NASIONAL

DPR Usulkan Skema Gotong Royong, PLN Bisa Beli Batu Bara Pakai Harga US$70 Per Ton

Ilustrasi: Bongkar muat batu bara di Pelabuhan PT Karya Cipta Nusantara, Marunda, Jakarta.  Rabu (12
Ilustrasi: Bongkar muat batu bara di Pelabuhan PT Karya Cipta Nusantara, Marunda, Jakarta. Rabu (12/1/22). (Foto: Antara/M. Risyal)

KBR, Jakarta— Komisi VII DPR mengusulkan dibentuknya entitas khusus batu bara menggunakan skema gotong royong untuk memenuhi pasokan listrik dan industri dalam negeri.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Maman Abdurrahman mengatakan, skema ini memungkinkan PT PLN (Persero) akan tetap membeli dengan harga patokan batu bara yang sudah ditentukan oleh pemerintah, yakni sebesar US$70 per ton.

"Pertanyaannya, siapa yang menyuplai kepada PLN tersebut? Silakan saja diputuskan oleh pemerintah perusahaan mana yang memang bertugas menyuplai kepada PLN sesuai kebutuhan PLN. Lalu selisih harga antara penjualan perusahaan A dengan PLN tersebut, itu ditutupi oleh urunan gotong royong seluruh perusahaan swasta tersebut. Silakan berapa formulasinya diatur oleh pemerintah," kata anggota fraksi Partai Golkar itu saat   Rapat Kerja dengan Menteri ESDM, Kamis (17/2/2022).

Baca Juga:
Hilirisasi Batu Bara Menjadi DME, Jokowi: Bisa Pangkas Subsidi LPG
Luhut: Transisi Energi Jangan Sampai Bebani Masyarakat

Di kesempatan yang sama Maman menolak dengan keras skema Badan Layanan Umum (BLU) batu bara yang tengah digodok oleh pemerintah. Skema BLU ini akan membuat PLN membeli batu bara sesuai harga pasar internasional dan tidak lagi berpatokan pada harga domestic market obligation (DMO), yakni US$70 per ton.

"Hari ini beredar wacana dibuat sebuah badan. Lalu PLN membeli dengan harga pasar. Nanti seluruh perusahaan-perusahan penambangan itu mereka urunan menutupi selisih dari harga pasar tersebut yang dibeli oleh PLN. Kami tidak setuju itu Pak Menteri. Tegas kami katakan kami tidak setuju itu," sambungnya.

Selain itu, Maman meminta pemerintah meredefinisikan kewajiban DMO sebesar 25 persen. Menurut dia, selama ini aturan DMO itu semata-mata hanya merujuk kepada volume tonase. Padahal, kewajiban DMO dapat mencakup revenue atau penghasilan yang dikantongi perusahaan-perusahaan batu bara. Artinya, setiap perusahaan tidak lagi hanya dibebankan menyetor 25 persen pasokan batu bara untuk kebutuhan domestik, tetapi juga 25 persen dari segi pendapatan perusahaan.

"Kalau kita bisa meredefinisikan ini, prinsip pemerataan atau keadilan bagi seluruh perusahan serta betul-betul menjalankan kewajiban DMO itu akan berjalan. Artinya, tidak akan ada lagi perusahaan yang beralasan hari ini di seluruh Indonesia bahwa spek kita tidak sesuai, (meminta) izinkan kami untuk ekspor. Ada denda dan sebagainya. Kalau ini bisa terjadi permasalahan PLN terkait kebutuhan batu bara bisa diselesaikan," pungkasnya.

Editor: Rony Sitanggang

  • batu bara
  • DMO
  • Hilirisasi Batu Bara Menjadi DME
  • ekspor batu bara

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!