NASIONAL

Serapan Tenaga Kerja 1,2 Juta Orang, INDEF: Investasi di Sektor Primer & Sekunder Rendah

""Investasi utama jangan dilakukan di sektor perdagangan. Kalau sektor perdagangan itu jumlah tenaganya sedikit karena sekarang orang penggunaan teknologi sudah cepat. Saya kira harus ke sektor-sektor""

Ranu Arasyki

Ilustrasi: Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Senin (10/1/2022).
Ilustrasi: Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Senin (10/1/2022). (FOTO: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay)

KBR, Jakarta— Sepanjang 2021 lalu, realisasi investasi di Indonesia mencapai Rp900 triliun lebih. Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) realisasi investasi sepanjang tahun lalu menyerap 1,2 juta tenaga kerja dalam negeri.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai, investasi yang masuk ke Indonesia sepanjang 2020-2021 sebagian besar masih didominasi oleh sektor tersier, seperti perdagangan dan hotel. Hal ini menurut dia membuat serapan tenaga kerja lokal menjadi rendah dari tahun ke tahun.

"Sebenarnya bukan dari 2022 saja, di 2021 sudah terjadi. Investasi yang masuk kebanyakan ke investasi ke sektor tersier, teknologi informasi, jasa, hotel, restoran, perdagangan. Sektor-sektor itu kalau data agregat skala nasional rasio terhadap lapangan kerjanya paling sedikit," kata Tauhid Ahmad saat dihubungi KBR, Senin (31/1/2022).

Baca Juga:

Tauhid menambahkan investasi di sektor primer seperti pertambangan dan sektor sekunder khususnya industri juga masih tergolong rendah. Padahal, kedua sektor ini paling berpeluang dan memiliki multiplier effect yang besar untuk mencetak lapangan kerja. 

Dia menyayangkan, realisasi di kedua sektor itu lebih sedikit dibandingkan sektor tersier yang belakangan santer digaungkan pemerintah.

"Investasi utama jangan dilakukan di sektor perdagangan. Kalau sektor perdagangan itu jumlah tenaganya sedikit karena sekarang orang penggunaan teknologi sudah cepat. Saya kira harus ke sektor-sektor produktif. Terutama yang menghasilkan produk, bukan perdagangan ya. Misalnya di industri rumah tangga, elektronik, fesyen, dan sebagainya.Jadi jangan di perdagangannya, tapi langsung ke UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) yang menghasilkan barang," sambungnya.

Baca Juga:

Lebih lanjut, Tauhid berpendapat, seluruh investasi yang masuk setidaknya harus bermitra dengan UMKM lokal, baik sebagai mitra pasokan bahan baku, infrastruktur pendukung, dan sebagainya. 

Tidak sampai di situ. Berlanjutnya kemitraan itu harus dapat meningkatkan kualitas pelaku UMKM dalam bidang teknologi, termasuk pembinaan digital yang bisa dilakukan perusahaan kepada pelaku UMKM. 

Dengan begitu, pelaku UMKM lokal dapat mencicipi nilai tambah dari masuknya investasi ke daerahnya, baik dari segi serapan tenaga kerja maupun peningkatan skill dan kualitas masyarakat lokal.

"Investasi ini harus berkeadilan kepada UMKM yang belum melek kepada teknologi. Karena kalau yang saya lihat, digital teknologi sudah bagus sebenarnya nggak perlu diajarkan lagi. Jadi, yang digitalnya belum terakumulasi dengan baik itu harus diperhatikan. Kalau kita lihat sekitar 15-20 persen yang baru digital. Yang belum digital jauh lebih banyak. Saya kira itu menjadi kunci. Itu disertai dengan pembinaan, penguatan kapasitas, pelatihan, macam-macam sampai mereka bisa bertransisi naik kelas," katanya.

Editor: Agus Luqman

  • Kementerian Investasi
  • investasi asing
  • UMKM
  • Indef
  • tenaga kerja

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!