HEADLINE

Sidik Pajak Dimulai, Dirjen Ancam Penjarakan Google

""Sekarang ditingkatkan ke tingkat penyidikan bukti permulaan karena data yang kami miliki tidak seperti yang mereka sampaikan.""

Sidik Pajak Dimulai, Dirjen Ancam Penjarakan Google


KBR, Jakarta- Direktorat Jenderal Pajak menyatakan dapat memenjarakan perusahaan mesin pencari Google apabila terbukti memiliki tunggakan dan enggan membayarkannya. Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan, saat ini proses negosiasi tarif pajak dengan Google sudah buntu.

Sehingga, kata dia, lembaganya akan melanjutkan proses investasi Google ke tahap pemeriksaan.  

"Soal Google ini sama dengan wajib pajak dalam negeri lainnya, karena kalau dia jadi subjek pajak di dalam negeri ya perlakuannya sama. Sekarang ditingkatkan ke tingkat penyidikan bukti permulaan karena data yang kami miliki tidak seperti yang mereka sampaikan. Kalau kapan selesainya, ini dalam proses. Mudah-mudahan sebelum akhir tahun dia mau bayar. Kalau enggak ya sama, kalau sudah punya tunggakan dan enggak bayar, bisa dimasukan ke penjara juga," kata Ken di kantornya, Rabu (21/12/16).


Ken mengatakan, perlakuan terhadap Google tidak berbeda dibanding wajib pajak lain di dalam negeri. Sehingga, kata dia, ketentuan yang berlaku juga tertuang dalam Undang-undang Perpajakan. Kata Ken, apabila Google terbukti memiliki tunggakan dan tidak menunjukkan niat membayar pajak, perusahaan itu dapat disebut melawan otoritas pajak.


Sebelumnya, pemerintah ingin mengenai pajak para perusahaan teknologi informasi asing yang ada di Indonesia. Pada kebijakan itu, pemerintah juga mendesak para perusahaan itu menjadi badan usaha tetap (BUT). Selain Google, perusahaan lain yang bakal diperiksa misalnya Facebook, Youtube, dan Yahoo.

Terlambat

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan semua negara terlambat mengantisipasi pajak dari perusahaan berbasis teknologi seperti Google. Darmin mengatakan, sampai sekarang masih belum ada ketentuan yang jelas untuk menetapkan besaran pajak Google.

Kata dia, strategi yang paling mungkin ditempuh adalah negosiasi.

"Ya karena memang Google, Youtube sudah berjalan lama dan tidak diapa-apakan. Di negara lain juga semua terlambat, artinya belum ada standar yang jelas bagaimana perlakuan perpajaka. Mau ga mau harus ada negosiasi dan harus ditentukan negara ada ngga peminatnya. Pasti income-nya naik. Blm ada standar negosiasi.


Darmin mengatakan, perusahaan seperti Google sudah lama beroperasi di berbagai negara, tanpa dikenai pajak. Padahal, kata Darmin, perusahaan berbasis teknologi itu meraup banyak keuntungan dari negara-negara itu. Kini, saat Google sudah lama beroperasi, semua negara kesulitan menarik pajaknya, karena memang tidak pernah menyiapkan regulasinya.


Saat ini, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sudah menutup proses negosiasi  dengan Google terkait kewajiban perusahaan itu membayar pajaknya. Alasannya, Google yang menolak nilai yang diajukan pemerintah. Padahal, nilai yang diajukan pemerintah masih lebih rendah dibanding pajak Google dalam setahun. Kini, Ditjen Pajak mulai melanjutkan pemeriksaan yang sebelumnya sempat terhenti, yang berarti Google juga harus membayar pajak dengan tarif normal.


Sebelumnya, pemerintah ingin mengenai pajak para perusahaan teknologi informasi asing yang ada di Indonesia. Pada kebijakan itu, pemerintah juga mendesak para perusahaan itu menjadi badan usaha tetap (BUT). Selain Google, perusahaan lain yang bakal diperiksa misalnya Facebook, Youtube, dan Yahoo.


 

Editor: Rony Sitanggang

 

  • Google
  • Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!