HEADLINE

Setelah Hakim dan Panitera PN Jaksel Diringkus KPK

"Tiga orang dari total 5 tersangka hasil OTT KPK merupakan petugas di lingkungan pengadilan. Dua orang merupakan hakim di PN Jaksel, sedangkan seorang lagi panitera yang pernah bertugas di PN Jaksel."

Astri Septiani, Ryan Suhendra

Setelah Hakim dan Panitera PN Jaksel Diringkus KPK
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Iswahyu Widodo mengenakan rompi tahanan usai pemeriksaan terkait OTT dugaan suap penanganan perkara, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (29/11/2018) dini hari. (Foto: ANTARA/ Indrianto E)

KBR, Jakarta - Sebanyak tiga dari enam orang yang dicokok petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  pada Rabu (28/11/2018) dini hari, merupakan penegak hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dari operasi tangkap tangan itu, lima orang ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap penanganan perkara di PN Jaksel. Mereka antara lain Hakim PN Jaksel yang juga ketua majelis hakim, Iswahyu Widodo; Irwan yang juga hakim di PN Jaksel; Muhammad Ramadhan, panitera pengganti PN Jakarta Timur yang sebelumnya bertugas di PN Jakarta Selatan; pengacara, Arif Fitrawan; dan Martin P Silitonga dari pihak swasta yakni PT CLM.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, tim penindakan menyita uang sejumlah 47 ribu dolar Singapura dari rumah Muhammad Ramadhan. Uang ini merupakan pemberian dari advokat Arif Fitrawan yang sebelumnya ditransfer oleh Martin Silitonga.

Alex membeberkan, uang itu diduga ditujukan kepada majelis hakim yang menangani perkara dengan Nomor 262/Pdt.G/2018/PN Jaksel yang disidangkan di PN Jaksel 2018. Perkara perdata ini terkait pembatalan perjanjian akuisisi PT CLM oleh PT APMR.

Perkara perdata didaftarkan pada 26 Maret 2018 dengan pihak penggugat Isrullah Achmad dan tergugat Williem J.V. Dongen, turut tergugat PT APMR dan Thomas Azali.

Baca juga: OTT PN Jaksel, MA Akui Sistem Pengawasan Belum Optimal

Selama proses persidangan, tutur Alex, penggugat diindikasikan berkomunikasi dengan panitera Muhammad Ramadhan yang diduga jadi perantara dengan majelis hakim yang menangani perkara.

"Setelah pemeriksaan 1x24 jam dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah/ janji oleh hakim PN Jakarta Selatan terkait perkara yang ditanganinya di PN Jakarta Selatan tahun 2018, maka KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan 5 orang tersangka," kata Alex saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (28/11/2018) malam.

Atas perbuatan tersebut Iswahyu Widodo, Irwan, dan Muhammad Ramadhan selaku penerima suap disangkakan melanggar pasal 12 huruf c dan/atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara pihak pemberi yakni Martin P. Silitonga dan Arif Fitrawan disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a dan/atau pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


Diberhentikan Sementara

Menyusul proses hukum penyidik lembaga antirasuah, Mahkamah Agung (MA)  memutuskan untuk memberhentikan sementara dua hakim PN Jaksel yaitu Iswahyu Widodo dan Irwan. Surat pemberhentian telah ditandatangani Ketua Mahkamah Agung, Hatta Ali.

MA juga memberhentikan sementara panitera pengganti PN Jakarta Timur, Muhammad Ramadhan yang ikut diringkus petugas KPK dalam operasi tangkap tangan. Surat keputusan pemberhentian Ramadhan telah diteken Dirjen Badan Peradilan Umum.

"Mahkamah Agung pada hari ini mengambil tindakan bahwa memberhentikan kedua hakim Jakarta selatan dengan status pemberhentian sementara, sedangkan seorang panitera pengganti pada hari ini juga dilakukan hal yang sama pemberhentian sementara," kata Suhadi di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Kamis (29/11/2018).

Suhadi mengatakan, pemberhentian sementara terhadap ketiga orang tersebut dilakukan hingga ada putusan hukum yang mengikat. Apabila terbukti melakukan pelanggaran maka MA bakal langsung memecat kedua hakim dan panitera.

Dengan terbitnya surat keputusan tersebut, ketiganya mendapat uang pemberhentian sementara sebesar 50 persen dari penghasilan yang akan didapat, terhitung mulai 1 Desember 2018.

Baca juga: OTT Jual Beli Perkara di PN Tangerang


"Ngopi" Jadi Salah Satu Kode Transaksi Suap PN Jaksel

Dalam transaksi suap penanganan perkara di PN Jaksel tersebut, KPK menemukan kode yang digunakan para tersangka. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata  mengungkapkan, "ngopi" jadi salah satu sandi yang bermakna rencana bertemu untuk memberikan uang pelicin.

"Istilah ngopi itu adalah rencana bertemu terkait dengan janji pemberian uang yang sudah disepakati antara pihak pengacara melalui perantara MR. MR itu sudah menyampaikan kepada kedua oknum hakim agar dibantu," papar Alex.

Ia menambahkan, setelah pertemuan terjadi, kedua hakim menanyakan tindak lanjut perihal uang yang sudah diterima.

"Nah, di dalam pertemuan itu kedua hakim tersebut menanyakan kepada MR: ayo kapan jadi ngopi nggak? Lalu dalam pertemuan tersebut kedua hakim menanyakan uangnya sudah ada apa belum," lanjut Alex.

Penangkapan terhadap hakim ini sudah terhitung belasan kali terjadi sejak 2010. Dikutip dari laman ACCH.kpk.go.id sejak 2010 hingga 2016 telah ada 14 hakim yang tersangkut korupsi. Sementara sebelum peringkusan hakim PN Jaksel November 2018 ini, masih pada tahun yang sama petugas KPK juga mencokok dan menangani dugaan korupsi yang menjerat hakim di PN Tangerang dan PN Medan.

Baca juga: Peninjauan Implementasi Ratifikasi Konvensi Antikorupsi PBB, KPK Usulkan Perppu 



Editor: Nurika Manan

  • KPK
  • Komisi Pemberantasan Korupsi KPK
  • suap penanganan perkara
  • PN Jaksel
  • hakim korup
  • hakim
  • Alexander Marwata
  • Mahkamah Agung

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!