NASIONAL

HIDUP USAI TEROR Season 2 : Terpaksa Pindah Ke Suriah (Part 1)

"Terpaksa Pindah Ke Suriah"

Aika Renata

HIDUP USAI TEROR Season 2 : Terpaksa Pindah Ke Suriah (Part 1)
Ilustrasi Hidup Usai Teror Season 2. (FOTO : KBR)

KBR, Jakarta - “Jadi gimana cara kita bisa lolos untuk pergi kesana adalah dengan berpakaian selayaknya turis mau pergi liburan. Kelakuan juga ga boleh kaku, ga boleh tegang, tapi raut muka yang santai seolah-olah kita emang bener-bener pergi liburan. Tapi walaupun dengan siasat begitu, dalem hati gue, gue berharap supaya perjalanan ini gagal. Gagal untuk masuk ke sana. Berharap galal perjalanannya karena emang ikut karena terpaksa, bukan karena keinginan gue sendiri,”

Anda mendengarkan serial Hidup Usai Teror, di season ke 2 ini kami menghadirkan para remaja. Mereka bekas returnee, berhasil kembali ke tanah air dan bertekun merajut mimpi. Mereka bercerita untuk anda.

"Halo, gue Naila. Gue bekas returnee dari Suriah. Pada tahun 2015, gue dan keluarga pernah memasuki teritori ISIS. Pada tahun itu gue umurnya 20 tahun. Apa yang menyebabkan kami pergi ke sana dan apa yang menyebabkan kami keluar dari sana akan gue ceritain.

Jadi pada tahun 2013, semuanya itu bermula pada tahun itu. Adik gue dia memiliki kekosongan hati pada waktu itu, dia adalah seorang remaja yang labil pada masa itu. Sedang mencari cara supaya dia bisa mengisi kekosongan hatinya, dengan cara dia mencari ilmu agama lewat internet. Tidak ada guru,yang ada hanya Ustadz Google. Dan dari situ, dia akhirnya mendapatkan contact orang yang sudah ada di dalam wilayah ISIS. Dia contact lewat Tumblr, ‘Diary of Muhajirah’. Di situ dia banyak bertanya. Dan dari situlah brainwashing bermulai.

Disitu juga mulai kelakuannya itu sudah tidak mau mendengarkan pendapat orang lain, sudah menutup telinga. Sekiranya itu tidak sesuai dengan pendapat yang diberikan oleh orang ISIS tersebut. Jadi pada waktu ketika itu dia sempat ngajakin aku untuk ikut kesana. Sempat aku nolak, “bener ga sih tuh khilafah yang memang akan memberikan keadilan kepada semua umat muslim? Kalo misalnya hanya dalam kurung 2-3 tahun saja udah ancur, berarti dia bukanlah sebuah negara yang baik”. Jadi aku menolak, dengan menolak begitu Adek gue malah menasehati gue gitu. Dengan dalil-dalil yang dia dapat dari orang ISIS yang dia contact.

Aku akhirnya ikut kesana bukan karena termakan oleh dalil-dalil yang mereka berikan, tetapi karena keterpaksaan. Waktu itu gue lagi kuliah, juga ujian, jadi kepala itu pusing banget harus mikirin ujian pada saat yang sama harus mikirin gimana nasib gue kalo misalnya ditinggal sama keluarga. Dan keluarga, ibu, ayah harus ikutin dia karena dia itu emang anaknya nekat. Terus kalo gak dijagain tuh dia bisa melakukan hal-hal yang gak kita bayangkan. Mau gak mau yaudah gue coba ikut ke sana. Tapi gue gak mau cuma ikut, gak ada yang gue dapet. Di sana katanya ada universitas untuk IT, waktu itu jurusan yang sedang gue lakuin. Jadi kalo misalnya pergi ke sana, gue bisa secara free kuliah di sana. Akhirnya gue setuju, walaupun sebenarnya masih berat hati untuk pergi ke sana.

Jadi gimana cara kita bisa lolos untuk pergi ke sana adalah dengan berpakain selayaknya turis mau pergi liburan. Kelakuan juga gak boleh kaku, gak boleh tegang, tapi raut muka yang santai seolah-olah kita emang benar-benar pergi liburan. Tapi walaupun dengan siasat begitu, dalam hati gue, gue berharap supaya perjalanan ini gagal. Supaya gagal masuk kesana. Berharap gagal perjalanan ini karena memang dari awal ikut karena terpaksa, bukan karena keinginan gue sendiri.

Jadi walaupun kita keliatan senang-senang aja, tapi sebenarnya mereka itu tegang karena takut akan ditangkap oleh polisi di sana dan dideportasi. Sedangkan gue malah berharap supaya perjalanan ini gagal. Jadi dari Bandara Soekarno-Hatta kita terbang ke Turki dan di Turki kita menunggu selama kurang lebih 2 minggu sambil jalan-jalan biasa dan sambil destinasi kita makin dekat ke perbatasan antara Turki dan Suriah. Jadi dari ibu kota Turki, kita berpindah mendekati perbatasan dan itu juga atas arahan dari orang ISIS. Jadi mereka udah tahu tentang kedatangan kita, dan mereka mempersiapkan untuk menerima kedatangan kita.

Jadi contact intense dengan mereka, dan mereka akan memberitahu kapan perbatasan akan terbuka, kapan perbatasan akan tertutup. Jadi maksudnya terbuka, berarti patroli sedang longgar.

Kami ada 26 orang, 25 dari keluarga, 1 orang teman Paman gue dan itu dibagi menjadi 4 kelompok untuk memasuki perbatasan Suriah. Kita masuk secara bertahap. Kelompok pertama mencoba untuk masuk tapi sayangnya mereka ditangkap oleh Polisi Turki dan mereka dideportasi bersama dengan orang-orang yang mau masuk ke wilayah ISIS. Gue di kelompok 2 dan kelompok 3 mencoba memasuki wilayah ISIS dengan menggunakan taksi. Jadi dari safe house di Turki, kita pake taksi ke perbatasan Turki dan Suriah. Disitu sudah ada smuggler yang menunggu untuk menunjukkan jalan ke kita bagaimana caranya masuk ke wilayah ISIS. Jadi smuggler ini menunjukkan jalan kita dengan jalan memutar-mutar karena disitu ada banyak ranjau tanah dan juga mungkin siasat mereka sekiranya salah satu dari kita itu adalah mata-mata, supaya kita ga inget cara untuk masuknya.

Jadi disitu kita jalan sekitar hampir 4 jam di malam-malam buta. Dari sekitar jam 12 malam dan nyampe di wilayah ISIS itu sekitar jam 5 subuh. Sesampainya disana, kelompok 2 dan 3, kelompok ke 4 belum mendapatkan kabar yang jelas kapan mereka akan masuk. Jadi kita sudah ada di safe house nya ISIS. Di situ kita diberikan pakaian, untuk yang perempuan diberikan pakaian khusus mereka yaitu niqab hitam, cadar hitam, kerudung yang panjang hitam, baju dan rok hitam, semuanya warna hitam. Terus diberi juga sarung tangan, jadi di situ kita harus ganti. Pada saat di safe house, hp, paspor, dan KTP diambil. Tap gue sempet nyembunyi-in KTP gue dan alhamdulillah KTP gue gak keambil sama mereka. Setelah mereka ngambil alat komunikasi dan identitas kita, kita melanjutkan lagi perjalanan.

Setelah matahari terbit kita mulai perjalanan lagi. Jadi di safe house tersebut hanya beberapa jam, kemudian kita melanjutkan dengan orang-orang yang mau memasuki ISIS pada malam itu juga. Dan di tengah perjalanan diturunkan laki-laki supaya mereka mengikuti pengajaran agama. Jadi tinggal perempuan-perempuan yang ada di minibus.

Perjalanannya lumayan lama, pada saat awal perjalanan yang gue liat itu adalah rumah-rumah yang udah ancur, gue sempet mikir apakah gue harus tinggal di rumah-rumah yang seperti ini? Kemudian setelah sampai di kota, kota nya rame gak seperti yang gue liat pas awal-awal perjalanan. Dan disitu kita dibawa ke asrama perempuan dan asrama perempuan itu ada di Raqqa. Raqqa adalah ibu kota nya ISIS pada waktu itu.

Di asrama perempuan itu kita disambut kemudian kita masuk ke dalam asramanya. Satu ekspektasi gue ketika masuk wilayah ISIS itu adalah mereka pasti menekankan kebersihan, karena kebersihan sebagian dari iman. Jadi ekspektasi gue mereka bakal menjalankan bener-bener ajaran-ajaran yang dibawa oleh Rasul, Nabi Muhammad SAW.

Sayangnya saat pas gue masuk keadaannya tuh kotor, ga ada kamar yang cukup untuk menampung keluarga gue. Sedangkan di ruang tamu nya itu kotor dan kita tidur di ruang tamunya. Mau ga mau ya kita terpaksa bersihin, padahal badan waktu itu udah capek. Jadi ya sudahlah kita terima keadaan seperti ini.

Besoknya kita menerima, keluarga kita yang terakhir, yang kelompok 4. Disitu ada Nenek gue juga, dengan hati yang gembira karena khawatir kalau kita bakalan terpisah. Terus kita diceritain kalau ternyata proses untuk masuk ke wilayah ISIS itu lebih susah daripada yang kelompok ke-2 dan ke-3 alami. Kelompok 4 harus lari, sedangkan Nenek gue itu udah ga bisa jalan. Harus pakai kursi roda, dan paman gue yang menemani Nenek gue itu udah gak kuat. Alhamdulillah, ada orang Perancis ada yang mau membantu waktu itu, jadi nenek gue digendongnya dan Paman gue membawakan tas dia. Tapi sempet juga kaki nenek gue tersangkut di kawat besi. Disitu kita merasa sedih karena nenek gue harus mengalami itu.

Beberapa hari setelah kita nyampe di wilayah ISIS, ketua asrama tahu tentang luka nenek gue, dia ngebawa Nenek gue juga ditemani dengan Ibu gue untuk ke rumah sakit. Sekembalinya ke asrama, diceritain bahwa sistem kesehatan mereka itu sangat buruk. Jadi nenek gue yang kaki nya dibius pas mau dijahit, tapi gak nunggu bius nya bekerja udah main jahit aja. Jadi Nenek gue kesakitan. Disitu kita udah ketakutan dengan sistem kesehatan mereka yang tidak sesuai ekspektasi, kemudian juga mannerism di asrama.

Jadi sempet ada pertikaian di dalam asrama itu, ada 2 orang perempuan yang berantem dan mereka hampir lempar-lemparan pisau. Yang gue pelajari dari sejarah-sejarah nabi, pertikaian antara sesama muslim seharusnya tidak sampai begini. Kalau sudah ada yang terbunuh salah satunya itu udah dosa banget, mungkin mereka ini juga stress berada di asrama tidak bisa keluar karena disitu hanya bisa keluar kalau yang laki-laki nya sudah selesai melakukan pengajaran agama. Atau kalau yang single hanya bisa keluar kalau mereka dinikahi.

Sempat juga beberapa kali gue, adek gue dan sepupu gue yang single ada yang melamar. Tapi mereka ngelamar nya itu hanya dengan melihat list nama. Sedangkan mereka gak tau background kita, kita juga ga tau background mereka. Alhamdulillah gue bisa tolak. Ada beberapa laki yang ngelamar itu dia sebenarnya seminggu sebelumnya udah nikah, tapi minggu ini mau nikah lagi. Itu sepupu gue dapet laki yang mau ngelamar dia begitu. Ada juga gue dengar dia udah punya 4 istri, tapi dicerain 2. Jadi kosong 2. Jadi laki-laki ISIS di sana kalau menikahi perempuan yang single dia dapat 500 Dollar. Kalau menikahi janda 1000 Dollar. Mungkin untuk nafkah kali ya, tapi kan gak semua laki-laki bertanggung jawab gitu.

Hal-hal lain yang gue denger tapi gak menyaksikan langsung, ada pasar budak di sana. Tapi gue gak tau pasar budak itu dimana. Terus ada juga, mungkin ini adalah hal yang biasa di tradisi mereka, menikahi anak-anak yang belum sepenuhnya dewasa. Anak-anak contohnya ada yang 13 tahun udah hamil, sedangkan disini itu adalah hal yang kita anggap tidak bermoral. Cuman ada aja perempuan yang disana yang heran mungkin ngeliat kita menolak lamaran tersebut. Karena bagi mereka jihad perempuan itu adalah menikah. Sedangkan yang gue tau, jihad itu bukan hanya perang dan bukan hanya menikah. Tapi apa aja yang kita tunjukkan ke Allah, itu adalah jihad. Mau dari membantu sesama, bersedekah, itu adalah jihad. Sedangkan yang kaya begini gue baru denger.

Akhirnya kita karena udah ga tahan disitu, mencoba untuk memaksa ketua asrama untuk memberikan kita rumah. Sesuai dengan janji mereka, kita minta itu berkali-kali. Dan juga karena kita orangnya banyak, ada orang-orang yang udah tua juga di keluarga, alhamdulillah kita bisa mendapatkan rumah flat begitu, dikasih oleh ISIS. Akhirnya hp-hp yang mereka ambil, kita bisa dapatkan kembali hanya saja mereka factory reset hp kita. Jadi contact-contact dan yang lain-lainnya semuanya itu hilang.

Sekitar berapa minggu setelah kita pindah ke rumah baru, yang laki-laki datang kerumah dan menceritakan bagaimana pengajaran agama yang mereka alami tidak sesuai ekspektasi. Ada 4 orang laki-laki dari keluarga gue, satu nya dari temen paman gue. Dia merasa pelatihan militer itu wajib, jadi dia udah beda ideologi. Jadinya dia memisahkan diri dari keluarga gue.

Menurut cerita mereka, mereka harus menunggu orang lagi untuk memulai pengajaran agama dan itu juga cukup lama waktunya, kurang lebih sebulan mereka belajar agama tapi setelah itu mereka dipaksa untuk mengikuti pelatihan militer. Sedangkan dari janji yang diberikan kepada adik gue dan keluarga gue yang lain, mereka bilang nya tidak ada paksaan untuk berperang. Akhirnya, laki-laki dari keluarga gue menolak dan mereka dipenjara karena menolak untuk mengikuti pelatihan militer.

Alhamdulillah tidak berketerusan mereka dipenjara. Ketika mereka mendengar kabar kalau kita mendapat rumah baru mereka dibolehkan pulang,"

Dengarkan juga : Menyusul Ibu (Part 2)


  • #podcast
  • #hidupusaiteror
  • #suriah
  • #isis
  • #deradikalisasi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!