OPINI

Upah Layak

Buruh Jawa Barat menuntut kenaikan UMP

Ribuan buruh kemarin berunjukrasa di depan kantor Gubernur Jawa Barat. Mereka menolak Upah Minimum Provinsi (UMP) lantaran dibuat berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 78. Aturan itu nyaris setiap tahun menuai penolakan di berbagai daerah, lantaran sistematika pengupahan hanya mengacu pada laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Aturan tersebut mengabaikan pesan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menyebut penetapan upah minimum  berdasarkan  kebutuhan hidup layak.

Masalahnya, hidup layak kerap kali berbeda penerapannya. Tengok misalnya, upah minimum Kabupaten Pasuruan dan Kota Pasuruan di Jawa Timur tahun depan. Kedua daerah yang berdekatan itu berselisih jauh dalam menetapkan upah minimum. Kabupaten menetapkan angka hampir Rp3,9 juta, sedangkan di Kota angkanya hampir Rp2,6 juta. Selisih lumayan jauh, meski secara  persentase wilayah kota kenaikannya lebih tinggi mencapai sekitar 20 persen.

Itu sebab buruh-buruh di Jawa Barat mendesak gubernurnya mencontoh provinsi Jawa Timur. Kenaikan upah minimum kabupaten/kota tak mesti mengikuti kenaikan sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja dengan besaran kenaikan 8,03 persen. Disparitas upah yang melahirkan kesenjangan penghasilan.

Pemerintah baik di pusat maupun daerah mesti arif menetapkan upah minimum. Jangan sampai buruh dieksploitasi dengan upah murah dan pengusaha memilih hengkang lantaran tak sanggup menggaji buruh dengan UMK . Kuncinya, mesti mau duduk bersama antarpemangku kepentingan. Demi upah yang layak dan usaha yang maju sehingga mampu menyejahterakan tak hanya pengusahanya tapi juga  buruhnya.

 

  • UMP
  • UMK
  • upah buruh

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!