NASIONAL

Ancaman Bencana di Balik Proyek PLTA Batang Toru

"Pembuatan PLTA Batang Toru banyak dikritik LSM lingkungan dan juga peneliti. Proyek ini dianggap tidak sesuai Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) dan kajian bencana."

PLTA Batang Toru

KBR, Jakarta - Proyek energi bersih Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) tengah digaungkan pemerintah. Hampir di setiap pulau besar pemerintah membangun PLTA sebagi pengganti PLTU yang telah lama menjadi sumber energi.

Beberapa tahun ini pemerintah gencar menyuarakan penggunaan energi bersih untuk kehidupan. Berbagai kebijakan dibuat dalam rangka migrasi penggunaan energi kotor seperti batu bara dan fosil menuju energi nonfosil seperti air, angin dan panas bumi.

“Potensi Indonesia, perkiraan itungan terakhir itu ada 418 GW artinya ada 418 ribu MW. Baik itu dari hidropower, geotermal, ada 29 ribu MW potensi kita. Baik tenaga surya, baik dari angin. Ada lagi energi dari tidal, semuanya ada di negara kita. Hanya bagaimana kita bisa menggeser dari yang batu bara ini ke energi hijau,” kata Presiden Joko Widodo, saat meresmikan PLTA Poso Energy 515 MW di Kabupaten Poso dan PLTA Malea Energy 90 MW di Tana Toraja, Jumat (25/2/2022).

Salah satu proyek besar yang tengah diupayakan pemerintah adalah pembuatan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru, di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

Proyek ini kembali dimulai sejak 2015 dan rencananya akan menghasilkan 510 MW suplay listrik.

Baca juga:

Tanpa Kajian Bencana?

Namun, pembuatan PLTA ini banyak dikritik LSM lingkungan dan juga peneliti. Proyek ini dianggap tidak sesuai Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) dan kajian bencana.

Onrizal, peneliti sekaligus dosen lingkungan dan kehutana Universitas Sumatera Utara (USU) menduga, kajian kebencanaan tidak digunakan dalam pembangunan PLTA.

“Kalau melakukan monitoring itu, cek Amdal-nya. Apa yang harus dilakukan? Buka Amdalnya ke publik. Jangan ditutupi. Pertama, tadi kita tidak tahu bahwa benar tidak Amdal itu dilakukan? karena publik enggak bisa akses. Tapi ketika pernyataan bahwa ketika ada kejadian (kecelakaan kerja), jadi harus monitoring, 2019 sampai sekarang ada nggak? Kemarin ada kejadian lagi ya, tahulah, berita semua. Coba lihat, ada enggak tindakan signifikan? Kalau suatu kejadian sampai makan korban, kemudian pemerintah melakukan monitoring. Dalam pikiran saya kalau suatu hukum bermasalah dasar, mestinya dihentikan dulu dong operasionalnya,” ujar Onrizal kepada tim liputan kolaborasi SIEJ.

Bukan hanya keselamatan pekerja yang terancam. Onrizal juga khawatir pembutan PLTA mengancam keselamatan masyarakat sekitar, dengan menimbulkan bencana seperti longsor.

Menurut Onrizal, proyek yang dikerjakan PT North Sumatera Hydro Energy (PT NSHE) ini, berada di antara segmen aktif sesar Sumatera.

Onrizal menambahkan, pembuatan bendungan yang berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air untuk pembangkit sangat riskan rusak karena berada di lokasi rawan gempa. Potensi bendungan jebol dan membabat habis wilayah sekitar sangat besar.

“Coba lihat beberapa bendungan yang jebol, betapa ngerinya. ini menjadi suatu kekhawatiran karena itu berada didaerah patahan ya,” kata Onrizal.

Kerawanan bencana juga diamini Kepala Badan penanggulangan Bencana daerah (BPBD) Tapanuli Selatan, Umar Halomoan Daulay.

“Mulai dari titik nol dari permukaan laut sampai kurang lebih 2000 meter dari permukaan laut, itulah wilayah Tapsel. Jadi akibat letrak geografis Tapsel yang begitu, daerah pegunungan ya potensinya longsorlah, kita cenderung pada daerah pegunungan,” kata Umar.

Namun, menurut Umar, setiap perusahaan berbasis tambang atau infrastruktur besar di Tapsel mestinya sudah memiliki kajian.

“Secara umum bencana itu muncul akibat ulah manusia. Perusahaan itu usahanya, kalau itu yang dicari silahkan aja ke perusahaan. terus terang saja perusahaan itu pasti, saya pastikan mereka punya kajian. Dan mereka tidak akan mau rugi karena mereka investasi. Kita sifatnya sebagai pemerintah kita selalu mengingatkan agar mereka mempergunakan sefty, menggunakan kajian itu,” kata Umar.

Baca juga:

red


Petugas mengevakuasi korban tanah longsor di area proyek PLTA Batang Toru Tapanuli Selatan, Sumut, Jumat (30/4/2021). (Foto: ANTARA/Dok BPBD Tapanuli Selatan)

Peraturan keselamatan

Tanggapan lain datang dari Dinas Ketenaga kerjaan Tapanuli Selatan.

Kepala Subdirektorat PHI di Dinas Tenaga Kerja Tapanuli Selatan Budi Pribadi Siagian menyebut, beberapa perusahaan yang ada di Tapanuli Selatan memang tidak mentaati peraturan, semisal terkait laporan pajak serta keselamatan para pekerja.

PLTA Batang Toru sendiri mempekerjakan ratusan Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Cina.

“Ya tidak memenuhi persyaratan K3 itulah. Umpamanya di terowongan itu kan ada persyaratan. Bagaimana kondisi terowongan, yang boleh dimasuki pada saat pengeboman, atau bagaimana. Pengeboman, pengeboran itu yang tidak dipenuhi perusahaan. Dan itu yang harusnya diawasi sebenarnya,” kata Budi.

Menurut Budi Pribadi, kurangnya pengawasan K3 di perusahaan terjadi lantaran kebijakan pengawasan dan penindakan saat ini tidak lagi diserahkan pada provinsi, melainkan pada pusat atau kementerian ketenagakerjaan langsung. Hal ini membuat lemahnya pengawasan standar keselamatan pekerja.

Sejak PLTA batang Toru dibangun, beberapa kecelakaan kerja sempat terjadi dan menewaskan puluhan pekerja asing maupun lokal. 

Terbaru pada Agustus dan November 2022 dua orang pekerja lokal dan seorang TKA asal Tiongkok, tewas tertimpa reruntuhan batu saat melakukan pengeboran untuk lubang peledak di terowongan proyek. Sementara pada 2021 sebanyak 12 orang pekarja juga tewas akibat longsor di area proyek.

Banyaknya kecelakaan kerja pada proyek PLTA batang Toru dibenarkan Kepala RSUD Tapanuili Selatan, M Firdaus Batubara.

“Tahun ini, lupa saya bulan berapa. sebelumnya ada, ada kecelakaan tapi itu longsor kan itu, sempet mensos datang. Lumayan kalau itu, meninggal. Di sini semua (dibawa ke RS?) iya. Iya jadi orang itu engga tau persislah ceritanya katanya longsor, di bawah kan sungai, jadi rata-rata hanyut di sungai, kan sungainya besar. Puluhan ya? iya lebih dari 10. Tahun lalu,” ujar Firdaus.

Menanggapi permasalahan itu, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi baru-baru ini menyebut akan membentuk tim untuk mengevaluasi standar operasional proyek yang tiap tahunnya memakan korban.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman

Laporan ini merupakan hasil liputan kolaborasi sejumlah media termasuk KBR bersama Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) 2022.

  • PLTA Batang Toru
  • energi baru terbarukan
  • EBT
  • energi fosil

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!