HEADLINE

Pengadilan Rakyat Internasional 1965, Komnas Perempuan Desak Pemerintah Pulihkan Hak Korba

"Hidup para korban yang saat ini sudah lanjut usia begitu menyedihkan"

Quinawaty Pasaribu

Pengadilan Rakyat Internasional 1965, Komnas Perempuan Desak Pemerintah Pulihkan Hak Korba
Pengadilan rakyat internasional tragedi 1965 di Den Haag, Belanda (sumber: Live Streaming)

KBR, Jakarta - Komnas Perempuan mendesak pemerintah memulihkan hak ekonomi sosial dan politik (ekosop) para perempuan korban kejahatan seksual tragedi 1965. Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amirudin mengatakan, hidup para korban yang saat ini sudah lanjut usia begitu menyedihkan. Kata Mariana, mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Tak hanya itu, para korban juga tak punya jaminan akses kesehatan lantaran masih adanya stigma PKI.

"Para korban perempuan yang sudah lanjut usia ini, mendapat uang dari berdagang membuka warung. Dan karena sudah tua, itu mereka tak bisa produktif bahkan sulit makan. Tak bisa ke dokter. Mereka sendirian, rumahnya sudah hampir rusak. Ketika Komnas Perempuan ketemu korban, mereka minta memperhatikan hak hidup mereka," papar Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amirudin di pengadilan rakyat internasional tragedi 1965 di Den Haag, Belanda, (13/11/2015).

Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amirudin hadir sebagai saksi ahli dalam Sidang Rakyat Internasional kasus pelanggaran HAM berat 1965 di Den Haag, Belanda.

Dalam peristiwa 1965, lima ratusan perempuan tahanan politik dibuang ke Kamp Plantungan di Kendal, Jawa Tengah. Para perempuan itu dipenjara tanpa bukti dan proses pengadilan. Mereka dituding terlibat dalam Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) yang dianggap bagian organisasi Partai Komunis Indonesia (PKI). 


Editor: Rony Sitanggang

  • komnas perempuan
  • tragedi 1965
  • Kejahatan Seksual
  • Toleransi
  • DKI Jakarta
  • petatoleransi_06DKI Jakarta_biru

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!