HEADLINE

Kontras: Pemerintah Reaksioner Sikapi Sidang Rakyat 1965

"Wakil Presiden Jusuf Kalla misalnya menyebut sidang itu hanya main-main."

Zulpakar

Kontras: Pemerintah Reaksioner Sikapi Sidang Rakyat 1965
Logo Kontras

KBR, Jakarta- LSM HAM Kontras menilai reaksi pemerintah terhadap pengadilan rakyat 1965 di Den Haag Belanda, terlalu berlebihan. Sejumlah pejabat negara mengomentari dengan negatif pelaksaan sidang itu. Diantaranya pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyebut pengadilan tersebut tidak penting dan hanya main-main. 

Kepala Divisi Komunikasi Politik Kontras, Putri Kanesia, menyebut hasil pengadilan itu hanya bersifat rekomendasi. Sehingga menurutnya, pemerintah tak perlu reaktif.

"IPT ini nggak bisa disamakan dengan pengadilan pada umumnya. Ini hanya pengadilan rakyat yang akan menghasilkan rekomendasi yang memang akan diserahkan pada pemerintah, jadi sikap reaktif dari pemerintah dalam hal ini wapres yang menyatakan pengadilan yang tak perlu, hal itu adalah pernyataan yang nggak perlu," kata Putri Kanesia, sabtu (14/11).

Sementara terkait dengan isu kebangkitan PKI karena IPT, Putri menjawab hal tersebut bisa masuk ke dalam ranah hate speach. Alasannya kata dia, banyak dari mereka yang dituduh terlibat PKI, terbukti bukan dari PKI. Kebanyakan dari para korban kemudian mendapatkan diskriminasi tersebut. 

Sidang pengadilan rakyat soal kasus 1965 sudah selesai digelar. Keputusan sementara hakim diantaranya menyimpulkan telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia serius di Indonesia. Nantinya keputusan final akan diumumkan tahun depan setelah majelis hakim mempertimbangkan seluruh dokumen, saksi-saksi dan lainnya yang telah dihadirkan di pengadilan.

Editor: Dimas Rizky

  • hukum
  • pengadilan rakyat internasional 1965
  • Peristiwa 1965
  • Pelanggaran HAM
  • berita
  • Toleransi
  • DKI Jakarta
  • petatoleransi_06DKI Jakarta_merah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!