, yang kemudian digunakan menjadi celah transaksional oleh penegak hukum," ungkap Aktivis Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI), Wan Traga Duvan Baros di hadapan Komisi III DPR RI saat Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Persaudaraan Korban Napza Indonesia, Senin, 19 September 2022. .

Aktivis Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI), Wan Traga Duvan Baros mengungkapkan, pemerasan yang diduga dilakukan aparat penegak hukum kepada pengguna dan keluarga korban Narkoba, dikarenakan ada beberapa pasal karet di Undang-Undang Narkotika.

PKNI juga menuntut agar praktik rehabilitasi terhadap pengguna Narkoba dilaksanakan berbasis kesehatan masyarakat, dan bukan didasarkan pada penghukuman saja.

Hari ini, Komisi bidang Hukum dan HAM di DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI), dalam rangka pembahasan Perubahan Kedua Rancangan Undang-Undang Narkotika.

Editor: Fadli Gaper

  • UU Narkotika
  • PKNI
  • Napza

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!