NASIONAL

HIDUP USAI TEROR : Membuka Ladang Jihad di Indonesia

HIDUP USAI TEROR : Membuka Ladang Jihad di Indonesia

KBR, Jakarta Ketika saya sudah masuk Nusa Kambangan, disaat isolasi sulit untuk berkomunikasi antara sesama napiter itu sulit. Di situ saya mulai banyak merenung, saya mulai diajak ngobrol dengan petugas. Saya diberikan buku. Dari situ saya mulai banyak belajar tentang kontra ISIS. Bagaimana saya harus bertabayum merujuk kepada ulama pada umumnya,”

Kamu mendengarkan serial Hidup Usai Teror, di season ke-2 ini KBR berkolaborasi dengan ruangobrol.id. Kami menghadirkan kisah anak muda, bekas simpatisan ISIS dan returnee dari Suriah.

Halo, jumpa lagi di Hidup Usai Teror Season ke-2. Di season ini, KBR berkolaborasi dengan ruangobrol.id. Saya Malika.

Episode ini akan menghadirkan kisah Dwi (bukan nama sebenarnya). Seorang anak muda eks-narapidana kasus terorisme, napiter. Dwi belum sampai menginjakkan kakinya di Bumi Syam. Dia membuka ladang hijrah-nya di Indonesia, terlibat aktif dalam jaringan ISIS lewat media sosial. Lewat media maya Dwi belajar, berjejaring, berkabar hingga menjadi pewarta propaganda ISIS ke sesama simpatisan di Indonesia. 2018, Dwi ditangkap tim Densus 88 Mabes Polri dan menjalani hukuman 3 tahun penjara di Lapas Nusa Kambangan. Seperti apa Dwi melihat dirinya yang dulu dan sekarang? Simak ceritanya berikut ini.

Saya asal Salatiga, eks-napiter yang saat ini sudah pulang ke rumah. Usia saya 28 tahun.

Jadi dulu ketika awal booming deklarasi daulah itu dengan berita-berita yang dibesar-besarkan, saya mulai penasaran dan ingin mengetahui. Ketika saya dapat informasi-informasi mereka, saya saat itu kontra, bertentangan. Tapi karena saya merasa tidak puas, saya kemudian berkomunikasi kepada akun-akun daulah, akun-akun ikhwan yang disitu saya ber-tabayun, saya mendapatkan informasi yang valid tentang tujuan mereka dan bukti kasih rilisan video-video propaganda mereka.

Ketika sebelumnya saya merasa bertentangan, tapi setelah saya berkomunikasi secara privat dengan akun-akun daulah, saya mendapatkan informasi langsung dari mereka, disitu saya tertarik. Bertanya jawab, kadang untuk masalah umum juga saya tanya. Untuk mengetahui solidaritas atas kesamaan gitu, sama sama menjadi simpatisan, jadi seperti akrab gitu. Saya menganggap mereka seperti pahlawan, ketika di sana terjadi konflik mereka datang dengan jargon ‘Khilafah Jihad’ yang mereka dengungkan.

Jadi slogan mereka yang sering mereka ulang-ulang itu, mereka menganggap bahwa khilafah ISIS ini adalah yang dijanjikan di dalam hadits. Beberapa hadits tentang Panji Hitam, yang mereka klaim sebagai ISIS, yang mana hadits tersebut memang hadits shahih tetapi diklaim oleh ISIS bahwa itu adalah Panji Hitam ISIS. Panji Hitam itu adalah apa yang dikatakan oleh nabi sebagai sebuah pasukan, Pasukan Imam Mahdi yang di akhir zaman akan memerangi pasukan Dajjal.

Satu lagi, Suriah adalah tanah yang dijanjikan. Mereka menganggap Suriah itu adalah ladang jihad. Mereka sebut ini akhir zaman yang mana Panji Hitam itu adalah pasukan Imam Mahdi yang diklaim oleh ISIS. Mereka membawa dalil bahwa Fardhu ‘Ain bagi setiap muslim untuk membantu, untuk berjihad, menolong khilafah yang oleh ISIS klaim adalah Panji Hitam. Dan itu adalah hal baru bagi saya, saya baru mendapatkan tentang khilafah, jihad, itu dari daulah itu. Yang mana saat itu saya sangat bersemangat karena itu hal baru yang saya tau saat itu. Saya tidak pernah ber-tabayun, saya mencari tau kebenaran lewat orang selain mereka. Saya selalu merujuk kepada daulah pada saat itu.

Jadi ketika itu saya sudah masuk, saya sudah menjadi kelompok mereka. Saya sudah bergabung dengan mereka saya setuju. Jadi ketika di sana ada juru bicara, juru bicara-nya mereka menyeru agar para ikhwan-ikhwan itu memberikan bantuan apabila mereka tidak bisa berhijrah, maka mereka membuat ladang hijrah di wilayah mereka karena proses hijrah ke Syam terhalang.

Jadi kapasitas saya di situ saya memberikan dukungan, saya memberikan informasi tempat-tempat keamanan mereka, saya menyebarkan rilisan untuk mengobarkan jihad, misalnya. Jadi di situ saya simpatisan dengan cara saya ikut.

Jadi ketika di medsos itu kita banyak sekali orang-orang yang mengajak mereka, seperti mereka mengajak melakukan amaliyah, yang mana orang-orang itu kemudian tertangkap. Saya mulai was-was.

Kemudian saat 2016 atau 2017 ada petugas yang datang, mereka koordinasi dengan RW setempat untuk memberitahu di daerah sini ada terduga. Pada saat itu saya menyepelekan karena saya masih berpegang dengan manhaj ISIS. Saya menjadi penyalur media mereka untuk saya sampaikan di media Indonesia. Di situ saya menyebarkan konten-konten ISIS, saya menyebarkan propaganda ISIS. Inti share-share itu sebenarnya ya untuk memberikan pembelaan ketika media di luar mereka memusuhi, mereka mengatakan sesat, seperti itu saya lawan dengan konten-konten ISIS. Karena saat itu saya menganggap bahwa daulah ini adalah daulah yang sah, mereka berjihad di jalan Allah, sebelum saya bertaubat. Selama ini tidak ada yang tahu, mereka hanya tahu saya sering menggunakan HP, saya pun main TikTok yang mana di situ banyak video-video rilisan. Saya ingin menyimpan video mereka.

Ketika saya ikut dengan aktivitas normal itu berbeda, ada ketika tiba-tiba keadaannya seperti itu, ramai dengan ketukan. Mungkin kaget aja,”

Senin, 1 Oktober 2018 Dwi ditangkap Detasemen Khusus Densus 88 di rumahnya, di Salah tiga, Jawa Tengah. Oleh Mahkamah Agung Dwi dijatuhi hukuman penjara selama 4 tahun, dikurangi masa tahanan karena terbukti melakukan tindak pidana terorisme.

2018 saya masuk (penjara).

Ketika di dalam saya banyak bertemu langsung dengan orang-orang di daulah ini kan, orang ISIS ini. Ketika di dalem, mungkin mereka awal-awal itu saling menyemangati, saling menguatkan. Tapi lambat laun saya melihat para petugas ini kan cara mereka memperlakukan para napiter, mereka tetap memberikan Al-Qur’an, memberikan sajadah, memberi makan, mereka pun lemah lembut yang mana saya anggap sebelumnya mereka adalah musuh, dan kita sebagai napiter menganggap tawanan.

Tapi sebagai tawanan kita diperlakukan dengan sebaliknya, mereka tetap ramah, mereka mendakwahi kita, mereka memberikan buku pencerahan, buku kontra daulah ini.

Mulai itu saya mulai ber-tabayun, mungkin banyak hal-hal yang selama ini tidak saya tahu tentang jihad karena saya hanya mendapatkan dari orang-orang ISIS saja.

Jadi saya berubah itu ketika di dalam (penjara) justru, ketika masa tahanan saya berjalan 2 tahun, saya banyak mendapatkan hal-hal baru tentang kebobrokan ISIS ini. Ketika saya sudah masuk Nusa Kambangan, di saat isolasi, sulit untuk berkomunikasi dengan sesama napiter itu sulit. Di situ saya mulai banyak merenung, saya diajak ngobrol dengan petugas, saya diberikan buku, dari situ saya mulai banyak belajar tentang kontra ISIS. Bagaimana saya harus ber-tabayun, saya merujuk kepada Ulama pada umumnya,”

Setelah menjalani hukuman 3 tahun penjara di Lapas Nusa Kambangan, pada 25 April 2020 Dwi dibebaskan dari penjara. Dia lantas kembali ke kampung halamannya di Salatiga, Jawa Tengah.

Ketika keluar saya ingin menyibukkan dengan kegiatan yang bermanfaat, saya bekerja. Saya juga sebelum pulang itu dibekali buku dari sana. Buku untuk wawasan kita ketika sudah berubah, buku kontra-kontra terorisme. Untuk bekal.

Saat ini saya bekerja membuat sebuah celengan berbentuk miniatur Ka’bah di daerah Salatiga. Saya di bagian produksi sehari-hari di situ dari pagi sampai sore. Saya masih ikut dengan orang menjadi buruh untuk mengisi waktu luang.

Tempat kerja saya itu kan seberesnya sendiri. Dulu saya sebelum ditangkap di situ, sekarang pulang saya di sana. Karena saya dari sebelum masuk itu di masyarakat seperti biasa, mungkin yang berubah saya sendiri saat ini.

Jadi ketika lama di sel, kondisi isolasi, lebih was-was atau berhati-hati gitu aja. Jadi jarang keluar rumah, jarang bersosialisasi karena butuh adaptasi. Mungkin kesulitannya karena kebiasaan aja. Biasa terisolasi. Mungkin pemberitaan media karena penangkapan itu saya sedikit minder lah, malu.

Di zaman sekarang ini, millennial mungkin apabila datang video-video propaganda, ajakan-ajakan hal-hal yang tidak umum, yang masyarakat umumnya tidak tahu agar mereka berhati-hati. Dan juga sudah banyak hoax-hoax yang ditangkal. Banyak sekali website-website daulah ini yang diblokir. Insyaallah efeknya tidak seperti dulu awal-awal.

Kepada anak-anak muda yang mungkin mereka mulai tertarik, mereka mendapatkan hal baru, bisa jadi karena agama-nya masih sedikit. Mereka butuh rujukan, mereka butuh referensi, maka kita mencari referensi kepada keumuman, kepada ulama kebanyakan. Jadi, daulah ini kan mereka hanya kepada kelompok mereka, tidak mau mendapatkan dari kelompok selain mereka,”

Kamu baru saja mendengarkan kisah Dwi, bekas Napiter yang sekarang sudah kembali ke masyarakat. Kami ingin mendengar komentar-mu atas cerita Dwi. Kamu bisa kirimkan melalui email di [email protected] atau DM kami di Instagram @kbr.id. Di episode berikutnya akan hadir cerita Wildan, anak muda lainnya yang berangkat ke Suriah dan ikut berperang selama di sana.

Dengarkan juga : Racun Maskulin Dalam Jihad (Part 2)

  • #podcast
  • #hidupusaiteror
  • #deradikalisasi
  • #isis
  • #ruangobrolid

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!