HEADLINE

One Map Policy Perjelas Zonasi Lahan Gambut

"Saat ini masih dalam tahap pembahasan."

Aika Renata

One Map Policy Perjelas Zonasi Lahan Gambut
Ilustrasi: lahan gambut di Kotawaringin Barat yang terbakar (Foto: Alex Gunawan/KBR)

KBR, Jakarta- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) masih memproses pembuatan Kebijakan Satu Peta (one map policy) sebelum membereskan masalah pengelolaan lahan gambut. Juru bicara HLHK Eka Widodo Sugiri mengatakan kebijakan ini, salah satunya untuk memudahkan pemindahan perusahaan yang berada di zona lindung gambut. Namun, ia belum bisa memastikan kapan kebijakan satu peta itu selesai.

Kementerian Lingkungan Hidup masih mengumpulkan data-data dari berbagai lembaga yang memiliki peta berbeda, untuk digabungkan.

"Begitu peta zonasi gambut ini disepakati bersama, tapi diatasnya sudah ada kegiatan, akan diapakan ini? Apakah kita beri kesempatan untuk panen dan setelah itu stop? Atau ada kegiatan lainnya yang bisa menjaga kebakaran gambut tak terulang lagi," ujarnya dalam program KBR Pagi, Kamis (05/11).

"Problemnya kan gambut itu tidak ada di dalam kawasan (klasifikasi hutan-red) tapi juga ada di dalam kawasan di luar hutan. Ini yang sekarang akan kita duduk samakan," tambahnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memerintahkan agar Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy segera diselesaikan agar tak ada lagi karut-marut pengelolaan hutan dan lahan, termasuk lahan gambut. Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan, perusahaan yang berada di zona lindung gambut akan dipindahkan untuk menyelamatkan lahan gambut. 

Pemerintah akan memetakan lahan yang termasuk zona lindung dan zona budi daya. Ada tiga provinsi yang akan menjadi proyek percontohan pemetaan gambut, yakni Sumatra Selatan, Riau, dan Kalimantan Tengah. 

Editor: Dimas Rizky

  • hukum
  • lingkungan hidup
  • KLHK
  • lahan gambut
  • berita

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!