HEADLINE

Laura Navika Yamani: Durasi Karantina Harus Lebih dari Lima Hari

"Perketat pintu-pintu masuk bagi Warga Negara Asing (WNA) dan WNI yang baru pulang dari luar negeri demi mencegah masuknya varian baru Covid-19 ke Nusantara"

Astri Septiani

Durasi Karantina
Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, Laura Navika Yamani. (Foto: Dokpri/unair.ac.id)

KBR, Jakarta - Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Laura Navika Yamani mewanti-wanti berlangsungnya kegiatan yang mengundang kerumunan sehingga meningkatkan potensi penularan Covid-19 pada libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).

Meski kini kasus di Indonesia telah melandai, Laura meminta pemerintah dan masyarakat tetap waspada dengan varian baru Covid-19, dan kemungkinan kenaikan kasus.

"Pemerintah harus memperketat pintu-pintu masuk bagi Warga Negara Asing (WNA) dan WNI yang baru pulang dari luar negeri demi mencegah masuknya varian baru Covid-19 ke Nusantara," ujar Dosen Epidemiologi FKM Unair, Surabaya itu.

Berikut wawancara KBR dengan Epidemiolog Laura Navika Yamani:

Pemerintah memprediksi 20 juta orang akan bepergian pada akhir tahun. Antisipasi apa yang harus dilakukan mencegah penularan kasus saat Nataru? Apakah harus ada pengetatan?

Kasus di Indonesia kan sebetulnya sudah melandai. Jadi urgenitas pemerintah dalam menekan peningkatan kasus ada di kedatangan orang-orang asing atau orang Indonesia yang datang dari luar negeri. Kemudian kegiatan akhir tahun banyak kemungkinan event berkumpul. Titik kerumunan harus diawasi dijaga ketat. Kemudian titik-titik ada kedatangan orang asing harus dijaga dengan ketat. Mengawasi memonitor daerah daerah yang mungkin muncul kerumunan dimana tempat datang orang asing atau yang berasal dari luar negeri.

Persyaratan karantina 3-5 hari relevan atau tidak mengantisipasi penularan Covid-19, apalagi saat ini ada ancaman varian baru?

Kalau 3-5 hari kan separuh dari masa inkubasi virus. Apakah relevan dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19, saya rasa kalau bisa dilakukan secara maksimal artinya harus lebih dari 5 hari. Saya pikir 8-10 hari lebih aman meminimalisir kemungkinan terjadi penyebaran. Itu mungkin bisa dijadikan bahan pertimbangan ya. Jadi disesuaikan dengan karakteristik virusnya. Masa inkubasi virus kan 8-10 hari. karantina sebaiknya dilakukan pada durasi itu.

Baca juga:

- Antisipasi Lonjakan Kasus saat Nataru, Berapa Stok Obat Biofarma?

- Presiden Minta Ada Mitigasi Gelombang Ketiga Covid-19

Bagaimana seharusnya upaya pengetatan di pintu-pintu masuk kedatangan dari luar negeri?

Pengetatan di pintu-pintu masuk negara harus dilakukan. Jadi pengecekan status kesehatan baik apakah sudah divaksin atau suhu tubuh saat masuk negara kita, riwayat pemeriksaan apakah sudah melakukan pemeriksaan. Kalaupun tidak menjadi kewajiban negara asal ya negara kita harus menyiapkan pemeriksaan untuk orang-orang asing. Itu bisa dilakukan ketika mereka datang namun tidak menjamin mereka tidak terinfeksi. Karantina tetap harus dilakukan bukan berarti kalau negatif diperiksa PCR boleh bebas aktivitas tidak seperti itu. Harus karantina mustinya 8-10 hari. Kalau tadi 3-5 hari mestinya dilakukan pemeriksaan tambahan atau karantina dulu baru diperiksa.

Hingga kini, protokol kesehatan tentu masih harus diterapkan, bagaimana saran Anda terkait Prokes menghadapi potensi kenaikan kasus akhir tahun?

Terkait transparansi data bagaimana perkembangan kasus saat ini. Ini kan mulai bergerak mobilisasi yang dilakukan masyarakat kita. Seperti apa sih perkembangan kalau ada kenaikan kasus harus diinformasikan titik mana yang rawan peningkatan kasus. Tidak lelah menginfokan protokol kesehatan harus terus dilakukan masyarakat kita. Terutama saat aktivitas di luar rumah dan berkumpul dengan banyak orang. Paling tidak itu bisa meminimalisir. Tidak berarti kita melakukan proses ada jaminan kita tidak terkena Covid-19.

Editor: Fadli Gaper

  • masa karantina
  • karantina
  • COVID-19
  • WNA
  • Libur Nataru

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!