NASIONAL

Pakar: Pelibatan Publik dalam Pembahasan RKUHP Hanya Teknokratik

""Jangan-jangan cuma oke-oke, manggut-manggut silahkan pulang, terus dibuang. Kenyataannya teman-teman yang mengadvokasi RKUHP mengalami hal itu.""

Resky Novianto

Pakar: Pelibatan Publik dalam Pembahasan RKUHP Hanya Teknokratik
Pengendara motor lewat depan mural tolak RKUHP di Rawamangun, Jakarta Timur, Mingggu (29/9/2019). Antara-Fakhri

KBR, Jakarta - Pemerintah dan DPR dianggap belum benar-benar mengakomodir masukan dan saran terkait penyusunan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Menurut Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti, klaim pelibatan partisipasi publik yang dilakukan pemerintah dan DPR hanya konteks yang teknokratik dan teknikal.

Dalam artian, kata dia, sebatas menampung dan mendengar masukan sejumlah pihak tanpa mempertimbangkannya lebih lanjut.

"Bermainnya di berapa profesor yang diundang, berapa kali konsultasi publik, berapa orang yang datang dalam satu konsultasi, esensi itu sendiri apakah masukan yang masuk itu dipertimbangkan sekali enggak sih?," ujar Bivitri dalam Diskusi Bertajuk 'Siapa yang Otoritatif Merumuskan RKUHP?: Suatu Dialog Lintas Disiplin Ilmu' secara daring, Kamis (4/8/2022).

"Jangan-jangan cuma oke-oke, manggut-manggut silakan pulang, terus dibuang. Kenyataannya teman-teman yang mengadvokasi RKUHP mengalami hal itu," imbuhnya.

Baca juga:

Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera ini menambahkan, perumusan RKUHP semestinya melibatkan masyarakat yang terdampak dan punya kepentingan.

Sebab menurutnya, terdapat pihak-pihak yang memiliki hak untuk didengarkan usulannya, dipertimbangkan, dan mendapatkan jawaban atas masukan-masukan.

"Jadi tidak bisa bilang, 'oh kami sudah mengundang 30 orang ahli, maka kami sudah membuka partisipasi seluas mungkin'. Nanti dulu itu tadi, apakah misalnya kelompok-kelompok rentan yang pasti punya kekhususan suatu UU diterapkan pada mereka itu sudah ditanya atau disimulasikan belum? Itu seringkali tidak terjadi," tuturnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta pembahasann RKUHP harus betul-betul melibatkan partisipasi publik.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy Hiariej mengatakan, Presiden menekankan berulang kali bahwa membuka partisipasi publik untuk didengarkan seluas-luasnya.

Editor: Wahyu S.

  • RKUHP
  • partisipasi publik
  • Bivitri Susanti
  • pasal penghinaan presiden

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!