BERITA

Ini Kata Jokowi soal KPK Minta Kado Perpu di Hari Antikorupsi Sedunia

""Saya kira kita harus mengevaluasi seluruh program yang hampir 20 tahun ini berjalan," "

Dian Kurniati

Ini Kata Jokowi soal KPK Minta Kado Perpu di Hari Antikorupsi Sedunia
Presiden Jokowi berbincang dengan murid saat peringatan hari Anti-Korupsi di SMKN 57 Jaksel, Senin (9/12/2019). (Antara/Aprillio)

KBR, Jakarta-  Presiden Joko Widodo tak berencana mengabulkan permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal kado Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) KPK, untuk merayakan peringatan Hari Antikorupsi Sedunia. Jokowi beralasan, saat ini sudah ada Undang-undang nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, meski belum efektif berlaku.

Jokowi berkata, pemerintah juga bakal mengevaluasi program kerja KPK dan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bersama pimpinan KPK yang baru, yang bakal dilantik 20 Desember mendatang.

"Sampai detik ini kita masih melihat, mempertimbangkan, tapi kan undang-undangnya belum berjalan, kalau nanti sudah komplet, sudah ada Dewas, sudah ada pimpinan KPK yang baru nanti kita evaluasi lah. Saya kira kita harus mengevaluasi seluruh program yang hampir 20 tahun ini berjalan," kata Jokowi di SMKN 57 Jakarta, Senin (09/12/2019).


Ketimbang merespons desakan penerbitan Perpu KPK, Jokowi lebih banyak membicarakan tentang rencananya memperkuat sistem pengadaan elektronik untuk mencegah korupsi. Jokowi menilai, pembangunan sistem tersebut akan menjadi pagar untuk mencegah penyelewengan dana. Kemudian, Jokowi juga ingin mengevaluasi proses rekrutmen politik agar tak berbiaya besar, sehingga mendorong pejabat mencari celah korupsi.


Selain itu, Jokowi juga ingin memperbaiki sistem pencegahan korupsi pada daerah setelah kepala daerahnya tertangkap KPK karena korupsi. Menurutnya, pemerintah dan KPK harus membuat perbaikan sistem untuk mencegah korupsi di sana tak terulang.


Jokowi pun berencana mengundang pimpinan KPK yang baru untuk menyiapkan evaluasi pencegahan dan pemberantasan korupsi. Menurutnya, KPK harus menentukan fokus dalam pencegahan korupsi, karena konsep kerja yang sporadis justru tak efektif. 

Sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) menolak Permohonan uji materi mengenai Perubahan Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Permohonan diajukan sejumlah mahasiswa yaitu Muhammad Raditio Jati Utomo, Deddy Rizaldy Arwin Gommo, Putrida Sihombing dan kawan-kawan.


Permohonan itu kandas karena nomor Undang-undang yang diajukan oleh pemohon salah obyek (error in objecto).


Hakim Mahkamah Konstitusi Eni Nurbaningsih dalam pertimbangan hukumnya menyatakan, permohonan yang diajukan pemohon tertulis Undang-undang Nomor 16 Tahun 2016 yang notabene merupakan perubahan UU Perkawinan. Padahal Undang-undang KPK yang baru bernomor 19 Tahun 2019.

Perubahan UU KPK sedikitnya menuai enam perkara permohonan uji materi, termasuk yang diajukan sejumlah mahasiswa itu.


Keenam perkara itu antara lain perkara Nomor 57/PUU-XVII/2019 (diajukan sekitar 180-an orang umumnya mahasiswa), perkara 59/PUU-XVII/2019 (diajukan 25 mahasiswa Universitas Assyafiiah Jakarta), perkara 62/PUU-XVII/2019 (diajukan advokat Gregorius Yonathan Deowikaputra), perkara 70/PUU-XVII/2019 (diajukan Rektor Universitas Islam Indonesia UII Yogyakarta dkk), perkara 71/PUU-XVII/2019 (diajukan Zico Leonard dkk), dan perkara 73/PUU-XVII/2019 (diajukan dua mahasiswa).


Editor: Rony Sitanggang

  • uji materi UU KPK
  • Mahkamah Konstitusi
  • Revisi UU KPK
  • KPK

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!