BERITA

Eks-Dirut PLN Divonis Bebas, KPK Serius Siapkan Materi Kasasi

""Yang bersangkutan pernah diinformasikan atau mengetahui terkait dengan adanya kepentingan Eni yang diutus oleh partainya, untuk mencari pendanaan kegiatan parpol""

Sadida Hafsyah

Eks-Dirut PLN Divonis Bebas, KPK Serius Siapkan Materi Kasasi
Eks-Dirut PLN Sofyan Basir melambaikan tangan usai keluar dari Rutan Kelas 1 Jakarta Timur Cabang KPK di Jakarta, Senin (4/11). (Antara: Aditya)

KBR, Jakarta-  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakin bekas Direktur PLN, Sofyan Basir tahu ada tindak pidana korupsi berupa suap dalam proyek PLTU Riau-1. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, majelis hakim belum mempertimbangkan sejumlah bukti penting di persidangan yang memperkuat hal tersebut.

"Sebenarnya pada persidangan sebelumnya dengan terdakwa Eni, Sofyan Basir pernah menyampaikan keterangan sebagai saksi sebelumnya. Yang bersangkutan pernah diinformasikan atau mengetahui terkait dengan adanya kepentingan Eni yang diutus oleh partainya, untuk mencari pendanaan kegiatan parpol. Nah ini belum dipertimbangkan sehingga nanti ini akan kami uraikan lebih lanjut," ujar Febri, Selasa (05/11/2019).


Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyebut Sofyan mengaku mengetahui Eni mendapatkan uang, saat diperiksa oleh penyidik KPK. Berita Acara Pemeriksaan (BAP) mengenai pengakuan Sofyan, bahkan pernah dibacakan jaksa di persidangan untuk agenda pemeriksaannya, pada 23 September 2019. Belakangan, Sofyan menyatakan telah mencabut keterangannya dalam BAP itu.


"Dan dalam banyak putusan yang ada, pencabutan-pencabutan BAP tidak serta merta diterima. Hakim akan cenderung melihat bagaimana pembuktian yang lebih substansial atau fakta-fakta yang lebih materiil sifatnya," kata Febri.


Karena itu, Febri menyampaikan KPK berniat serius mengajukan kasasi atas kasus ini. Sejauh ini, KPK sedang mempersiapkan kebutuhan, agar nantinya MA akan memberi putusan yang lebih komprehensif dan substansial.


Saat menjalani pemeriksaan sebagai saksi di persidangan untuk terdakwa bekas Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Maulani Saragih, Sofyan menuturkan pengetahuannya soal suap direncanakan itu. Eni kemudian telah divonis 6 tahun penjara karena terbukti menerima uang Rp 4,7 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo.


Bebas

Bekas Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir divonis bebas dalam kasus suap PLTU Riau-1. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan Sofyan tidak terlibat dalam kasus suap tersebut.

Ketua Majelis Hakim Hariono membacakan putusan dalam sidang yang menyatakan Sofyan Basir tidak terbukti membantu  bekas Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Maulani Saragih menerima uang suap dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo.


"Mengadili menyatakan terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dakwaan pertama dan kedua," kata Ketua Majelis Hakim Hariono saat membacakan putusan dalam sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Senin (04/11/2019).


Hakim menyatakan Sofyan harus dibebaskan dari segala dakwaan. Selain itu hakim memerintahkan terdakwa segera dibebaskan dari tahanan.

Sebelumnya jakasa KPK menuntut  Sofyan Basir kurungan 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta atau subsider 3 bulan kurungan penjara. Sofyan selaku terdakwa memfasilitasi pertemuan antara Anggota DPR RI, Eni Maulani Saragih, bekas Sekjen Golkar Idrus Marham, dan pengusaha Johanes Kotjo guna mempercepat proses kesepakatan proyek IPP Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1.

 Selain itu, Sofyan juga dengan sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan kejahatan dengan memfasilitasi pertemuan pihak terkait, padahal Sofyan mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan fee sebagai imbalan sebesar Rp4,7 miliar dari Kotjo.

Editor: Rony Sitanggang

 

  • listrik
  • PLN
  • korupsi proyek
  • korupsi
  • Sofyan Basir
  • PLTU RIau 1
  • pembangkit listrik
  • Kementerian ESDM

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!