BERITA

Jokowi Tolak Wacana Tambah Masa Jabatan Presiden

Jokowi Tolak Wacana Tambah Masa Jabatan Presiden

KBR, Jakarta - Presiden Joko Widodo disebut tak setuju dengan wacana penambahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode atau total 15 tahun. Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan Jokowi bakal tetap mematuhi perintah konstitusi yang membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden maksimal dua periode atau total 10 tahun.

"Bagaimanapun mengubah amandemen UUD seperti membuka kotak pandora. Presiden saya yakin beliau tetap, karena beliau adalah Presiden yang dilahirkan oleh reformasi, sehingga beliau akan taat dan patuh kepada apa yang sudah ada," kata Pramono di kantornya, Senin (25/11/2019). 

Pramono menyebut Jokowi pun tak memusingkan wacana itu. Ia juga yakin parpol-parpol besar akan bersikap sama lantaran gagasan tersebut terlalu mengada-ada.

"Sampai hari ini Presiden sama sekali tidak berpikir itu dan juga kalau dibiarkan menjadi kontra-produktif," lanjut Politikus PDI Perjuangan ini. 

Munculnya gagasan penambahan masa jabatan Presiden diungkap oleh Wakil Ketua MPR dari Fraksi PPP Arsul Sani terkait pembahasan rencana amendemen UUD 1945. Arsul mengaku usulan tersebut datang dari anggota Fraksi Nasdem, tetapi ia enggan membeberkan identitasnya.

Sementara itu, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menilai gagasan masa jabatan Presiden tiga periode perlu melibatkan seluruh elemen publik. Dikutip dari Antara, Surya gagasan tersebut hal wajar dalam sistem demokrasi Indonesia yang dinamis dan terbuka pada beragam masukan. 

"Kalau memang ada perubahan, jangan kita terkejut-kejut. Wajar-wajar saja. Tapi syaratnya libatkan seluruh elemen publi," ucap Surya di sela-sela perayaan HUT ke-8 Nasdem di Surabaya, Sabtu (23/11/2019).

Jangan sampai demokrasi mundur

Ketua DPR Puan Maharani meminta Komisi II yang membidangi pemerintahan melakukan kajian mendalam terhadap wacana masa jabatan Presiden tiga periode. Politikus PDI Perjuangan ini mewanti-wanti jangan sampai membuat demokrasi Indonesia justru berjalan mundur.

"Itu masih wacana. Tentu saja itu harus kita kaji kembali secara baik. Jangan sampai kita mundur ke belakang," tutur Puan saat ditemui usai nonton bareng Film di Jakarta, Senin (25/11/2019)

Sejumlah parpol besar mengungkapkan penolakan atas wacana penambahan masa jabatan Presiden.

Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan partainya berpandangan amendemen konstitusi bersifat terbatas yakni mengenai haluan negara. Dikutip dari Antara, Hasto menyebut masa jabatan Presiden saat ini masih ideal, sehingga tak perlu diubah. 

"PDI Perjuangan tidak menyuarakan wacana perpanjangan masa jabatan karena kami berkomitmen terhadap semangat reformasi," ujar Hasto di Depok, Jawa Barat, Jumat (22/11/2019).

Penolakan juga dilontarkan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon. Usulan tersebut dinilainya sebagai wacana yang berbahaya bagi demokrasi. 

Ia meminta pembahasan tentang usulan itu dihentikan karena bisa memicu kontroversi dan kegaduhan. Menurutnya batas masa jabatan Presiden 2 periode merupakan bagian dari konvensi bangsa.

"Itu sudah tertuang dalam konstitusi. Nanti kalau diubah, itu akan membuka kotak pandora," kata Fadli Zon di Jakarta, Sabtu (23/11/2019) sebagaimana dikutip dari Antara

Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar mengkritik politisi yang memunculkan gagasan penambahan masa jabatan Presiden. Ide itu menurutnya tak pantas disampaikan. Kata Haris kelanggengan kekuasaan sarat agenda kepentingan oligarki yang tak sesuai prinsip keadilan. 

"Harusnya diskusi pejabat negara itu ngomong bagaimana kepastian akses ke justice bisa terwujud, bukan mau memperluas ruang kekuasaan. Harusnya mendorong transparansi penegakan hukum, bukan melanggengkan kekuasaan," ungkap Haris. 

Editor: Ninik Yuniati

 

  • Presiden Jokowi
  • Sekretaris Kabinet Pramono Anung
  • penambahan masa jabatan presiden
  • amendemen UUD 1945

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!